Mohon tunggu...
Retno Septyorini
Retno Septyorini Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan, sering jalan ^^

Content Creator // Spesialis Media IKKON BEKRAF 2017 // Bisa dijumpai di @retnoseptyorini dan www.retnoseptyorini.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nyiru, Brand Busana Etnik Impianku

25 Mei 2016   23:27 Diperbarui: 25 Mei 2016   23:58 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tenun Troso (dokumentasi pribadi)

Bukankah impian bisa datang dari mana saja? Bahkan dari permasalahan pribadi sekalipun? Begitulah kiranya sedikit perkenalan untuk menceritakan salah satu impian besar saya. Nyiru namanya.

Prolog

Berawal dari ukuran celana panjang yang susah didapatkan, akhirnya sejak pertengahan kuliah di sekitar tahun 2008 yang lalu saya mulai memutuskan untuk membuat rok sendiri. Pasalnya untuk mendapatkan rok dengan ukuran dan panjang yang sesuai dengan porsi tubuh saya juga bukan perkara yang mudah. Belum lagi masalah bahan dan tingkat kenyamanan yang ditawarkan. Seringkali rok yang beredar di pasaran tidak sesuai dengan standar kenyamanan saya. Kalau pun mendapatkan bahan yang nyaman, belum tentu harganya masuk dalan kisaran harga yang telah dianggarkan. Untuk memutus rantai buang-buang waktu untuk sekedar hunting baju berserta seperangkat “kawan-kawanannya” itu, akhirnya saya memutuskan untuk membuatnya sendiri.

Dari sinilah awalnya saya mulai membuat rok-rok impian yang sesuai dengan anggaran. Toko demi toko akhirnya kerap saya sambangi untuk sekedar mencari bahan yang sesuai dengan keinginan. Saya ingat sekali, waktu itu saya langsung membeli beberapa bahan kain polos berbagai warna yang sekiranya cocok dipadupadankan dengan berbagai jenis atasan. Menariknya, setiap kali saya datang ke penjahit, biasanya ada satu atau dua kain batik yang saya bawa. Dulu, saat masih kuliah saya belum mengenal tenun. Maklum saja, harga kain tenun tergolong lebih mahal dari batik cap yang kerap saya beli. Baru setelah bekerja, setiap bulannya saya menyelipkan anggaran untuk membeli kain-kain tradisional. Selain batik bantulan, sesekali saya membeli tenun troso. 

Bagi saya pribadi, berhasil memiliki koleksi batik atau tenun terbilang sangat menyenangkan. Namun mampu membuat orang menyukai produk batik atau tenun tradisional ternyata lebih membahagiakan. Selain berpartisipasi dalam melestarikan karya nyata anak bangsa dengan cara yang cukup kekinian, hal ini cukup berpeluang dalam menambah income bulanan. Ketika hobi dan peluang mampu bersatu, rasa-rasanya tak ada lagi yang perlu ditunggu. Kini saya mantap untuk memulai mewujudkan sebagian impian yang cukup lama terpendam. Nyiru namanya. 

[caption caption="Logo Nyiru (dokumentasi pribadi)"]

Dalam Bahasa Jawa Nyiru berarti tampah. Sebuah peralatan sederhana uang dibuat dari bambu yang dirangkai sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk napeni atau menyeleksi biji beras yang akan dimasak. Napeni dilakukan untuk memisahkan biji beras berkualitas baik dari biji beras berkualitas buruk. Selain itu napeni juga digunakan untuk memisahkan kotoran yang sering tertinggal saat penggilingan padi seperti kulit beras ataupun kerikil-kerikil kecil. Tujuannya sederhana saja, agar beras berkualitas rendah ataupun kotoran yang ada tidak ikut termasak. Filosofi menyaring yang baik inilah yang coba Nyiru terapkan untuk membuat brand busana wanita bernuansa etnik yang dibuat dari lembaran kain tradisional diproduksi secara menual oleh pengrajin lokal kita.

Berawal Dari Cinta. Begitulah kiranya. Kalau aktivitas minum teh saja bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang tengah menikmati liburan di negeri sakura sana, tentu proses membatik dan menenun tidak kalah menariknya bukan? Tidak hanya pada prosesnya saja kita bisa belajar, namun motif kain yang dihasilkan pun menawarkan nilai histori tersendiri yang selalu menarik untuk dipelajari. Batik misalnya. Dalam setiap lembaran kain batik ternyata memiliki filosofi dan harapan yang begitu mengesankan. Motif sido mukti misalnya. Motif ini merupakan motif khusus yang berisi doa untuk pengantin. 

Kurang lengkap rasanya membicarakan motif sido mukti tanpa menyinggung teman sejawatnya, batik motif madu bronto. Ada hal menarik tatkala membicarakan motif batik yang satu ini. Menurut cerita yang ada, ternyata penggunaan batik motif madu bronto merupakan salah satu upaya seorang laki-laki saat menungkapan ekspresi cintanya pada seorang wanita. Dulu kalau laki-laki memakai batik madu bronto saat berkunjung ke rumah seorang wanita, berarti sang laki-laki ingin agar ekspresi cintanya diketahui oleh keluarga sang wanita. 

Jika di rumah tersebut hanya ada seorang anak gadis saja, sudah bisa dipastikan bahwa gadis itulah pujaan hatinya. Namun jika jumlah wanita lajang dalam satu rumah tersebut lebih dari satu orang, akan ada cara khusus yang begitu halus untuk mengetahui pada wanita mana sang laki-laki tersebut jatuh hati. Saat sedang bertamu itulah, orang tua akan njagongi atau menemani si laki-laki di ruang tamu. Selanjutnya masing-masing wanita yang masih lajang akan diminta untuk menyajikan suatu minuman atau makanan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Nantinya minuman atau makanan yang pertama kali diambil oleh sang lelaki itulah yang menjadi petunjuk dimana hati akan dilabuhkan. 

Surprise sekaligus malu rasanya  sebagai orang yang mengaku cinta budaya baru mengetahui hal ini saat mendengarkan penjelasan seorang pemerhati batik yang sekaligus menjadi pembicara dalam Kelas Heritage episode “Jagad Batik” yang diadakan oleh sebuah komunitas pecinta museum di Jogja beberapa waktu yang lalu. Dan ternyata surprise-nya tidak sampai di sini saja. Ternyata dahulu batik bermotif rangkaian bunga yang saat ini dikenal dengan sebutan buketan atau enciman banyak dipilih sebagai buah untuk para "kesayangan", mulai dari keluarga, kerabat ataupun rekan sejawat. Kain batik bermotif bunga tersebut dipilih supaya bunga yang diberikan tidak mudah layu. Ada pula motif batik bernama tambal. Ada filosofi menarik terkait batik motif tambal ini. Dahulu, motif ini digunakan oleh orang yang sedang sakit dengan harapan agar batik tambal ini nantinya dapat menambal atau memperbaiki bagian tubuh yang sedang sakit. Lengkap bukan?

Kembali ke Nyiru. Bagaimana kabarnya sekarang? Memang, perjalanan Nyiru belum terlalu panjang. Saat ini Nyiru baru sekali berproduksi. Selebihnya baru menerima pesanan baju atau pernik etnik dari teman atau rekanan. Setahun ke depan, Nyiru memiliki strategi baru. Nantinya setiap empat minggu Nyiru akan mengeluarkan produk baru. Kalau tidak ada halangan, Juni nanti Nyiru akan kembali merilis beberapa koleksi blazer etnik nan unik yang mungkin cocok dijadikan teman jalan Anda.

Catatan: Koleksi di atas dapat dipesan ulang dengan aksen tenun atau batik yang tersedia. Berikut beberapa contoh koleksi Nyiru saat dikenakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun