Mohon tunggu...
Lisa Selvia M.
Lisa Selvia M. Mohon Tunggu... Freelancer - Literasi antara diriku, dirimu, dirinya

Anti makanan tidak enak | Suka ke tempat unik yang dekat-dekat | Emosi kalau nemu hoaks

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Janganlah Rendah Diri, Kaum Difabel...

16 Oktober 2018   20:49 Diperbarui: 7 November 2018   10:23 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana langit malam itu cerah ceria. Ditambah tembakkan cahaya dari lampu-lampu sorot makin menambah meriah suasana Gelora Bung Karno, stadion Madya. Di mana acara Penutupan Asian Para Games 2018 diadakan. 

Sementara saya membeli tiket kelas yang paling rendah kastanya. Harap maklum, kondisi kantong uang saya sedang kritis. Jadi hanya bisa menonton panggung dari jauh dan yang membuat kami kecewa. Letak panggung tidak strategis.

Juga tidak disediakan layar besar yang menampilkan acara di panggung. Jadi bagian kami bisa menonton jika berdiri di bagian depan saja. Untungnya di tengah acara, pagar pembatas dibuka. Jadi penonton langsung berlarian ke bagian depan.

Saya mengambil posisi di pinggir pembatas antara bagian tengah dan kanan. Dari sisi ini bisa terlihat jelas deretan penonton berkursi roda. Sementara acara sedang berlangsung dengan meriah-meriahnya. Entah mengapa saya lebih tertarik melihat suasana tepat di samping saya. Teman saya pun menertawakan saya.

Sudah enak-enak mendapat posisi di bagian depan panggung malah menonton tingkah laku orang di samping. Saya memperhatikan ada beberapa orang sedang berbicara dengan bahasa isyarat.

Ada juga beberapa yang sedang meloncat-loncat dengan gembira. Dalam hati saya sempat terpikir untuk mereka yang tidak mempunyai kemampuan mendengar mungkin cara mereka menikmatinya dengan melihat tata cahaya panggung. Atau gerakan para penari bisa juga performa panggung para penyanyi dan pemusik.

Karena ada tulisan ability di bagian tersebut. Saya mengajak teman agar berswafoto dengan latar tulisan itu. Tiba-tiba ada seseorang yang ikut berpose di belakang kami. Lalu dia mengajak bicara saya dengan bahasa isyarat. Sayangnya saya tidak bisa sedikit pun mengerti. Akhirnya saya sodorkan gawai saja. Agar kami berkomunikasi dengan mengetik di bagian note.

Nama lelaki yang bersemangat ini adalah Asep. Dia berasal dari daerah Palmerah. Ternyata dia dan teman-teman yang berkebutuhan khusus mendapat undangan gratis untuk menonton di bagian VIP. Saya sempat tanyakan berapa jumlahnya, sayangnya dia tidak bisa menjawab. Entah mengapa sangat sulit berkomunikasi dengan dia.

Padahal ada banyak pertanyaan yang saya utarakan. Lalu kepada salah satu relawan yang berdiri di dekat saya, saya minta tolong untuk diterjemahkan kepada Asep.

Sayangnya dia tidak bisa juga. Beberapa lama kemudian relawan tersebut menghampiri dan berkata bahwa Asep minta maaf dia kurang bisa berkomunikasi dengan saya. Karena dia bodoh, tidak bisa bersekolah. Ditambah lagi orangtuanya yang sudah bercerai. Kalau mengenai keadaan terakhir ini curhatnya dia saja, kata si relawan.

Mendengar hal ini saya jadi sedih. Pantas dia menarik diri, mungkin pertanyaan saya terlalu berat untuk dia cerna. Tapi saya senang bisa sempat menjalin komunikasi dengannya. Bahkan kami sempat berswafoto untuk kenang-kenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun