Mohon tunggu...
Lisa Noor Humaidah
Lisa Noor Humaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat buku dan tulisan

Tertarik pada ilmu sosial, sejarah, sastra dan cerita kehidupan. Bisa juga dijumpai di https://lisanoorhumaidah.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beragama dengan Gembira, Selamat Hari Natal

24 Desember 2019   08:15 Diperbarui: 24 Desember 2019   13:07 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Max Weber (1993), ahli sosiologi dari Jerman menggambarkan agama sebagai bentuk spesifik dari tindakan komunitas yang dianggap rasional, karena agama dibangun berdasarkan aturan-aturan tertentu dimana komunitas belajar dari pengalaman. Emile Durkheim menekankan peran dari agama di masyarakat untuk menterjemahkan tindakan dan perubahan sosial yang menurut mereka masuk akal. 

Ahli Antropologi, J.R Bowen (1998) menggambarkan agama lebih kompleks karena meliputi (1) kepercayaan termasuk kepercayaan yang authoritative (seperti misalnya doktrin), (2) praktek ibadah termasuk ritual yang diformalkan, dan (3)  institusi sosial.  Agama dan keberagamaan  sangat tergantung dari kondisi dan transformasi sosial di masyarakat tersebut dan begitu  sebaliknya.  

Memahami beberapa kejadian intoleransi terutama menjelang perayaan Natal, yang rasa-rasanya seperti rutinitas tahunan, dapat dipahami terjadi dalam konteks dan dimana kejadian tersebut berlangsung. Tentu kita mesti khawatir sebab tindakan yang dilakukan dianggap rasional. Padahal jelas tidak.

Sebab kita mendengar, menyaksikan banyak daerah di Indonesia dengan praktek toleransi sangat tinggi. Beragama yang lebih rileks, menyenangkan dan memanusiakan. Menghargai perbedaan tanpa harus mengancam atau terancam. Sebagaimana gambaran yang saya temui ketika berkesempatan berkunjung ke wilayah timur Indonesia.  

Di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), saya pernah menjumpai kampung adat yang dipimpin oleh seorang muallaf. Ia belum setahun masuk Islam karena pertemuan dengan seorang guru. Masyarakat yang dipimpinnya sebagian besar memeluk agama Katolik. Warga yang dipimpinnya sama sekali tidak masalah. Setiap kali pesta adat berlangsung, ada makanan yang dipisah, antara daging/mengandung babi dan tidak. Praktek pemisahan makanan pun sudah berlangsung sejak ada pemeluk agama Islam ada di wilayah NTT.

Di Papua dan Papua Barat. Saya mengenal beberapa keluarga dengan pemeluk agama beragam. Salah satunya Mama Nola, sebut saja namanya demikian, punya enam orang anak. Empat laki-laki. Dua perempuan. Salah satu anak laki-lakinya beragama Muslim karena kehendaknya sendiri.  Setiap perayaan keagamaan baik Islam maupun Kristen semua anggota keluarga merayakannya. Bahkan Mama Nola mengantarkan anaknya sampai Jakarta ketika anak laki-lakinya tersebut  menunaikan ibadah haji.

Beberapa tokoh muslim Papua yang saya kenal pun demikian. Anggota keluarga dekat mereka banyak yang memeluk Kristen. Mereka saling menghormati. Bahkan mendukung satu sama lain. Yang paling terasa jika hari raya masing-masing agama tiba. Saling memberi selamat. Tidak ada sekat. Persaudaraan begitu kental dan di atas segalanya.

Waktu saya bertanya pada Mama Nola, mengapa bisa menerima anaknya memilih jalan berbeda, ia menjawab urusan keimanan adalah urusan pribadi masing-masing. Yang paling terpenting ia menjadi dan membawa berkat bagi sesama. Karena agama adalah urusan pribadi, urusan kamu dan Tuhan-mu yang kamu percaya. Jawaban yang begitu terdengar sangat dewasa dan melintasi urusan doktrin kebenaran tunnggal agama.

Di Papua, tentu pernah ada beberapa kisah ketegangan yang dipicu oleh persoalan agama. Namun hubungan mereka seperti memiliki fondasi dan akar yang kuat tak sampai pecah seperti yang terjadi contohnya konflik di Ambon tahun 1999. Studi dan kisah tentang bagaimana hubungan seperti ini kuat terjalin mesti lebih banyak dituliskan dan diperdengarkan agar kita lebih banyak belajar dari pengalaman kehidupan beragama yang berjalan.

Salah satunya yang dituliskan oleh Syarifuddin R. Gomang (2007) yang melakukan studi tentang Perserikatan Muslim dan Kristen: 'Hubungan Keluarga antara masyarakat di Pedalaman dan Kawasan Pantai pada Komunitas Belagar di Indonesia Timur.

Di Komunitas Belahar, Pulau Pantar, NTT, hubungan antara kelompok Kristen di pedalaman dan Muslim di Kawasan pantai dijaga oleh hubungan persaudaraan yang disebut dalam bahas lokal ia mutu lol 'tela wala. Masyarakat di wilayah tetangga, pulau Alor juga mengekspresikan hubungan yang sama sebagai kakari wato watang, yang artinya hubungan persaudaraan antara masyarakat di pedalaman dan kawasan pantai. Mereka juga memiliki semacam janji bersama yang disebut bela raja.

Hubungan bela raja bukan hanya dikenal di komunitas Alor dan Belagar tapi juga banyak di komunitas di Indonesia Timur termasuk di Maluku yang menggunakan istilah pela gandong. Sebelum tahun 1994, hubungan politik yang stabil dan harmonis antar masyarakat yang berbeda etnis dan agama dipercaya karena hubungan seperti ini.

Namun setelah tahun 1994 situasi berubah demikian cepat, salah satunya di Maluku konflik berbasis agama terjadi tahun 1999 dan juga setelahnya. Faktor penyebabnya memang beragam pada  kebijakan pemerintah terkait imigrasi, tanah yang hilang, perebutan lahan ekonomi dan juga lainnya yang tidak hendak dibahas di sini.

Hasil studi Pak Gomang mengangkat studi kasus atau cerita tentang bagaimana hubungan persaudaraan ini mampu meredam konflik dan mencegah kekerasan lebih lanjut. Salah satunya yang terjadi pada tahun '70-an dimana perkelahian hampir terjadi setiap hari Rabu di kampung pasar Bakalang antara pemuda dari Warselang (kampung Kristen) dan Kolijahi (kampung Muslim).

Untuk menghentikan pertikaian ini, pemimpin adat dua kampung ini setuju untuk mencari penyelesaian dengan melakukan upacara bela raja. Kedua pihak bersumpah di hadapan al-Kitab dan al-Quran berjanji untuk menghentikan perselisihan selamanya dan berjanji untuk saling membantu satu sama lain.

Setelah upacara tersebut, mereka membuat rencana untuk membangun gereja di kampung Warselang bersama-sama yang kemudian selesai tahun 1980. Dari situ hubungan berlangsung harmonis. Pada tahun 1994, masjid di Kolijahi telah berusia dan perlu dibangun kembali. Inisiatif untuk membangun masjid kembali datang dari kampung Warselang. Pada pertemuan untuk mendiskusikan ini, tetua adat dari Warsalelang menyampaikan bahwa kaum muslim di Kolijahi telah membantu kami membangun gereja.

Sekarang giliran kami untuk membangun masjid di Kolijahi. Pada tahun 2002 ketika ada kerusuhan di Kupang dan ada rumor bahwa masjid di Kolijahi akan turut diserang, masyarakat Warsalelang menegaskan, kami yang membangun masjid di Kolijah. Dan kami yang akan membelanya.  

Saya percaya cerita-cerita seperti di atas banyak di daerah-daerah kita yang sangat beragam ini. Penting untuk selalu kita tulis dan tuturkan. Memang sejarah menunjukkan selalu ada urusan politik yang terlibat dalam hubungan agama ini. Namun kita yang menjaga rasionalitas tetaplah beragama dengan gembira, dengan menyebarkan memberi berkat bagi sesama, minimal tidak membuat saudara kita berbalur luka.

Kegembiraan yang saya rasakan ketika menghadiri perayaan Natal saudara-saudara kita umat Kristiani. Dengarlah kidung dan lagu puja puji yang dinyanyikan. Yang terdengar adalah kegembiraan, kepasrahan, harapan dan doa bagi kehidupan yang lebih baik. Saya ingat satu lagu dengan irama riang yang bertema tentang persaudaraan.

Saya lupa judul persisnya. Yang saya ingat, para jemaat dan hadirin menyanyikannya dengan senyum penuh. Lalu kita diminta berdiri, saling salam dan memandang.  Walaupun kita tak saling mengenal, saya merasa seperti tak akan pernah sendiri. Sebab ada saudara kita, sesama manusia lain yang akan menemani dan memastikan bahwa kita di kehidupan yang saling memberikan manfaat dan berkat. Lagu persaudaraan yang sungguh indah dan berkesan.

Selamat merayakan hari Natal saudara, teman, sahabat Kristiani. Selamat merayakan hari yang gembira berkumpul bersama yang tercinta.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun