Mohon tunggu...
Herlina Butar
Herlina Butar Mohon Tunggu... Administrasi - NGO Lintas Rakyat

Cuma orang yang suka menulis saja. Mau bagus kek, jelek kek tulisannya. Yang penting menulis. Di kritik juga boleh kok. Biar tahu kekurangan....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perlukah Debat Capres?

16 Januari 2019   04:50 Diperbarui: 16 Januari 2019   12:16 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Minggu ini, publik kembali panas dengan rencana KPU untuk menyelenggarakan debat calon Presiden (capres). Rencananya, debat capres akan dilangsungkan hari Rabu, 17 Januari 2019 di Gedung Bidakara.

Debat capres tentu sangat dinantikan publik. Masyarakat Indonesia sangat ingin tahu dan ingin mendengar sendiri, rencana-rencana yang akan dilakukan oleh para calon presiden ini dalam rangka membawa Indonesia menjadi lebih baik.

Dalam salah satu pidato umum, salah satu capres berpidato dengan sangat berapi-api, semangat dan kebanyakan terangkai dari kalimat-kalimat negatif yang memiliki tujuan untuk menjatuhkan lawan. Tetapi yang tercipta justru kesan menjelek-jelekan negara sendiri. Mulai dari menjelek-jelekan tentara, bulog hingga seperti Indonesia kekurangan air. Padahal tahu sendiri, banjir masih sering menjadi musibah umum di banyak daerah di Indonesia, bahkan di ibukota negara. Menjatuhkan lawan tidak arus dengan menjelek-jelekkan. Kadang, dengan pujian, kita bisa menjatuhkan lawan.

Lain lagi capres yang satunya. Capres yang satu berpidato malah terkesan seperti sedang menyampaikan laporan. Datar dan tanpa emosi. Secara keseluruhan, isi pidato hanya menyiratkan laporan-laporan pekerjaan. Alunannya penyampaiannya terkesan seperti ingin terlihat sebagai orang baik, tetapi kurang mampu menjaring emosi masyarakat yang sedang sibuk berpikir tentang calon presiden pilihannya. Kurang greget.

Ini suasana persaingan. Cara-cara pidato seperti ini, seperti timpang dan kurang seimbang. Bangsa ini harus belajar bagaimana bersaing dengan keras, lugas tetapi secara sehat. Apalagi persaingan antar negara di dunia ini semakin keras seperti cadas.

Melihat pidato-pidato calon presiden tersebut, masih banyak kekurangan yang mungkin harus diselesaikan oleh KPU.

KPU bukan dibayar oleh partai atau oleh perorangan, tetapi KPU dibayar oleh uang pajak rakyat. KPU dibayar mahal untuk melakukan pekerjaannya. Menjadi semacam keharusan, bahwa KPU "harus" mampu menyajikan calon-calon yang berkwalitas untuk dipilih oleh rakyat yang membayar KPU.

Dalam pikiran sebagai rakyat Indonesia, Negara membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjadi sebuah badan atau lembaga yang mampu mencari dan menampung warga negara yang berminat menjadi penyelenggara negara. Kemudian, KPU harus menjadi lembaga yang melakukan seleksi para calon kandidat, yang berkwalitas dan yang tidak berkwalitas. Menyingkirkan yang tidak berkwalitas, sehingga hanya yang berkwalitas yang layak maju untuk mengikuti pemilihan umum. Untuk itulah KPU dibentuk, serta dibayar mahal dari uang rakyat Indonesia.

Sejatinya, KPU harus menyuguhkan tontonan politik dimana masing-masing para calon presiden berpidato tentang visi-misi. Setelah itu KPU mempersiapkan panelis-penelis yang ahli di bidang masing-masing. Panelis  memberikan ujian berupa pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut permasalahan umum di negara ini yang harus dijawab oleh para capres. Lalu, para capres harus mampu memberikan solusi-solusi atas permasalahan tersebut secara rasional, logik dan sistematis.

Lalu, pada akhirnya, panelis memberikan resume atas jawaban-jawaban para capres.

Sebagai rakyat, saya berharap KPU tidak menjadi lembaga yang lebih banyak melayani celotehan elite-elite partai. KPU harus independen, mampu menjadikan penyelenggaraan Pemilu lebih baik tahun ke tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun