Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

(3) Jalan Kaki ke Sekolah

15 Januari 2023   12:08 Diperbarui: 15 Januari 2023   12:24 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Ini lanjutan cerita 1 dan 2 sebelumnya).

Jalan Kaki ke Sekolah

Rumah opungku, dari pihak bapak berada di Sosor Ganda, sebuah huta di wilayah Parbaba, Pulau Samosir. Sosor Ganda ini terletak di titik yang relatif tinggi sehingga saat aku buka jendela dapur, aku langsung bisa lihat Danau Toba jauh di bawah sana di sebelah barat. Pintu utama rumah kami menghadap matahari terbit, jendela dapur di bagian ujung, sebelah barat menghadap ke jejeran Bukit Barisan di sepanjang sisi barat danau itu. 

Sekolahku di tepi danau. Aku dan anak-anak kampungku dan kampung-kampung yang lain jalan kaki ke sekolah. Ada banyak kampung di Pulau Samosir. Pada masa itu, nggak masuk akal kalau ada anak yang naik kendaraan umum sekalipun ke sekolah sekalipun rumah mereka terletak di sisi kiri atau kanan jalan raya. Bagi para murid yang rumahnya berada jauh dari jalan raya, sudahlah, dalam mimpi pun mereka tak akan merindukan naik kendaraan ke sekolah, pada zaman itu ya! Sekarang sudah beda sebab jalan-jalan sudah mulai dibangun, paling tidak mobil sudah bisa masuk dari jalan raya utama ke Sosor Ganda. 

Kuperkirakan, perlu waktu sekitar 20 sampai 30 menit berjalan kaki dari Sosor Ganda ke SD Impres Parbaba yang terletak di tepi danau itu. Masa yang aneh kalau dilihat dari masa sekarang sebab pada waktu aku kelas I SD itu, di rumah opungku tidak ada jam dinding yang menunjukkan tanda-tanda waktu. Seingatku, rumah-rumah penduduk yang lain di kampungku dan kampung tetangga juga jarang mempunyai jam dinding sebagai penunjuk waktu.

Aneh. Setiap pagi, seolah para murid sekolah itu sudah punya jam penanda waktu dalam diri mereka. Mungkin itulah kebiasaan pada saat itu. Tak perlu jam dinding, jam tangan, apalagi hand phone. Kata itu saja belum ada pada waktu aku SD, perbendaharaan kata "hand phone" belum ada. Kalau mau melakukan telepon, orang harus pergi ke ibukota kecamatan di Pangururan. 

Dari sana bisa melakukan percakapan dengan saudara yang ada, misalnya, di Jakarta. Ini pun dilakukan orang untuk hal-hal yang sangat penting saja. Telegram sudah ada. Berita telegram adalah berita-berita penting yang hanya terdiri dari beberapa baris kalimat pendek saja. 

Seperti apa pun cuaca, lalui. Begitu. Tidak ada alasan tidak pergi sekolah karena hujan. Seingatku begitu. Repot kalau hujan. Jalanan menjadi licin karena tekstur tanah di Parbaba itu di bagian jalan liat. Gampang menjadi licin kalau sudah kena hujan. Di musim kemarau mudah menjadi keras dan berdebu.

Biasanya, aku serapan dulu di pagi hari sebelum berangkat sekolah. Opung Boru (nenek) menyiapkan serapan pagi. Lalu aku bergabung dengan anak-anak tetangga jalan kaki ke sekolah. Kami akan melewati beberapa kampung sebelum tiba di jalan raya. Setelah Sosor Ganda, kami akan melewati sebuah rumah dekat kolam, itulah kolam Opung Samsir, dekat pohon mangga milik opungku. Di bawah pohon mangga ada rerumpunan tumbuhan pandan berduri yang biasa dipakai opungku untuk membuat tikar dan bakul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun