Aku nggak tahu sejak kapan CV yang seharusnya jadi dokumen penuh harapan malah berubah jadi bahan hiburan.Â
Tetapi yang jelas, sekarang kita hidup di zaman di mana lembaran yang kita kirim buat cari kerja, bisa jadi konten lucu-lucuan di Instagram, TikTok, bahkan grup WhatsApp HRD. Gimana rasanya? Campur aduk. Malu, sedih, marah, dan jujur aja  capek.
Padahal bagi sebagian orang, apalagi yang baru lulus atau belum banyak pengalaman, bikin CV itu udah perjuangan. Mereka ngerangkai kata dengan hati-hati, mikir berhari-hari, dan kirim sambil doa kenceng.Â
Ternyata, bukan panggilan kerja yang datang duluan tetapi malah ada kemungkinan "CV-mu viral, tapi bukan karena prestasi".
Aku pernah baca satu unggahan HRD yang nyindir keras isi CV pelamar. Komennya rame, banyak yang ikut ketawa. Tapi aku malah nggak bisa ikut ketawa. Karena yang mereka olok itu bisa jadi siapa pun teman kita, saudara kita, atau ya, kita sendiri.
Dari situ aku mikir, "Apa salah kita berharap?" Kenapa sesuatu yang niatnya baik bisa dipermalukan kayak gitu?
Tulisan ini bukan buat nyalahin siapa-siapa. Aku cuma mau ajak kita semua yang mencri kerja, yang udah kerja, bahkan yang duduk di balik meja HRD buat ngelihat CV dari sudut pandang yang lebih manusiawi.Â
Karena di balik CV yang sederhana, kadang ada perjuangan luar biasa. Dan bukan berarti kalau CV kita belum sempurna, kita pantas ditertawakan.
Banyak yang bilang, bikin CV itu gampang. Cuma satu-dua lembar, isinya data diri dan pengalaman kerja. Tapi kenyataannya, buat sebagian dari kita, CV justru jadi sumber stres yang nggak kelar-kelar.Â
Apalagi kalau belum punya banyak pengalaman, atau baru pertama kali nyoba masuk dunia kerja. Ragu itu datang terus "Ini udah bener belum ya?" "Kata-kataku terlalu sederhana nggak, ya?" "Nanti dikira nggak serius lagi"