Mohon tunggu...
Lilis Sifa Alfiana
Lilis Sifa Alfiana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Money

Analisis Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan dalam Penangnan Pandemi Covid-19

22 November 2020   22:27 Diperbarui: 4 Juni 2021   11:22 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah hampir 6 bulan lamanya, Indonesia berjuang mengatasi pandemi Covid-19. Tidak hanya berdampak pada sisi kesehatan, pandemi Covid-19 juga membuat berbagai aspek kehidupan lain, contohnya pada kegiatan ekonomi nasional melambat, pendapatan masyarakat berkurang, pengangguran bertambah, angka kemiskinan yang meningkat, dan derajat kesejahteraan menurun. 

Pada akhir Juli 2020, banyak pekerja formal maupun informal yang terdampak Covid-19 dan jumlahnya mencapai 3,5 juta orang. Tingkat kemiskinan pada Maret 2020 naik menjadi 9,78 persen . Dampak Covid-19 berpotensi menambah jumlah penduduk miskin antara 3,01 hingga 5,70 juta orang.

Peningkatan kasus Covid-19 selanjutnya berdampak pula pada melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional,  penerimaan negara yang menurun, serta meningkatnya perbelanjaan dan pembiayaan negara. Badan Pusat Statistik mencatat, pada tiga bulan terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif atau mengalami  penyusutan -5,32 persen year on year (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan capaian sebelumnya yaitu sebesar -2,97 persen (yoy).

Kinerja penerimaan pajak juga mengalami penyusutan. KEMENKEU mencatat, sampai dengan akhir Juli 2020, penerimaan pajak menyusut 14,7 persen (yoy), turun dari Rp 705,6 triliun menjadi Rp 601,8 triliun pada bulan yang sama. Anjloknya penerimaan pajak ini sejalan dengan lesunya kinerja ekonomi akibat COVID-19 selama tujuh bulan terakhir. Di sisi lain, pengeluaran negara justru meningkat untuk sektor kesehatan, perlindungan sosial, serta dunia usaha melalui pemberian modal usaha.

KEMENKEU juga mencatat, defisit APBN hingga Juli 2020 mencapai 2,01% dari PDB atau senilai Rp 320,2 triliun . Pendapatan negara yang hanya mencapai angka Rp 932,2 triliun, sedangkan perbelanjaan negara meningkat mencapai angka Rp 1.252,4 triliun seiring dengan program pemulihan sektor ekonomi nasional. Dampak pandemi Covid-19 mengharuskan pemerintah melakukan berbagai upaya luar biasa, baik di bidang kesehatan, di bidang ekonomi, ataupun kesejahteraan sosial. Secara garis besar, langkah-langkah tersebut dapat dilihat dari sisi kebijakan fiskal dan moneter.

Upaya antisipasi perekonomian yang semakin menurun dan sebagai langkah lanjutan untuk memperkuat stabilitas moneter dan pasar keuangan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa keuangan  dan Lembaga Penjamin Simpanan  melakukan sejumlah kebijakan untuk memperkuat stabilitas moneter yang berujung kepada sektor pertumbuhan ekonomi. 

Gubernur BI  membuat kebijakan yang ditempuh untuk memperkuat stabilitas ekonomi sesuai dengan kewenangan BI dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Perpu No.1 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dalam rangka menghadapi krisis Perekonomian Nasional atau Stabilitas Sistem Keuangan yang telah ditandatangani Presiden Jokowi. ( Bank Indonesia, 2020).

Adanya kewenangan ini memperlihatkan kehendak BI untuk mengalihkan fungsinya. Berubah menjadi pemain yang lebih aktif lagi dalam sektor perekonomian. Dinilai dari sisi penyuplaian uang, menggunakan model semacam ini, pengelolaan terhadap dampak inflasi moneter yang merupakan ancaman tradisional setiap upaya meningkatkan jumlah penyuplaian uang menjadi lebih mudah dikelola.

Apabila ditinjau lebih argumentatif lagi, model Quantitative Easing yang dipraktekkan oleh banyak bank sentral setelah krisis tahun 2008, tidak pernah berdampak besar terhadap meningkatnya inflasi. Salah satu penyebabnya adalah model penerapan di masa  itu di mana bank sentral membeli obligasi pemerintah di perbankan dan institusi keuangan untuk memperkuat struktur neraca perekonomian. 

Dilihat dari argumen lain seperti kelebihan likuiditas di negara- negara besar contohnya Amerika dan Inggris, dikarenakan kuatnya posisi mata uang mereka dalam perekonomian global yang kemudian diekspor ke negara-negara lain sehingga menyebabkan inflasi di dalam negaranya tetapi masih terkendali. 

Bagi para pengkritik perekonomian, model  QE semacam ini, setelah berjalan selama 10 tahun malah dianggap makin memperlebar jurang ketimpangan ekonomi nasional. Dan meninggalkan jejak berupa makin terbatasnya alternatif kebijakan bagi bank sentral dalam mengatasi krisis keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun