Mohon tunggu...
Lipstick
Lipstick Mohon Tunggu... -

don't KEEP CALM it's time to move on!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ada Apa dengan Taksi di Yogyakarta?

30 Mei 2016   14:53 Diperbarui: 30 Mei 2016   17:50 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - taksi (Shutterstock)

Saya bukan pelanggan taksi, tapi naik taksi di Yogyakarta butuh kesabaran tersendiri. Pengalaman naik taksi di Jakarta membuat saya agak heran dengan taksi di Yogya.

Pertama, order by phone. Selama menggunakan taksi apalagi kalau tujuannya adalah ke bandara udara, stasiun kereta api dan waktunya adalah pagi sekitar pukul 5-6 pagi, biasanya pesan lewat telepon sehari sebelumnya atau malam hari. Hal ini yang saya lakukan kalau di Jakarta, tapi di Yogya disuruh telepon besoknya saja atau sejam sebelum jam yang kita mau. Aneh bin ajaib, jadi kita harus telepon pukul 4 pagi dengan hati cemas apakah ada taksi atau tidak pagi itu.

Kedua, setelah datang pagi, si supir terlalu bersemangat untuk menceklek argonya duluan sebelum si penumpang masuk. Sehingga pas saya masuk saya kaget juga karena agro sudah menunjukkan jumlah yang lebih dari tarif buka pintu. Ketika ditanya, alasanya karena saya telat 5 menit dari waktu yang dijanjikan. Dan ini kejadian lagi ketika saya minta tolong sama orang hotel untuk carikan taksi. Begitu datang, saya langsung konfirmasi apakah itu taksi untuk saya dan saya langsung masuk, ternyata argonya sudah mencapai angka Rp10.000-an. Saya sudah malas berdebat dan tanya.

Ketiga, tarif minimal Rp25.000,-. Nah yang ini juga mengejutkan, karena setahu saya tarif minimal berlaku untuk taksi yang dipesan lewat telepon. Tapi kenyataannya berlaku juga untuk taksi yang saya stop di pinggir jalan. Setelah saya Google sana-sini, saya tidak menemukan peraturan resmi dari pemda atau pemkot atau organda daerah yang menetapkan tarif minimum naik taksi Rp25.000,- dari taksi yang saya stop di pinggir jalan. Atau saya yang ketinggalan berita?

Keempat, supir yang curang. Memanfaatkan ketidaktahuan turis domestik yang ada di Yogya. Ketika teman saya menggunakan taksi argo menunjukkan biaya sekitar Rp23.000-an, teman memberikan uang Rp25.000,- dan menanyakan apakah cukup segitu. Dijawab kurang karena seharusnya Rp30.000,-. Nah loh!

Yang terakhir bukan taksi tapi ibu-ibu yang menjual jasa tenaga angkut barang di Pasar Beringharjo. Karena memang tidak tahu tarif resminya, mengendong satu tas isi pakaian, ketika dikasih Rp10.000 kelihatannya tidak suka. Ketika ditanya kenapa, dijawab kurang. Akhirnya diberikan tambahan Rp10.000,- lagi. Apakah segitu tarifnya, yaitu Rp20.000,-?

Ada apa dengan taksi di Yogya? Mohon pencerahannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun