Mohon tunggu...
Lina M
Lina M Mohon Tunggu... Lainnya - Wisteria

There's gonna be another mountain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sekuntum Kacapiringku Pecah

21 Maret 2020   09:31 Diperbarui: 21 Maret 2020   15:20 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Meski ia terluka hingga berdarah, berjalan pincang, rambutnya tidak rapi lagi, bajunya kotor dan lebam tetapi ia akan tetap tersenyum padaku dan mengatakan,

"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." Lalu segera mengajakku pulang. Setelah mengantarku sampai depan rumah, ia akan berlari pulang. Aku tidak mengerti apa yang membuatnya selalu tergesa-gesa pulang.

Segala sesuatu yang terjadi pada Aline, aku hanya menatap datar dengan pandangan kosong. Aku terlalu penakut untuk menghadapi orang-orang angkuh yang menyakiti Aline. Aku terlalu takut untuk terluka dan terlalu mudah menangis.

"Ferdinant," panggilnya. Aku tersenyum. Hatiku bersorak mendengarnya, ia masih mengenal dan mengingat namaku. "Terima kasih masih mengenalku. Aku turut bahagia melihatmu. Syukurlah kita bertemu kembali dimana kita sudah sama-sama dewasa, telah melewati berbagai hal dan pencapaian," katanya. Nada suaranya lugas namun dalam. "Hai Ferdinant!" Ia menyapaku. Kaku!

Kami bercakap-cakap dan berdiskusi dengan asyik hingga tidak menghiraukan dinginnya roof top dan angin malam. Aku menanyakan banyak hal, dan ia menjelaskan banyak hal pula. 

Pembicaraan kami terhenti setelah munculnya ruam kemerahan di ufuk timur. Aku tersenyum pasrah seolah marah pada semesta mengapa orbit bumi terlalu cepat. Sedangkan Aline tidak pernah membersitkan emosinya, selalu datar dan datar.

Ia berdiri. Keajaiban muncul ketika ia menarik garis bibirnya di hadapanku meski hanya ala kadarnya. Aku menerima jabat tangannya dengan hangat.

"Sampai jumpa, Aline," kataku. Namun Aline menggeleng lantas mengatakan. "Aku tidak ingin mengenalmu lagi. Selamat tinggal!"

Ia mundur dan menjauh. Meninggalkanku yang masih berdiri mematung.

Aline berjalan tenang. Ia memicingkan mata ketika mendengar suara tangis laki-laki yang sesungguhnya menyayat hatinya. Matanya berkaca-kaca, tangannya menggenggam erat kuntum bunga kaca piring untuk menahan emosi yang meluap-luap.

"Aku tidak boleh menangis. Aku baik-baik saja!" batinnya. "Aku tidak mungkin bertahan dengan manusia secengeng itu, hanya membuatku lelah saja!" Aline membuang bunga kaca piring.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun