Cerbung: Cerita Anak ( Judul : Kisah Kelinci Yang Bijak ) episode 1
( Keluarga Lilo, si kelinci kecil berbulu putih )
Di kaki pegunungan hutan yang sunyi, tersembunyi dari segala hiruk-pikuk dan waktu yang sibuk, ada sebuah desa kecil yang jauh dari suasana gemerlap lampu, tak ada suara mesin, hanya desir angin yang menyapa pepohonan dan gemericik air dari sungai yang mengalir jernih di antara batu-batu tua.
Di ujung desa itu, hiduplah seekor kelinci muda yang bernama Sagara. Ia seekor kelinci yang pendiam, tidak suka berbicara dengan keras, suaranya sangat lembut sekali, bahkan terdengar sangat hangat penuh ketulusan dan kesabaran. Ia juga sangat rajin bekerja menanam wortel di kebun belakang rumahnya yang kecil.
Sagara juga pemuda yang sangat sopan dan sederhana dalam perilaku, langkahnya tak pernah tergesa. Ia berjalan seolah waktu tak mengejarnya. Seperti air sungai yang mengalir, pelan tapi tak pernah berhenti, membawa kesegaran ke ladang-ladang kering, menyejukkan hati yang gersang.
Warga hutan sangat menyukai dan segan kepadanya karena kehadirannya selalu meneduhkan siapa pun yang bertemu dan ada di dekatnya. Anak-anak pun suka duduk di dekatnya hanya untuk mendengarkan suaranya yang lembut, seperti angin sepoi mengusap wajah, saat ia bercerita kisah-kisah lucu yang sarat dengan pesan bijak.
Pemuda ini pun sangat suka belajar, berlatih kebaikan dan hidup dalam keheningan yang damai. Terbukti ia sering berkunjung ke tempat Raja Singa, bersama Sang Kancil sahabatnya yang cerdik dan pintar, mereka selalu belajar ilmu kehidupan kepada Raja Singa, yang sudah mereka anggap sebagai guru mereka yang bijaksana, di antara semua binatang di hutan itu.
Pemuda Sagara sangat rajin belajar, dia banyak bertanya tentang kebaikan, fenomena kehidupan, dan hal-hal baik lainnya. Raja Singa pun senang dengan Sang Pemuda Sagara, beliau sering memberi pesan-pesan bijak sebagai petuah kebaikan kepada Pemuda Sagara dalam menjalani kehidupannya yang lebih baik lagi.
Pernah suatu hari, ada binatang lain yang bertanya kepada Pemuda Sagara. " Mengapa engkau selalu tampak tenang? Tidakkah dunia ini kadang membuatmu marah, sedih, atau kecewa seperti kami?". Pemuda Sagara menatap sang penanya lama sekali, sambil berpikir dengan bijak, lalu ia tersenyum sambil menunjuk ke danau di bawah lereng.
"Lihatlah danau itu saat pagi tiba. Ia memantulkan cahaya matahari tanpa bergelombang. Tenangnya bukan karena ia tidak mengenal angin, tapi karena ia dalam dan jernih. Demikianlah jika engkau ingin damai, jangan halau angin, tapi jernihkanlah hatimu."
"Dunia ini penuh riak, penuh suara, tetapi memang begitulah adanya. Tapi bukan dunia yang membuat kita gelisah, melainkan batin yang belum mengenal diam, akan membuatmu seolah melihat yang tak sesuai harapanmu," Pemuda Sagara melanjutkan penjelasannya.