Secara organik masyarakat bergerak karena hal yang patut kita syukuri, memberi adalah bagian yang paling mengakar dalam adat dan kebiasaan di masyarakat kita.
Membaca kembali uraian di atas, saya menyadari tulisan ini sangat berbias kelas, karena tidak sesuai untuk semua kalangan.
Saran yang dianggap sederhana seperti disebutkan di atas mungkin menjadi tidak bagi yang tidak mampu membeli makan hari ini, misalnya. Jangankan mau makan cukup. Bisa makan atau tidak adalah masalah itu sendiri. Bagaimana menjaga jarak di dalam rumah, jika rumah hanya terdiri dari satu kamar. Bagaimana bisa bekerja di rumah kalau itu berarti tidak bekerja.
Rasa khawatir seringkali kalah dengan upaya mempertahankan hidup untuk hari ini. Pada sisi tertentu kita perlu banyak belajar dari ketahanan seperti ini.
Sebagai catatan penting, pada hari-hari ini, menjadi semakin peka bukan lagi anjuran, melainkan kebutuhan itu sendiri. Bukan hanya untuk kesehatan jiwa tapi esensi dari keberadaan kita mengekspresikan realitas kemanusiaan yang tertinggi melalui cinta kasih dan membantu sesama.
Sebagaimana Erich Fromm, seorang filosof Jerman, menuliskan esensi dari cinta adalah untuk 'menjadi' yang berorientasi pada produktivitas, penghargaan, kreativitas dan rasa empati, karena di sanalah 'menjadi' akan bermanifestasi.
'Menjadi' telah menjadi kemestian kodrat manusia sebagai makhluk yang mampu mengembangkan dan memperbaiki tatanan kehidupan yang lebih berkeadilan.
Semoga wabah ini segera berlalu. Dan kita tetap menjadi manusia produktif, sehat jasmani dan rohani, serta menjadikan bumi kita menjadi tempat yang lebih layak bagi siapapun makhluk bernyawa, untuk hidup dan kehidupan yang berarti.