Mohon tunggu...
Lintang Pualam
Lintang Pualam Mohon Tunggu... Guru - Puitis bukan hanya milik sang penyair

Lahir di Cilacap, kota indah dengan pantai yang membentang di sisi selatan pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Welcome to Long Distance Relationship (2)

21 Desember 2020   22:28 Diperbarui: 21 Desember 2020   22:31 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari lifestyle.kompas.com

Wanita adalah simbol kekuatan dalam kelembutan. Kekuatan hati perempuan mampu menahan segala cobaan yang menerpa hidupnya. 

Pahit getir dijalani dengan suka hati, apalagi jika dilakukan bersama dengan belahan jiwanya. Namun tidak jika yang diuji adalah perasaannya, ia akan mudah goyah bagai kapas yang ditiup angin. Jagalah perasaan wanita yang kau sayangi seperti kau mencintai dirimu sendiri.

Wajah Kasih, istriku yang paling ku sayangi terlihat muram kala aku sedang bersiap-siap menata barang untuk aku bawa menuju Bandung. Matanya yang sayu selalu melihat ke bawah seolah ada hal paling menarik disana. Bibirnya yang imut terlihat tertekuk. Lesu, satu kata yang menggambarkan keadaannya saat ini. 

Aku tahu berat baginya untuk berpisah jauh dariku. Aku pun merasa demikian. Belum lama kita menikah dan mengikat janji suci untuk selalu bersama dikala suka maupun duka, kini harus terpisah karna aku akan bekerja jauh darinya. 

"Kita hanya terpisah tempat sayang, hatiku jiwa dan ragaku selalu untukmu dimanapun itu, kapanpun itu, aku akan selalu ada untukmu." Hiburku padanya.

"Iya mas, aku paham. Aku juga demikian, aku selalu sayang dan cinta sama mas." Ucapnya dengan mata berkaca-kaca, mungkin selama ini dia menahan tangis agar air matanya tak tumpah di depanku. Aku paham istriku ini adalah wanita yang tabah. Namun sekuat-kuatnya wanita, hatinya yang lembut akan mundah tersentuh. 

Ku dekati istriku pelan ku peluk tubuhnya untuk menenangkannya, ku usap punggungnya lembut. "Keluarkan saja perasaanmu de, mas tahu ini berat untukmu, mas juga berat meninggalkan kamu disini." Lirihku di telinganya.

Ku tatap wajahnya, ku belai pipinya, air mata satu per satu jatuh dari pelupuk matanya. Pelan-pelan, hingga lama kelamaan menjadi isak tangis yang tertahan. Ku uratkan pelukanku seolah menggambarkan aku juga tak bisa jauh darinya. Ku biarkan sampai hatinya lega, hingga tak sadar punggungku basah oleh air matanya.

"Cup cup cup" ku tenangkan istriku seperti ibu yang menenangkan anaknya. "Sudah jangan nangis terus, nanti cantiknya ilang loh." Kataku sambil bergurau untuk memancing tawanya kembali.

"Apaan sih mas, ngga lucu." Jawabnya dengan sedikit sesegukan. Perlahan tangisnya reda, sungguh bila lelaki tidak diciptakan dengan jiwa yang kuat, kini aku pun sudah menangis bersamanya. Aku paling tak tahan jika melihat  wanita terdekatku menangis apalagi karenaku.

"Nah gitu dong, senyum. Jelek tau kalau nangis." Selorohku bergurau.

"Jelek-jelek gini mas juga suka kan." Jawabnya sambil menoel pipiku. Kasih melirik jam, "Satu jam lagi travel yang menjemput mas  ke Bandung datang." Katanya melanjutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun