Mohon tunggu...
Linda DwiFebriana
Linda DwiFebriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai aku Linda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Resistensi: Usaha Difabel dalam Membangun Kehidupan yang Layak

10 November 2022   15:33 Diperbarui: 10 November 2022   16:08 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterbatasan yang dimiliki seorang difabel sering dianggap sebelah mata oleh masyarakat sekitar. Namun, itu bukanlah suatu halangan bagi Bapak Ahmad Yasin untuk dapat membuktikan bahwa ia mampu untuk bersanding dengan orang-orang nondifabel. Bapak Yasin merupakan seorang penyandang disabilitas tuna daksa. Beliau mengidap virus polio pada saat umur 2 tahun yang membuat kaki Bapak Yasin sulit untuk di gerakkan. Meskipun memiliki keterbatasan, beliau sangat aktif dalam beberapa kegiatan dalam komunitas difabel. Selain menjadi koordiantor kecamatan PERPENCA, beliau juga ketua forum disabilitas Pena Nusantara dan ketua DMI (Difable Motorcycle Indonesia). Bahkan saat ini beliau sedang menempuh pendidikan di Universitas PGRI Argopuro jurusan Pendidikan Luar Biasa beriringan dengan pekerjaannya sebagai teknisi elektronik.

Kegemarannya dalam elektronik sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar merupakan awal mula Bapak Yasin menekuni pekerjaan ini. Dari kecil beliau memiliki cita-cita sebagai seorang ilmuan dan kagum dengan barang elektronik. Berawal dari hobi yang otodidak lalu belajar tentang elektronik dan berlanjut sampai SMA. Lulus SMA beliau melanjutkan pendidikan ke Universitas Muhammadiyah Fakultas Teknik Elektro. Cita-cita dan juga hobi dari kecil ini lah yang akhirnya menjadi profesi untuk Bapak Yasin. 

Sebelum berwirausaha seperti sekarang Bapak Yasin sempat melamar pekerjaan setelah lulus dari perguruan tinggi, di salah satu stasiun televisi di Jakarta yakni di RCTI dan Indosiar. Dimana pada saat itu Indosiar membuka lowongan pekerjaan untuk penyandang difabel. Disana beliau bertemu dengan Pak Munir yang merupakan seorang difabel yang bekerja di Indosiar bagian gudang yang menyetak keluar masuknya alat. Namun saat melamar pekerjaan disana tidak di terima, akhirnya beliau kembali ke Desa dan memilih berwirausaha. Beliau juga sempat mengikuti tes CPNS pada tahun 1990-an namun masih gagal. Beberapa usaha yang dilakukan Bapak Yasin seperti usaha wifi dan berjualan kripik sempat dilakukan namun karena terkendala perijinan dalam usaha wifi dan juga dalam berjualan kripik kurangnya modal dan keterbatasan waktu akhirnya tidak dilanjutkan. 

Pak Yasin sempat melakukan terobosan dengan pelatihan-pelatihan dengan cara homeschooling. Mendatangi rumah ke rumah bagi para disabilitas lainnya yang ingin belajar mengenai elektronik sebagai harapan orang-orang ini memiliki skill untuk modal bekerja. Namun hal ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya support. selama Pak Yasin bekerja masih banyak menemui kendala. 

Bantuan dari pemerintah juga banyak yang tidak sampai ke teman-teman difabel. Beruntungnya, dari teman-teman BPD mendukung para penyandang difabel. Jadi penyaluran dan juga perhatian sudah tersalurkan. Namun dalam bentuk diskriminasi, Pak Yasin masih sering mendapatkan diskriminasi dari masyarakat. Seperti contohnya saat beliau sedang belanja komponen untuk teknik elektroniknya sering dikira sebagai pengemis dan tidak sedikit masyarakat yang memberikan uang kepada beliau. Selain itu, tidak sedikit juga orang-orang yang tidak membayar jasa servis elektronik Pak Yasin dan meremehkan hasil kerja beliau. 

Menarik memang jika berbicara tentang cara bertahan komunitas atau aktor difabel ini, mengingat berbagai bentuk dan tindakan yang mereka lakukan seperti layaknya manusia normal. Tindakan ini bisa ditilik dalam kajian sosiologis yang sangat aplikatif terhadap fenomena-fenomena sosial yang ada. Mead dalam bukunya yang berjudul "Mind, Self & Society. Berbicara terkait dengan tahapan tahapan tindakan yang berasal dari dalam pikiran dan dorongan dari luar untuk diaplikasikan dalam realitas sosial. 

Konsep sosiologis Herbert Mead tentang Mind menjadi refleksi tindakan yang dilakukan oleh para penyandang disabilitas. Misalnya saja ketika aktor disabilitas yakni Pak Yasin ia menyadari bahwa ia memiliki kekurangan dan sulit untuk bersaing dalam dunia usaha. Dalam benaknya jika ia hanya menyerah dan tidak melakukan usaha apapun hal yang terjadi ialah ia tidak bisa menghidupi dirinya sendiri dan orang lain yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam eskalasi konsep sosiologis Mead juga menerangkan bahwa ketika tindakan yang ada di dalam pikiran akan terrealisasi pada saat ada sebuah kebutuhan. Mead menyebutnya sebagai tahapan impuls. 

Dari tahapan awal inilah tindakan-tindakan individu menemukan ruang geraknya. Ketika kemunculan kebutuhan akhirnya membuat aktor difabel yakni Pak Yasin mencari sebuah tindakan atau usaha yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam konteks inilah Pak Yasin dengan berbagai kebutuhan khususnya mulai mencari jalan untuk bisa merrealisasikan pemikiran atau gagasannya yakni untuk memenuhi kebutuhan dengan cara berwirausaha. Dua tahapan terakhir dalam analisa Mead terkait dengan pemikiran atau Mind yakni terjadinya manipulasi dan konsumsi. Ini ditandai dengan adanya pemetaan tindakan-tindakan kecil serta disangkutkan dengan analisa mendalam. Pak Yasin sebagai aktor difabel yang notabene memiliki kekurangan dalam hal fisik ia mencari cara atau jalan supaya kekurangannya tidak membuat semangat juangnya runtuh.

Yasin pada akhirnya memetakan bagaimana perjalanan hidupnya dan apakah dari pengalaman hidup bisa dijadikan landasan untuk membuat usaha baru seperti usaha dalam bidang elektronik atau terjun dalam bidang olahraga sebagai bagian dari minatnya. Untuk tahapan terakhirnya ialah bagaimana aktor difabel bisa berupaya bertahan hidup ditengah-tengah dominasi kebijakan yang tidak menyentuh komunitas mereka. Cara dan aksi yang dilakukan seperti dalam eskalasi teori Mead yakni konsumsi atau eksekusi tindakan dari berbagai pertimbangan awal. Yasin sebagai salah satu aktor difabel yang lantang menyuarakan pendapat di muka umum menjadikan bisnis elektro sebagai aktivitas penunjang hidupnya, hal ini dipilih karena pengalaman hidupnya tidak jauh dan lepas dari elektronik. Hal ini didukung oleh latar belakang pendidikan sekolah menengah Yasin sebagai lulusan elektronik di salah satu sekolah di Kabupaten Jember. 

Tidak semua kaum difabel mampu untuk melawan rasa malu mereka dengan adanya dikriminasi yang ada. Tidak banyak kaum difabel yang seperti Bapak Yasin yang memiliki kemampuan tersendiri yang dijadikan pembuktian bahwa mereka sama. Masih banyaknya orang-orang difabel yang ditutupi oleh keluarga mereka karena malu dan takut dengan diskriminasi terhadap kaum difabel. Dengan banyaknya komunitas difabel dan juga pelatihan-pelatihan kerja bagi para difabel ini diharapkan bahwa kaum difabel juga mampu untuk mendapatkan pekerjaan yang sama. Dan tidak ada lagi anggapan seorang difabel tidak bisa apa-apa. 

Penulis: 

Muhammad Fatkhunidhom 

Nindya Andwitasari 

Linda Dwi Febriana 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun