Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tutup TPL alias Indorayon Pembawa Bencana...!

15 April 2010   12:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:47 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum Kemenyan Kita Punah

[caption id="attachment_119196" align="alignleft" width="300" caption="PT TPL merambah dan merusak kebun kemenyan milik warga Pandumaan dan Sipituhuta; Agustus, 2009. (Foto oleh: LTS) "][/caption]

Tadi sore saya berbicara lewat telepon dengan Pak Monang Naipospos ketika saya berada di KSPPM, Parapat. KSPPM adalah singkatan dari Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat yang berdiri pada permulaan tahun 1980-an merespon keadaan sosial, politik dan budaya yang repressif pada masa itu hingga ke masa runtuhnya rezim Soeharto. Salah satu peristiwa penting yang sampai menginternasional yang pernah KSPPM aktif terlibat didalamnya adalah mendampingi dan mengadvokasi warga Porsea dan sekitarnya untuk menutup PT Inti Indorayon Utama (IIU). Berhasil. Sayang seribu sayang, pada masa pemerintahan Megawati, PT IIU ini berganti nama menjadi PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan janji-janji yang terbukti palsu.

Inti pembicaraan saya dengan Pak Monang Naipospos, sekretaris jenderal Parmalim Hutatinggi adalah bagaimana menggugah partisipasi masyarakat tidak hanya masyarakat Sumut untuk membela dan mendukung perjuangan para petani kemenyan dan juga masyarakat lainnya yang hak-hak dasar mereka sedang dalam permasalahan. Di Sumut, PT TPL banyak melakukan perampasan tanah milik warga dengan cara berlindung di balik ketiak pemerintah lewat berbagai izin yang dikeluarkan oleh pemerintah yang masyarakat sendiri seringkali tidak tahu.

"Bahkan, kota Pangururan itu masuk dalam wilayah register", begitu celetuk Pak Monang.

"Jangan-jangan, rumah ompung saya yang di Samosir itu juga masuk dalam wilayah register pula? Kalau Pangururan saja masuk, bisa jadi kampung kami di sana juga masuk", jawab saya.

Samosir tak jauh dari Pangururan; Danau Toba mengelilingi pulau ini.

Menyedihkan.

Di KSPPM hari ini saya bertemu dengan seorang ibu yang berasal dari Dolok Sanggul. Saya bertanya kepada ibu ini apakah kampungnya dekat dengan Pandumaan dan Sipituhuta - dua desa di Kabupaten Humbang-Hasundutan dalam beberapa waktu belakangan ini harus berhadap-hadapan dengan PT TPL yang merambah dan memotong sebagian hutan kemenyan mereka yang jaraknya puluhan km dari kedua desa.

Ternyata, PT TPL juga melakukan hal yang saya di kampung ibu yang saya bertemu dengannya hari ini. Seluas 25 ha tanah milik warga Sait Ni Huta di Dolok Sanggul beberapa waktu yang lalu dikontrak oleh PT TPL kepada warga. Tahun 2007 awal, warga desa ini mulai melihat hal-hal yang tidak beres sehingga setelah PT TPL menjual kayu pinus dari lahan 25 ha itu, warga pun mengambil alih lahan mereka itu dengan cara menanami pohon-pohonan.

PT TPL beberapa kali menyemprot tanaman warga di atas lahan 25 ha tersebut dan menanami eukliptus. Ketika PT TPL tidak ada, warga mencabuti eukaliptus tersebut. Kejadian ini berlangsung sampai beberapa kali hingga ketua kelompok CU Sait Ni Huta mengetahui bahwa KSPPM telah bergerak mendampingi warga Pandumaan dan Sipituhuta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun