Mohon tunggu...
LINA MUSA
LINA MUSA Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Sekolah Dasar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengawas Sekolah Dasar, Instruktur Nasional Kurikulum 2013, Fasilitator Daerah MGPBE, Fasilitator Kependidikan, Fasilitator SPMI Lahir di Paguyaman 12 Juni 1965, Pendidikan S1

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Tradisi Mohimelu

13 April 2022   16:30 Diperbarui: 13 April 2022   16:37 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jelang Ramadhan. Ada tradisi unik a la kampung. Tradisi mohimelu. Kata “mohimelu” punya arti menyapa atau menyambut, berasal dari kata “yimelu” (sapaan/sambutan). Tradisi saling menyapa  adalah tradisi universal.  

Tetapi mohimelu bagi orang Gorontalo. tidak hanya berlaku untuk sesama manusia ketika saling bertemu. Tetapi juga berlaku untuk menyapa syariat Islam.  Tradisi menyapa/menyambut ramadhan.

Untuk menyapa/menyambut bulan Ramadhan, orang Gorontalo mengenal  istilah “huwi lo yimelu”. Huwi berarti malam. Huwi lo yimelu adalah ekspresi orang Gorontalo menyambut  awal Ramadhan.  Huwi lo yimelu identik dengan malam pertama sholat tarawih dan makan sahur.

Kepastian huwi lo yimelu diketahui setelah dilakukan “tonggeyamo”. Dalam bahasa kekinian, hisab rukyat. Sebuah prosesi ilmiah berbasis syar’i untuk menetapkan 1 Ramadhan. 

Dulu dilakukan oleh pemerintah lokal (buwatula towulongo). Sekarang tidak lagi. Peran itu sudah digeser teknologi. Hasilnya langsung ketahuan, cukup mendengarkan siaran TV, bahkan bertebaran di jagat medsos.

Zaman dulu, orang Gorontalo menganut cara hitung manual. Berpedoman pada hitungan bulan qomariyah (bulan di langit). Hingga kini, masih ada orang kampung yang meyakini hitungannya. Lalu menggelar huwi lo yimelu mendahului, tak peduli keputusan pemerintah.

Huwi lo yimelu diekspresikan dengan penuh suka cita, bersama sanak keluarga. Sekaligus juga menjadi malam yang mencekam bagi mahluk lain berkebangsaan unggas. 

Saya ikut ngeri, tak tega melihat cucuran darah ayam di antara hentakan kaki dan kepak sayapnya saat disembelih. Giliran tersaji di atas meja, rasa ngeri berubah lahap. Andai tak ada yang mengawasi, terjadi perang saudara di meja makan.

Ayam kampung seperti menjadi “tumbal” pada malam itu. Ratusan hingga ribuan ekor. Bayangkan saja, kalau sekampung ada 200 KK, maka minimal ada 200 ekor ayam kampung yang menjerit dan meronta jadi korban. 

Itu baru satu kampung, coba satu kabupaten, satu provinsi, belum lagi orang Gorontalo di perantauan. Hitung saja. Ini menjadi peluang bisnis bagi yang berbakat.

Mongolota maluo atau menyembelih ayam adalah tradisi yang menyertai huwi lo yimelu. Karena tradisinya di kampung, ayamnya pun harus sekampung. Tidak peduli jantan, atau betina, asalkan masih pranggang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun