Beberapa tahun lalu, kita terbiasa mendengar para pengusaha mencari lahan perkebunan dengan luasan minimal sekitar 5.000 hektar, 10.000 hektar hingga ratusan ribu hektar. Jika 1 hektar adalah 10.000 meter persegi berarti jika luas 5.000 hektar  berarti luasnya sama dengan 50.000.000 meter persegi. Lahan seluas tersebut jarang dapat ditemukan di pulau Jawa. Kebanyakan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan atau di Papua.
Mengapa?
Karena, di empat pulau besar Indonesia, masih banyak terdapat banyak lahan hutan yang luas, penduduk yang jarang, dan kebanyakan luasan areal tersebut didiami oleh kelompok satwa liar yang tidak memiliki perlindungan hukum yang cukup diperhatikan.
Para pengusaha yang akan mengajukan permohonan melakukan pendekatan kepada penguasa, yang dalam hal ini kementerian terkait pemilik kewenangan hutan alias menteri kehutanan. Dengan kong kalikong, penguasaha meminta pemetaan hutan, lalu, dibuat pola sasaran areal yang akan diajukan sebagai rencana areal perkebunan. Dengan modal ketebelece dari pusat pemerintahan, pengusaha bernegosiasi dengan kepala daerah, selaku yang punya wilayah. Bicara harga pajak on table dan under table, supaya mendapat stempel basah kepala daerah, jadilah izin perkebunan dari daerah yang menjadi modal persetujuan ke pemerintah pusat.
Dengan alasan perencanaan lahan perkebunan, para pengusaha segera mengantongi hak pengusahaan lahan dengan luas ribuan, ratusan ribu bahkan hingga jutaan hektar. Alasan perkebunannya pun beragam. Ada alasan untuk lahan kebun sengon, kebun meranti, atau perkebunan kelapa sawit. Apakah demikian yang betulan terjadi?
Tidak!!!
Banyak dari pengusaha perkebunan yang berubah menjadi penguasa hutan, hanya merampok, dan sibuk menebangi kayu-kayu dan pepohonan yang bernilai mahal untuk dijual sebagai kayu yang bernilai tinggi. Dari nilai penebangan kayu, uang puluhan milyar mengalir menggantikan nilai retribusi yang tidak seberapa yang telah dikeluarkannya.
Lalu....
Hak pengusahaan hutan dijadikan agunan pula. Apakah untuk membuat rencana perkebunan?Â
Kebanyakan tidak.Â
Para pengusaha yang mengantongi izin pengelolaan hutan yang sudah menggunduli hutan, menyodorkan lahan dengan luas ribuan bahkan hingga jutaan hektar tersebut ke Bank. Dengan kondisi hutan yang sudah gundul, para pengusaha memberikan argumen, lahan siap tanam. Lebih bernilai.Â