Mohon tunggu...
Lisa Noor Humaidah
Lisa Noor Humaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat buku dan tulisan

Tertarik pada ilmu sosial, sejarah, sastra dan cerita kehidupan. Bisa juga dijumpai di https://lisanoorhumaidah.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Era Covid-19: Membincang Kehidupan dan Kematian yang Bermakna

14 April 2020   14:17 Diperbarui: 14 April 2020   14:50 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa bulan yang lalu sebelum Corona datang, kami empat teman baik, empat dara sebut saja demikian, yang tinggal di belahan bumi berbeda, dua di Jakarta, dua yang lain masing-masing tinggal di benua Amerika dan Eropa, berbincang di WhatsApp group tentang kematian. 

Topik yang tak lazim dan cenderung dihindari, bukan. Awalnya dari perbincangan seorang yang cukup kita kenal meninggal di belahan bumi yang berbeda. 

Keluarga berusaha memulangkan jenasah dengan membuka sumbangan donasi. Perlu waktu yang lama karena birokrasi dan tentu tidak mudah bagi keluarga karena menanti dan juga kehilangan yang sangat besar.

Hari-hari ini kita juga mendengar banyak cerita tentang kematian bahkan dalam hitungan jam. Dari tentang jasad yang ditolak sampai yang kesulitan memulangkan karena status pandemic juga karena birokrasi, berbeda tempat dan negara, dan seterusnya. Sungguh berita-berita kesedihan yang tidak mudah kita cerna apalagi yang mengalaminya.

Tetap bagaimanapun kematian adalah sebuah keniscayaan kehidupan. Yang kita perbincangkan saat itu bagaimana kita mempersiapkannya. Ini dengan catatan dalam situasi normal. 

Dua diantara kami menyebutkan tentang kematian yang tidak 'merepotkan' bagi bumi yang kita tinggali dan orang-orang terdekat kita. Jika sakit tidak perlu lama. Jika mengalami hal yang lain, segala sesuatu telah dipersiapkan. 

Bukan hanya kehidupan yang dijalani dengan bermakna tapi juga dengan kematian. Definisi tidak merepotkan itu beberapa diantaranya lebih ramah lingkungan, memastikan organ-organ yang masih berfungsi di tubuh kita dapat dimanfaatkan untuk orang lain yang membutuhkan untuk melanjutkan dan menikmati kehidupan.

Kita juga membincangkan tentang pilihan untuk tidak perlu dikebumikan, mengingat ketersediaan lahan yang sempit, bahkan harga kapling tanah kubur yang tidak masuk akal. 

Kremasi mungkin adalah pilihan yang lebih ramah. Mungkin iya bagi lingkungan, walaupun belum tentu lebih murah atau bahkan merepotkan juga. Namun menarik mempertimbangkan ini. 

Bisa jadi tidak mudah mengkomunikasikan dengan keluarga/orang terdekat karena norma/kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Tapi bukan sesuatu yang tidak mungkin jika bisa meyakinkan.

Kita dapat membaca dan memperhatikan norma di masyarakat sesungguhya sangat dinamis. Tentang kremasi, saya membaca artikel ini tentang Maintenance and Change in Japanese Traditional Funerals and Death-Related Behaviour/Pemeliharaan dan Perubahan Tradisi Pemakaman dan Hal yang berhubungan dengan Kematian di Jepang yang berubah signifikan setelah perang dunia kedua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun