Mohon tunggu...
Retno Septyorini
Retno Septyorini Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan, sering jalan ^^

Content Creator // Spesialis Media IKKON BEKRAF 2017 // Bisa dijumpai di @retnoseptyorini dan www.retnoseptyorini.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Petani Naik Kelas

22 Mei 2019   23:45 Diperbarui: 22 Mei 2019   23:47 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah Satu Area Persawahan di Jogja (Dokumentasi Pribadi)

Penting, tapi jarang diminati. Inilah gambaran profesi petani saat ini. Bahkan mungkin ungkapan seperti "Belajar yang giat ya le, nduk, biar besok hidupnya enak, tidak jadi petani seperti bapak" bukan menjadi hal yang asing lagi. Jadi jangan heran jika kawan-kawan jarang melihat petani berusia muda saat jalan-jalan ke kawasan pedesaan yang dihiasi lahan pertanian. Salah satunya ya di area persawahan di samping rumah saya.

Terlahir sebagai cucu petani yang kebetulan bermukim di desa membuat saya tidak asing lagi melihat fenomena di atas. Mulai dari tebar benih hingga panen padi, semuanya dilakukan oleh mereka yang telah berumur.

Dulu, sewaktu masih duduk di bangku sekolah dasar saya kerap diajak kakek untuk panen, utamanya kalau area sawah sedang ditanami komoditi pangan selain padi seperti kacang panjang ataupun kacang kedelai.

Dulu sawah kakek memang memberlakukan rotasi tanam di sawah miliknya. Kadang ditanami padi, kadang tebu, kadang kacang-kacangan bahkan pernah disewa pula untuk menanam melon. Berbeda dengan sekarang yang dari waktu ke waktu selalu ditanami padi.

Mengenal Petani Naik Kelas

Ibu Surati, Petani Teh dari Kulonprogo (Dokumentasi Pribadi)
Ibu Surati, Petani Teh dari Kulonprogo (Dokumentasi Pribadi)
Di tengah gegap gempita revolusi industry 4.0, kabar baik juga menghampiri para petani. Hal ini saya ketahui dari beberapa pameran yang saya ikuti tiga bulan terakhir. Salah satunya yang saya lihat di rangkaian pameran produk UKM yang diselenggarakan oleh Dinas Koperasi dan UKM DIY sejak Februari hingga April tahun ini.

Dalam helatan EXPO UKM Istimewa 2019 misalnya. Saya bertemu dengan Ibu Surati. Pemilik artisan tea berlabel Teh Samigiri. Produk lokal khas Kulonprogo yang dikemas dengan cukup baik.

"Monggo dicicipi tehnya, Mbak. Ini teh premium asli Kulon Progo", ujarnya sembari tersenyum.

Teh Samigiri dari Kulonprogo (Dokumentasi Pribadi)
Teh Samigiri dari Kulonprogo (Dokumentasi Pribadi)
Sebagai penikmat teh, saya langsung tertarik dengan kata-kata "teh premium" yang dilontarkan ibu paruh baya tersebut. Maklum, selama ini saya baru dalam taraf membaca ulasan traveler yang pernah mencicipi teh khas Kulonprogo. Dengar-dengar teh premium dari kabupaten yang terletak di sisi timur Kota Jogja ini rasanya tidak kalah enak dengan teh premium dari berbagai daerah lain di Indonesia.

"Ini teh dari kebun saya sendiri, Mbak", cerita Bu Surati dengan penuh semangat. Salah satu petani teh dari Samigaluh yang berhasil melebarkan sayapnya menjadi produsen teh premium di Kulonprogo.

"Setelah mendapat penyuluhan dari berbagai pihak, saya memberanikan diri untuk mengusung brand sendiri bernama Samigiri. Saya membuat dua jenis teh yakni spesial tea dan teh racikan biasa atau orang sering menyebutnya dengan nama teh angkringan alias teh tubruk".

Meski sama-sama dibuat dari daun teh pilihan, ada beberapa perbedaan yang ada pada Teh Samigiri. Khusus untuk spesial tea dibuat daun teh hijau muda dengan dua varian rasa, yakni teh hijau original dan teh hijau sereh. Sedangkan teh tubruk dibuat dari daun teh tua yang diberi tambahan pewangi alami dari bunga melati. Satu botol sedang Teh Samigiri dibanderol dengan harga yang cukup terjangkau, yakni Rp 15.000 saja.

Ibu Surati, Petani Teh dari Kulonprogo (Dokumentasi Pribadi)
Ibu Surati, Petani Teh dari Kulonprogo (Dokumentasi Pribadi)
Tak berapa lama kemudian, Bu Surati kembali menjelaskan tentang keunggulan Artisan Tea dari Kulonprogo ini. "Kebetulan sejak tahun 2018 Samigiri Tea sudah lolos kurasi kualitas oleh Sila Tea House dan House of Tea, yang tidak lain merupakan Dewan Teh dan Pecinta Teh. Jadi konsumen tidak perlu khawatir lagi tentang kualitas teh kami. Mulai dari bahan, pengolahan hingga menjadi produk jadi yang siap dijual ke pasar sudah mengantongi uji kurasi kualitas", terangnya pagi itu.

Setelah mendengarkan penjelasan dari Ibu Surati, saya menjatuhkan pilihan pada Spesial Tea Samigiri versi original. Tak disangka, ibu ramah paruh baya ini menjelaskan kalau teh hijau buatannya itu bisa diseduh hingga 4 kali.

"Wah, sudah murah, enak, bisa diseduh berulang kali pula", batin saya dalam hati.

"Oiya, selain menjual teh, tahun ini kamu juga menyediakan paket wisata di kebun teh, Mbak. Mau paket petik tehnya saja bisa. Mau sekalian penginapannya bisa. Mau sekaligus sama makan-makannya juga bisa", tambahnya sesaat sebelum saya berpamitan.

Mungkin inilah contoh kecil petani naik kelas. Mereka sudah sadar bahwa produk yang dapat dijual tidak hanya bertumpu pada hasil cocok tanam saja, melainkan sudah merambah pada aneka produk turunannya, termasuk jasa wisata seperti yang ditawarkan Ibu Surati.

Seduhan Artisan Tea dari Kulonprogo (Dokumentasi Pribadi)
Seduhan Artisan Tea dari Kulonprogo (Dokumentasi Pribadi)
Sesampainya di rumah, saya pun tak sabar untuk mencicipi produk teh yang baru saya beli ini. Ternyata rasanya memang premium. Sangat enak meski tidak diberi tambahan pemanis. Uniknya, setelah diseduh, ampas teh bisa dimakan atau dimasak layaknya sayuran pada umumnya. Untuk mengurangi rasa pahit pada daun teh bisa disiasati dengan menambahkannya pada sayur bercitarasa manis seperti gudeg. Senang rasanya bisa mendengar kabar bahagia dari petani kita.

Peluang Petani di Masa Depan 

Semestinya kita dapat belajar dari Ibu Surati. Bahwa petani merupakan profesi yang luwes karena bisa masuk ke berbagai lini strategis yang kini banyak dilirik konsumen. Kalau dulu petani hanya mampu menyediakan produk pangan (primer) semata, kini mulai bisa merambah ke berbagai sektor lainnya. Di Jogja sendiri kini sedang marak-maraknya helatan pasar sehat yang diisi oleh para artisan. Produk teh misalnya. Selain dijual dalam bentuk kering, kini banyak pula yang menjual aneka produk turunannya seperti dalam bentuk kombucha, sabun, sampo hingga dimanfaatkan sebagai fermentor alami untuk pembuatan roti sehat.

Selain belajar membranding produk sendiri, petani harus melek teknologi sehingga dapat memperoleh informasi terkait komunitas pengusaha di sekitar tempat tinggalnya. Dengan demikian, proses marketing dapat dilakukan melalui berbagai lini, termasuk pasar sehat yang kini banyak diselenggarakan oleh banyak pihak, mulai dari komunitas pengusaha hingga pameran produk lokal yang secara rutin dilakukan oleh berbagai instansi terkait, satu diantaranya adalah Dinas Koperasi UKM setempat. Semoga ide kecil ini dapat bermanfaat untuk kemajuan petani kita. Karena dari hasil kerja keras merekalah urusan perut kita dapat tetap terjaga.

Salam hangat dari Jogja,

-Retno-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun