Pemerintah Indonesia semakin serius untuk segera merampungkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru. Bahkan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menargetkan upacara Kemerdekaan 17 Agustus 2024 nanti, dilaksanakan di IKN baru ini.
Berbagai ekonom termasuk anggota DPR menyatakan agar pembangunan IKN baru ini ditunda terlebih dahulu. Apalagi, saat ini ekonomi sedang lesu karena adanya pandemi. Hanya saja, pemerintah tetap kekeuh untuk tetap melanjutkan mega proyek IKN baru ini.
Tidak tanggung-tanggung, dana yang dipersiapkan untuk pembangunan IKN ini cukup besar. Berdasarkan dokumen RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024, pembangunan IKN ini akan memakan biaya Rp 466,98 triliun.Â
Porsi pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya  sekitar 19,2% dan sisanya sekitar 80,8% akan dilakukan bersama investor swasta, dimana 26,2% merupakan swasta murni, sedangkan sisanya yaitu sebesar 54,6% merupakan KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha) (cnbcindonesia.com, 21/04/2021).
Presiden Jokowi mengundang berbagai investor baik dalam negeri maupun asing untuk berinvestasi dalam pembangunan IKN baru ini. Beberapa investor dari negara asing yang tertarik dalam pembangunan IKN ini, misalnya investor-investor dari Amerika Serikat, China, Uni Emirat Arab, Inggris, Jerman, Singapura, Italia, Denmark, Arab Saudi, Jepang, Australia dan Korea Selatan.
Investor-investor asing tersebut melakukan investasi di berbagai bidang. Hampir seluruh bidang terbuka untuk menerima investasi, misalnya bidang pendidikan, kesehatan, keuangan, hunian, listrik, air minum, retail, peningkatan bandara, pelabuhan serta jalan tol dan lain sebagainya. Jadi, sebagian besar mega proyek IKN baru ini merupakan lahan basah bagi investasi swasta dalam negeri maupun asing.
Tidak hanya mengundang investor asing, pembangunan IKN baru ini setidaknya melibatkan 3 dewan pengarah yang berasal dari luar negeri. Pemerintah Indonesia telah menunjuk Putra Mahkota Abu Dhabi sheikh Mohammed bin Zayed, CEO Softbank Masayoshi Son, serta Toni Blair mantan perdana menteri Inggris sebagai dewan pengarah pembangunan IKN baru ini.
Melihat data-data di atas, tentu kita patut bertanya, sebenarnya pembangunan IKN baru ini untuk siapa? Benar-benar untuk kepentingan negara atau semata-mata untuk kepentingan swasta. Sebab, porsi investasi swasta mendominasi pembangunan IKN baru ini.
Terlebih, dintunjuknya asing sebagai dewan pengarah pembangunan IKN baru ini, bukankah sama halnya seperti bunuh diri politik bagi Indonesia. Sebab, IKN adalah pusat data informasi negara. Jika asing dilibatkan dalam pengawasan pembangunannya, sama halnya mereka mengetahui seluk beluk IKN baru ini. Lantas, apa yang akan tersisa untuk Indonesia?
Indonesia, tentu hanya akan menerima remah-remahnya saja. Sebab, berbagai potensi vital di IKN baru ini telah diobral kepada swasta.
Wallahu a'lam bish showab