Mohon tunggu...
Lingga Mahardika
Lingga Mahardika Mohon Tunggu... Mahasiswa - linggamah

Hierophant

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Papan Roda Penyambung Hidup

2 Juli 2021   17:07 Diperbarui: 2 Juli 2021   17:33 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pria itu duduk diatas papan roda untuk menyusuri pasar. Sumber: Lingga Mahardika H.

Kehidupan manusia tak terlepas dari berbagai peristiwa. Semua itu bisa dijadikan pelajaran setiap insan untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. Pengalaman adalah guru terbaik yang mengajarkan banyak hal, sehingga seseorang tidak jatuh di lubang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.

LINGGA MAHARDIKA HASANUDIN, Bogor

Pada pagi menjelang siang tepatnya Rabu (30/6/2021), kala itu banyak masyarakat berlalu lalang menyusuri pasar Leuwiling, Kabupaten Bogor untuk memenuhi kebutuhan dengan berjualan atau berbelanja, namun mata ini tertuju kepada seorang pria dengan papan roda dibantu oleh lengannya agar papan itu bisa berjalan.

Saat itu matahari menyinari bumi dengan sangat terik sehingga, kulit wajah yang sudah mengendur milik pria dengan papan roda itu terlihat sangat jelas. Pria itu bernama Saepudin atau biasa dipanggil Saep. Saep adalah seorang pedagang kantong anti repot atau masyarakat lebih mengenal dengan sebutan kantong plastik.

Ia berhenti ditempat bayangan gedung pasar, rupanya sedang berteduh untuh beristirahat sejenak. "Anti repotnya a" kalimat pertama yang ia keluarkan ketika saya menghampirinya. Saep mengeluarkan botol dari tas miliknya untuk mengisi cairan tubuh yang hilang, lalu setelah itu kami saling berbincang.

Setiap pagi hari, Saep mengatakan duduk diatas papan berbentuk persegi panjang yang ia buat bersama anak tunggalnya, lalu mulai mendorong jalanan agar papan tersebut bisa berjalan. Ia menyusuri pasar untuk menjajaki kantong plastik dan menawari kepada masyarakat yang sedang berbelanja di pasar.

Pendapatan dari hasil menjajakan kantong plastik tidaklah banyak namun ia mengaku bahwa masih banyak masyarakat yang merasa iba dan memberinya sedikit uang yang sekiranya bisa untuk makan. "Hasilnya gak seberapa, tapi masyarakat mungkin kasihan karena kondisi saya akhirnya ngasih uang".

Saat ini Saep berusia 57 tahun, ia mempunyai istri dan anak tunggal, kondisi yang ia alami bermula saat ia menginjak usia kepala empat. Saep menceritakan hal yang bisa membuat dirinya tidak bisa lagi menggunakan kakinya untuk beraktivitas.

Kala itu Saep adalah karyawan dari salah satu Koperasi Simpan Pinjam, atau masyarakat mengenal ia adalah seorang Bank Keliling. "Dulu saya seorang bank keliling atau rentenir, kerjaannya nagihin orang yang ngutang". Sebelum menjadi rentenir ia adalah seorang supir angkot pedesaan, merasa bahwa hasil menjadi supir angkot tidak memuaskan akhirnya ia ditawari menjadi rentenir oleh temannya yang kala itu berprofesi sebagai rentenir pula, "Waktu itu narik angkot hasilnya gak seberapa, lalu ditawari oleh teman sekampung jadi rentenir akhirnya saya ambil".

"Di tahun 2010an, Koperasi Simpan Pinjam disini lagi marak jadi gaji perbulannya lumayan" Ujar Saep ketika ditanya mengapa pekerjaan tersebut ia ambil. Masyarakat banyak yang meminjam uang di Koperasi Simpan Pinjam, namun bunga yang dikeluarkan sangatlah tinggi. Hingga akhirnya beberapa tahun kedepan banyak yang tidak mengizinkan rentenir untuk masuk kedalam perkampungan dikarenakan sering terjadi keributan antara peminjam dengan rentenir yang memaksa untuk melunasi hutangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun