Mohon tunggu...
Lintang Pualam
Lintang Pualam Mohon Tunggu... Guru - Puitis bukan hanya milik sang penyair

Lahir di Cilacap, kota indah dengan pantai yang membentang di sisi selatan pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indahnya Kebersamaan melalui Toleransi Beragama

25 Desember 2020   03:15 Diperbarui: 25 Desember 2020   03:51 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tuhan memang satu, kita yang tak sama

Haruskah aku lantas pergi meski cinta takkan bisa pergi

Sepenggal lagu berjudul Peri Cintaku dari Marcell. Mengingatkanku tentang beragam agama di Indonesia yang tetap rukun satu sama lain akibat dipersatukan oleh Pancasila sila pertama. Seperti member Kompasiana yang beragam budaya, bermacam agama yang di anutnya, tetapi tetap saling rukun dan menghormati tulisan dan pendapat satu sama lain apalagi jika tulisan tersebut menyinggung tentang agama yang dianutnya melalui toleransi beragama.

Topik agama memang sensitif karena menyangkut keyakinan dalam hati masing-masing. Teringat aku akan suatu surat dalam Al-Qur'an jika sudah menyangkut tentang keberagaman beragama, adalah surat Al-Kafirun ayat 6 yang berbunyi: "lakum diinukum wa liya diin" yang artinya: "Untukmu agamamu dan untukku agamaku".  Ayat ini sebagai prinsip seorang muslim dalam berakidah Islam. Saling cinta kasih satu sama lain, menyayangi satu dengan lainnya, tapi dalam agama kita menjalankan syariatnya masing-masing.

Teringat ketika aku masih duduk di bangku SMA di sekolah negeri yang mempunyai dasar semua siswa boleh masuk apapun latar belakangnya. Aku dipertemukan dengan teman-teman yang mempunyai latar belakang beragam. Dari mulai suku, bahasa maupun agama. Kami pun tetap rukun dan berteman akrab. Tidak jarang temanku yang berbeda agama palah mengingatkanku apabila telah masuk waktu dhuhur, ketika kita sedang belajar bersama mengerjakan tugas sekolah. Akupun mengingatkan dan mensupport dia apabila tiba waktunya pelajaran agama di kelas. Karena dia harus mengikuti pelajaran tersendiri dengan guru kerohanian apabila tiba waktunya pelajaran keagaamaan.

Sikap dan perilaku seperti ini terbawa sampai sekarang. Ketika aku terjun ke dunia masyarakat, lebih-lebih ketika aku dipertemukan dengan pemuka agama yang berbeda di kompasiana. Awalnya kikuk harus bereaksi bagaimana ketika membaca karya tulis anggota kompasiana ketika membahas topik agama atau sedang merayakan hari besar keagamaan. Apalagi aku termasuk orang yang suka sekali membaca karya di rubrik fiksiana, yang disana tidak ada embel-embel fiksi tersebut berisi tentang apa. Tapi jika aku membacanya sekarang aku sudah tahu jawabannnya, mengingat perilaku teman-temanku di sekolah, member kompasiana yang bersikap baik, dan lagi dasar negara kita, pancasila. 

Setiap tulisan pasti ada makna yang ingin disampaikan dan disitulah aku membacanya, menikmati setiap alur yang ingin mereka sampaikam. Ya kita beda, tapi kita masih sama-sama manusia yang dengan toleransi kita bisa hidup damai dan rukun, indahnya kebersamaan bila kita menjunjung tinggi asas toleransi. 

Salam satu hati saudaraku

Cilacap, 25 Desember 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun