Ia ingin memberontak namun tangannya masih terlalu kecil untuk meninju muka-muka tanpa dosa di kursi-kursi kuasa yang penuh noda.
Lalu ia simpan sepatunya di balik meja kamar tempat ia membuang segala jenis hidup yang kerapkali berkelakar,
Berusaha tak pernah gentar,
Berusaha selalu tegar.
Bapak/ibu DPR yang tercinta,
Entah surat atau puisi ini akan ditujukan pada pribadi yang mana,
Baginya luka tak lain adalah keringat yang harus ia telan sendiri,
Bertarung dalam pengandaian tentang bagaimana jika ia terlahir sebagai orang kaya.
Ia sama seperti bapak/ibu sekalian,
Untuk hidup, perempuan ini akan terus membutuhkan uang.
Ada saat ketika ia membuka dompet di tanggal tua sembari mengira-ngira akankah siklus ini dapat berhenti suatu saat nanti,