Mohon tunggu...
Lilik Ummu Aulia
Lilik Ummu Aulia Mohon Tunggu... Lainnya - Creative Mommy

Learning by Writing

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kompor Listrik dan Dilema Ibu Rumah Tangga

12 April 2021   13:49 Diperbarui: 19 September 2022   20:44 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kompor listrik. (sumber: SHUTTERSTOCK/Bernd Schmidt)

PLN (Perusahaan Listrik Negara) meluncurkan Gerakan Konversi 1 Juta Kompor Elpiji ke Kompor Induksi  pada peringatan hari listrik nasional ke-75. 

PLN ingin mengajak masyarakat luas meninggalkan kompor gas dan beralih ke kompor induksi/kompor listrik (finance.detik.com, 27/10/2020).

Dalam rangka mewujudkan target konversi ke kompor listrik, PLN telah menggandeng 3 vendor produsen kompor listrik. PLN juga telah bekerjasama dengan BTN (Bank Tabungan Negara) demi menyasar perumahan-perumahan yang akan dibangun. 

Selain itu,  PLN juga melakukan koordinasi dengan berbagai asosiasi perumahan (kontan.co.id, 20/01/2021).

PLN menyebutkan bahwa program konversi kompor gas ke kompor listrik ini dilakukan untuk mengurangi beban APBN berupa subsidi yang diberikan oleh negara terhadap masyarakat pengguna LPG (Liquid Petroleum Gas). 

Selain itu, hal ini juga dilakukan agar jumlah konsumen listrik PLN meningkat. Karena selama ini, PLN masih mengalami surplus pasokan energi listrik akibat mega proyek pembangkit listrik 35.000 MW yang dimulai sejak 2015.

Jika pemerintah tidak mengupayakan untuk mengoptimalkan penyerapan energi listrik yang diproyeksikan akan surplus 50% jika proyek pembangkit listrik 35.000 MW ini rampung, maka beban yang ditanggung oleh PLN akan semakin berat.

Hal ini disebabkan karena skema PPA (Power Purchase Agreement) ketika membangun mega proyek 35.000 MW ini, lebih berpihak kepada swasta. 

Meskipun terdapat surplus energi listrik, PLN harus tetap membayar harga jual listrik kepada investor swasta sebagaimana yang telah disepakati.

Oleh karena itu, menjadi wajar, jika pemerintah mencanangkan berbagai program untuk menyerap energi listrik yang surplus sejak 2017 ini.

Kebijakan konversi kompor gas menjadi kompor listrik ini, tentu menjadi dilema tersendiri bagi ibu rumah tangga. Pasalnya, wacana migrasi kompor listrik ini terjadi di tengah-tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit.

Berbagai barang kebutuhan sehari-hari harganya melambung tinggi. Bahkan, terkadang gaji suami sebulan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Tidak ada yang tersisa untuk tabungan.

Apalagi, jika meniatkan diri untuk bermigrasi ke kompor listrik, tentu ibu rumah tangga yang masih berlangganan daya 450VA dan 900VA harus berpindah untuk berlangganan daya 1300VA ke atas. 

Sebab, untuk mengepulkan satu tungku kompor listrik, butuh daya sekitar 800 watt hingga 1000 watt. Tentu bisa dibayangkan, berapa tambahan pengeluaran yang harus disiapkan untuk kebijakan di bidang listrik ini.

Ditambah lagi, adanya wacana adjustment harga listrik sesuai harga pasar. Dengan kata lain, harga listrik sebentar lagi akan dinaikkan. Hal ini, tentu membuat ibu rumah tangga akan semakin berfikir apakah harus berpindah menggunakan kompor listrik ataukah tidak.

Sebaliknya, jika ibu rumah tangga mengambil keputusan untuk tetap menggunakan kompor gas, ini pun juga mengundang dilema. Pasalnya, harga LPG 3 kg akan dihapus subsidinya dan dialihkan skema distribusinya menjadi bansos.

Kebijakan dua jenis energi ini benar-benar setali tiga uang. Hal ini menunjukkan minimnya jaminan energi dari negara. Selain itu, hal ini juga mengindikasikan tunduknya negara dihadapan kepentingan swasta.

Padahal, energi listrik dan gas alam adalah sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. 

Harusnya, sumber daya alam tersebut dikelola oleh negara untuk sebesar-besar  kemakmuran rakyat. Bukan dikelola oleh swasta untuk kepentingan sebesar-besar sekelompok pemodal.

Semoga, kebijakan energi di negeri ini segera berputar haluan. Tidak berlari menuju liberalisasi energi. Tapi sebaliknya, mampu mandiri di atas kaki sendiri. Dengan demikian, ibu rumah tangga ini tidak akan dilema lagi.

Wallahu a'lam bish showab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun