Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tiada Kucing, Cupang pun Jadi

2 Maret 2020   15:10 Diperbarui: 2 Maret 2020   15:28 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com

Usai tragedi ikan "pesta" parfum, cukup lama kami tak memelihara binatang. Suasana tenteram itu berlangsung hingga anak gadis kami dan kakak lelakinya beranjak remaja.

Tragedi yang Berulang

Sepertinya cerita berulang ke masa silam oleh kehadiran anak bungsu kami. Kisah berawal saat si bungsu duduk di bangku awal sekolah dasar. Ketika itu, ia mulai tertarik dengan binatang yang bisa dipelihara.

Beberapa kali si bungsu--didukung oleh kakak perempuannya--merengek minta dibelikan hewan piaraan. Salah satu penyebabnya adalah kelucuan aneka rupa anak-anak kucing kecil milik tetangga. Sang induk kucing belum lama melahirkan kucing-kucing mungil itu.

Selain itu, saya mengira anak-anak juga terkagum-kagum oleh warna-warni hamster dan kelinci dalam buku-buku cerita yang mereka baca. Sepertinya, hal-hal itulah yang mendorong mereka (kembali) berhasrat untuk merawat hewan piaraan.

Namun kami masih belum mampu menghilangkan trauma dengan seringnya menemui binatang yang mati di rumah kami. Kami tak ingin lagi berjumpa dengan kejadian-kejadian serupa.

Keputusan kami memaksa anak-anak hanya bisa membayangkan nikmatnya memiliki binatang piaraan. Untung saja ada yang menghibur mereka. Banyak kucing milik tetangga berseliweran di sekitar rumah. Bahkan seekor di antara mereka sudah seperti milik kami. Anak-anak menamai kucing ini dengan sebutan Pepen.

Entah karena "hobi" atau ada faktor lain, sering sekali si Pepen bunting. Dan yang lebih mengherankan, ia selalu mencari tempat hangat di seputar tempat tinggal kami untuk melahirkan anak-anaknya. Seingat saya, sedikitnya sudah tiga kali Pepen "bersalin" di rumah kami. Mungkinkan induk kucing itu telah menganggap kediaman kami sebagai rumah bersalin untuk melahirkan bayi-bayinya?

Tentu saja anak-anak kami kegirangan menyaksikan kucing-kucing kecil dengan aneka corak yang elok itu gemar bertingkah lucu. Dengan kreativitas mereka, anak-anak memberi nama setiap bayi kucing yang lahir dari rahim Pepen. Tak jarang, proses penamaan kucing-kucing kecil itu harus melalui perdebatan yang sengit antara anak perempuan kami dengan adik laki-lakinya.

Maka, muncullah nama-nama Altair, Avior, Koyangi, Oren, Junior, Alfa, King, dan entah apa lagi. Saya tak begitu paham dari benua mana nama-nama itu berasal. Saya hanya menduga bahwa buku-buku ceritalah yang menginspirasi mereka. Atau mungkin juga dunia maya.

Sesekali saya mencoba nimbrung ikut menyumbang sejumlah nama. Beberapa nama saya sodorkan, misalnya Bedor dan Kliwon. Namun apa daya, nama-nama yang saya ajukan langsung mentah di tangan anak-anak. Barangkali jarak antar generasi telah melahirkan perbedaan selera yang begitu nyata. Tak apalah, yang penting anak-anak menemukan kegembiraan bercengkerama dengan lingkungan sekitar mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun