Mohon tunggu...
Lilik Ummu Aulia
Lilik Ummu Aulia Mohon Tunggu... Lainnya - Creative Mommy

Learning by Writing

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Serbuan Impor Daging Ayam Brasil dan Cengkeraman WTO atas Perdagangan Indonesia

30 April 2021   18:19 Diperbarui: 30 April 2021   18:50 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

WTO (World Trade Organisation) secara resmi berdiri pada tahun 1995. WTO terbentuk melalui Marrakesh Agreement yang ditandatangani pada tahun 1994. Indonesia, menyatakan diri bergabung dengan WTO sejak tahun 1994 dengan diterbitkannya UU No. 7 Tahun 1994.

Sebenarnya, WTO bukanlah sebuah organisasi perdagangan dunia yang baru. Akan tetapi, organisasi ini merupakan kelanjutan dari GATT (General Agreement on Tarrifs and Trade) yang dibentuk pada 1947. Dulu, Indonesia pun menjadi bagian dari GATT dan bergabung pada 1950. Sedangkan GATT adalah sebuah entitas yang tidak terpisahkan dari dua institusi Bretton Woods yang lain, yaitu IMF (International Monetary Fund) dan World Bank (Bank Dunia).

Sejak berdirinya WTO secara resmi pada 1995, berbagai instrumen hukum yang kental dengan semangat liberalisasi perdagangan pun dihasilkan. Instrumen-instrumen hukum ini menjadi acuan bagi arus perdagangan barang dan jasa secara internasional, khususnya bagi negara-negara anggota WTO.

Bagi negara yang menjadi anggota WTO, termasuk Indonesia, akan terikat dengan seperangkat aturan yang diciptakan oleh organisasi perdagangan dunia ini. Hal ini, mengharuskan Indonesia menterjemahkan aturan-aturan WTO tersebut, ke dalam regulasi perdagangan internasionalnya. Dengan diratifikasinya Marrakesh Agreement oleh Indonesia, maka Indonesia harus mengatur pola perdagangan internasionalnya dengan cara meminimalkan pengenaan tarif, pajak, hambatan kuota, subsidi serta hambatan-hambatan non-tarif yang bisa menghambat arus perdagangan barang dan jasa masuk ke Indonesia.

Adanya ancaman serbuan impor daging ayam dari Brasil adalah salah satu contoh hasil bergabungnya Indonesia dengan WTO. Serbuan impor daging ayam tersebut, terjadi bukan karena Indonesia kekurangan pasokan daging ayam. Akan tetapi, hal ini terjadi karena Indonesia kalah dalam sengketa dagang dengan Brasil di WTO.

Sejak 2009, Brasil merasa Indonesia mempersulit masuknya daging ayam Impor dari Brasil dengan berbagai hambatan non-tarif. Oleh karena itu, Brasil mengajukan sengketa dagang terhadap Indonesia di WTO pada 2014. Indonesia pun akhirnya dinyatakan bersalah dan tidak mematuhi artikel-artikel kesepakatan dalam WTO pada 2017. Oleh karena itu, meskipun tidak butuh impor daging ayam, Indonesia harus tetap membuka keran impornya karena terikat dengan hasil keputusan WTO ini.

Ancaman impor daging ayam ini, bukan hanya datang dari Brasil. Akan tetapi, datang dari seluruh negara yang menjadi anggota WTO. Hal ini sebagai penerapan prinsip non diskriminasi yang diadopsi di dalam WTO oleh semua negara anggotanya. Terlebih, dalam sengketa dagang daging ayam antara Indonesia dan Brasil ini, setidaknya ada 19 negara yang tertarik dan mendaftarkan diri sebagai pihak ketiga (third party).

Masukan yang diberikan oleh negara-negara pihak ketiga ini, memang tidak mengikat dalam penetapan keputusan. Akan tetapi, negara-negara tersebut bisa memberikan dukungan kepada salah satu negara yang sedang bersengketa dalam WTO. Negara-negara tersebut adalah Argentina, Australia, Kanada, Chili, China, Uni Eropa, India, Jepang, Korea, Selandia Baru, Norwegia, Oman, Paraguay, Qatar, Rusia, Thailand, Taiwan, Viet Nam, dan Amerika.

Sengketa dagang yang dialami oleh Indonesia di WTO ini, bukanlah yang pertama kali. Sengketa ini juga bukan atas komoditas daging ayam saja. Akan tetapi, sengketa dagang ini meliputi berbagai komoditas perdagangan, bahkan bahan pangan.

Indonesia juga bukan sekali ini saja kalah dalam sengketa dagang. Pada 2017 Indonesia kalah atas sengketa dagang dengan Selandia Baru dan Amerika Serikat. Dalam sidang sengketa dagang, Indonesia dinyatakan bersalah dan terbukti menerapkan hambatan non-tarif pada produk impor hortikultura dan hewan, termasuk di dalamnya adalah apel, anggur, kentang, bawang merah, bunga, jus, buah kering, hewan ternak, ayam dan daging sapi. Bahkan, Amerika Serikat secara resmi meminta kepada WTO agar menjatuhkan sanksi terhadap Indonesia sebesar 350 juta dolar Amerika atau sekitar 5 triliun rupiah. Besarnya sanksi material ini adalah estimasi kerugian Amerika karena tidak berhasil memasukkan produk-produk hortikultura dan hewan ke dalam pasar Indonesia.

Sejak menjadi anggota WTO, tercatat sebanyak 15 kali, Indonesia telah mengalami gugatan sengketa dagang di WTO. Satu kasus gugatan, bisa membutuhkan waktu antara dua hingga tiga tahun untuk dikeluarkan keputusannya. Tentu, sebagai negara anggota, Indonesia terikat dengan seluruh keputusan WTO tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun