Tahun ini lulusan sekolah kami, MA Miftahul Anwar Bayongbong Garut  ada beberapa yang masuk perguruan tinggi negeri. Bahkan tiga orang diantaranya masuk ITB. Prestasi siswa di sekolah perkampungan dengan fasilitas yang minim ini termasuk luar biasa, bahkan ketiga siswa ini mendapat reward, masing-masing  berupa uang Rp 12.500.000,- dan sebuah laptop dari departemen agama serta fasilitas uang saku setiap bulannya.
Namun entah mengapa, jumlah pendaftar di sekolah kami masih sedikit. Baru sekitar 75 siswa. lebih sedikit dari tahun kemarin. Hal ini membuat kami merasa resah. Karena berkurangnya jumlah kelas, akan mempengaruhi jumlah rumble dan jam mengajar. Hal ini akan berimbas pada laporan pencairan insentif baik itu sertifikasi maupun fungsional dan insentif lainnya.
Sebenarnya kalau bagiku yang memegang mata pelajaran dengan jumlah jam 4jam perkelas, masih tetap aman. Akan tetapi, jumlah pendaftar 75 itu belum tentu bisa bertahan. Mengapa demikian?
Karena sekolah kami yang berada di lingkungan pertanian, kadang saat panen dan musim tanam tiba, siswa-siswa di sekolah kami banyak yang harus membantu orangtuanya di kebun atau di ladang.
Karena masih banyak orangtua belum sadar  pendidikan dan terbentur oleh masalah ekonomi. makanya anak-anak banyak yang menjadi korban bekerja usia dini dan menikah usia dini. Hal itu dikarenakan karena faktor kesadaran akan pendidikan orangtua yang masih kurang.Â