Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Gagal Saat Wawancara Kerja? Beberapa Hal Ini Bisa Jadi Penyebabnya

27 Desember 2019   17:19 Diperbarui: 27 Desember 2019   18:36 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wawancara kerja (Sumber: www.shutterstock.com)

Dengan langkah tegap sambil tetap menjaga kesopanan, seorang pemuda memasuki ruangan. Ia berdiri tegak persis di hadapan saya. Sembari sedikit menundukkan kepala pertanda hormat, ia mengucapkan salam, "Selamat pagi, Pak!"

"Selamat pagi." Saya mengangguk dan menyilakan anak muda itu duduk di kursi hadap yang tersedia di depan meja.

Sepertinya sang pemuda belum hendak meletakkan pantatnya di kursi. Masih dalam posisi berdiri dengan sikap sempurna layaknya seorang tentara, ia mengucapkan beberapa kalimat perkenalan diri. Ia menyebutkan nama, usia dan beberapa data diri lainnya. Setelah itu, baru ia duduk.

Strategi Wawancara Kerja
Semasa bekerja pada sebuah perusahaan beberapa waktu yang lalu, saya pernah berkesempatan menduduki suatu posisi yang berhubungan dengan bidang personalia. 

Posisi itu mengharuskan saya menjadi bagian dari tim yang berkewajiban melakukan perekrutan pegawai. Salah satu tugas tim ini adalah melakukan wawancara kerja terutama ketika musim penerimaan pegawai tiba.

Sembari menjalankan tugas, saya melakukan pengamatan kecil terhadap perilaku para peserta wawancara. Saya bisa melihat berbagai sikap dan karakter banyak orang. Ada jenis manusia yang selalu percaya diri, dan adakalanya berlebihan alias ke-pede-an. Sebaliknya tak sedikit yang badannya gemetar seakan-akan sedang berhadapan dengan monster kanibal pemangsa manusia.

Berbagai macam cara dan strategi diterapkan para calon pegawai untuk memikat hati pewawancara. Tujuannya tak lain agar menjadi bagian kecil kandidat yang lolos seleksi di antara sekian banyak pencari kerja yang mengikuti sesi wawancara.

Ilustrasi di atas merupakan sebuah contoh penerapan strategi yang dibawakan seorang calon pegawai dalam persaingan ketat memburu pekerjaan. 

Saya kira, ia memang telah mempersiapkan diri sedemikian rupa. Mungkin juga ia mengisi hari-harinya dengan melatih sikap ala militer seperti yang diperagakannya di hadapan saya.

Sayang sekali, pada akhirnya si pemuda gagal menggapai impiannya menjadi pegawai pada institusi yang dilamarnya karena tidak berhasil melewati ujian wawancara. Bukan karena sang pewawancara tidak menyukai sikap tegas seperti yang diupayakan si pemuda dengan berusaha menunjukkannya dalam sesi wawancara. Apalagi anti militer, tentu saja tidak.

Penyebab kegalan pemuda itu adalah dirinya sendiri. Ia tidak memahami karakteristik perusahaan dan posisi yang diinginkannya. Suatu kondisi yang menyebabkan si pemuda keliru memasang strategi pada tempat yang tidak tepat. Entah karena ia tidak berupaya menelusurinya atau memang profil dirinya yang seperti itu sudah terbentuk dari sono-nya.

Laku si pemuda sekadar satu contoh. Dalam kesempatan yang berbeda, saya juga menemukan hal yang sebaliknya. Sebuah posisi yang mensyaratkan "kegagahan" malah direspon oleh peserta dengan sikap gemulai.

Tidak Ada Formula Baku dalam Wawancara
Saya berpikir, sebenarnya tidak ada formula yang baku dalam mengikuti wawancara kerja. Banyak sekali faktor yang memengaruhi seorang pewawancara untuk meloloskan atau menggagalkan kandidat pegawai.

Pada kasus pemuda yang saya jadikan contoh di atas, strategi yang dijalankannya tidak sesuai dengan posisi yang dituju. Karakteristik ideal pegawai pada posisi yang diincarnya berbeda dengan sikap yang ditunjukkannya. 

Jadi, sebelum tanya jawab laiknya sebuah wawancara dilakukan, sang pemuda telah gagal untuk melangkah lebih jauh. Kegagalannya disebabkan oleh ketidakmampuannya mendeteksi karakteristik yang dibutuhkan sebagai seseorang yang layak menduduki posisi yang diidamkannya.

Ketika seseorang gagal menampilkan "kesan pertama yang begitu menggoda", bisa jadi kemampuan komunikasi dan pengetahuan lain yang dikuasainya menjadi sia-sia. Mungkin saja ia tak sempat menunjukkan kepiawaiannya karena sang pewawancara telah mengambil keputusan sebelum ia berkata-kata.

Jadi, selain mempelajari teknik komunikasi, perlu juga para pencari kerja mendalami hal-hal lainnya. Dalam contoh di atas, seorang calon pegawai juga harus mencari informasi perihal instansi atau perusahaan yang bersangkutan. 

Informasi yang dibutuhkan meliputi sejarah perusahaan, bidang yang digeluti, skala perusahaan dan terutama keunggulan-keunggulan yang dimiliki perusahaan dibandingkan industri secara keseluruhan.

Contoh di atas juga menggambarkan ketidakpahaman seorang peserta wawancara kerja akan posisi yang dilamarnya. Ia menyamaratakan kompetensi yang dibutuhkan untuk semua jabatan. Akibatnya, ia menerapkan strategi yang keliru. Alih-alih membuat pewawancara terkesan, ia justru telah terjungkal sejak awal.

Selain contoh di atas, ada beberapa kondisi lain di luar materi pokok wawancara yang bisa berpengaruh besar terhadap hasil akhir wawancara kerja. Yang sering disebut-sebut antara lain penampilan termasuk di dalamnya jenis dan cara berpakaian, cara berkomunikasi termasuk menyangkut intonasi bicara, dan banyak hal lainnya. 

Maka, seorang pewawancara bisa memutuskan apakah perlu melanjutkan proses tanya jawab atau cukup melihat penampilan awal peserta untuk memutuskan hasil akhirnya. 

Nah, sebelum memasuki medan pertempuran bernama wawancara kerja, ada baiknya seorang pencari kerja mempelajari secara mendalam seluk-beluk perusahaan dan jabatan yang menjadi idaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun