Mohon tunggu...
Lilis Cahyati
Lilis Cahyati Mohon Tunggu... Guru - Pengajar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Bersilaturahmi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Apakah Peran Strategis Guru Tergantikan oleh Teknologi?

18 Desember 2022   10:34 Diperbarui: 18 Desember 2022   10:38 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Semula rapat, rapat, tatap muka, sekarangpun menjadi telekonferensi. Kenyataan di lapangan tidak semua guru bisa berkesempatan mengikuti pelatihan e-learning yang diselenggarakan sebelumnya karena jumlah peserta yang mengikuti pelatihan terbatas. Kegiatan-kegiatan seminar, workshop, diklat-diklat, menyelenggarakan pelatihan TOT e-learning. Di mana guru-guru yang menjadi peserta TOT diharapkan mampu menularkan kepada guru-guru lain di unitnya untuk melaksanakan dan menerapkan metode pembelajaran e-learning.

Tapi pada masa pandemi ini dalam waktu hanya satu minggu tiba-tiba 8 juta mahasiswa menggunakan pembelajaran daring. Ini merupakan revolusi khususnya di bidang pendidikan yang luar biasa sekali. Pandemi ini memaksa kita semua untuk melakukan hal tersebut. Dalam menyampaikan bahan kuliah, materi pembelajaran, maupun asesmennya dan juga daya serap mahasiswa tidak berkurang. Ini suatu hal yang kita dapatkan dari pandemi ini dalam memanfaatkan teknologi.

Walaupun terdapat kendala-kendala misal siswa tidak memiliki buku paket sebagai sumber belajar di rumah karena selama ini buku hanya dipinjamkan oleh sekolah dan hanya digunakan saat pembelajaran di kelas, buku tersebut tidak bisa dibawa pulang oleh siswa karena jumlahnya terbatas sehingga penggunaannya harus bergantian dengan siswa lain. Guru yang ingin membuatkan lembar kerja untuk siswa juga terkendala distribusi tugas tersebut ke masing- masing siswa mengingat jika tugas tersebut diambil di sekolah dikhawatirkan akan membuat kerumunan. Siswa tidak bisa mengakses sumber belajar online karena tidak memiliki perangkat digital (HP android, komputer, dsb), tidak adanya koneksi atau jaringan internet pada wilayah tersebut, dan tidak adanya listrik.

Di sinilah sebenarnya memaknai kebijakan yang telah dikeluarkan Kemendikbud sebelumnya yang terkait dengan Merdeka Belajar, di mana kala kebijakan ini dikeluarkan masih banyak sekolah yang belum mampu memaknai seperti apakah implementasi merdeka belajar itu sendiri.

Nah, dengan kejadian pandemi Covid-19 ini sekolah jadi paham bahwa merdeka belajar adalah siswa bisa mengakses sumber belajar sesuai dengan karakteristik dan keunikan siswa, bahkan  guru fleksibel memberikan tugas dan penilaian sesuai dengan tema namun bervariasi sesuai dengan keberagaman siswanya. Guru atau sekolah memahami bahwa sarana atau fasilitas lengkap bukan jaminan sebuah pembelajaran menyenangkan karena pada kenyataannya siswa cukup membantu orang tua memasak tanpa disadari siswa sudah belajar banyak hal tentang IPA, matematika, bahasa Indonesia, juga pendidikan kewarganegaraan.

Menjadi orang tua ternyata harus sarjana, agar mampu mendampingi anaknya belajar, tidak bablas memberikan pola ajar dan pola asuh kepada lembaga. Tanpa memahami anaknya sendiri sudah sejauh mana perkembangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun