Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Ketika Istilah Domestik Menjadi "Makhluk Asing" di Negeri Sendiri

12 Oktober 2019   17:26 Diperbarui: 13 Oktober 2019   21:23 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu tahap dalam penyusunan KBBI edisi kelima di kantor Badan Bahasa, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (18/10/2016). Kompas.com/Garry AL.

Rasanya ada sesuatu yang kurang di bulan Oktober ini. Padahal telah hampir memasuki pertengahan. Ya, saya baru teringat bahwa ini adalah bulan bahasa dan sastra Indonesia. Dan saya belum menulis sesuatu pun tentang bahasa. Apalagi berbuat yang lain.

Kalau ada yang masih lupa, penetapan Oktober sebagai bulan bahasa tak lepas dari sejarah terbitnya Sumpah Pemuda yang terjadi pada bulan Oktober. 

Seperti yang telah kita ketahui, salah satu isi sumpah yang dicanangkan para pemuda pada tahun 1928 adalah perihal tekad menjunjung bahasa Indonesia selaku bahasa persatuan bagi seluruh warga di negara kita.

Menurut situs Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra yang diselenggarakan setiap tahun adalah upaya BPBP untuk membina dan mengembangkan bahasa dan sastra Indonesia. 

Mereka juga bertekad memelihara semangat dan meningkatkan peran serta masyarakat luas dalam menangani masalah bahasa dan sastra.

Sebagai bagian dari masyarakat luas seperti yang dimaksud oleh BPBP tersebut, tidak ada salahnya saya mencoba turut urun rembug. Meskipun hanya dengan sebuah tulisan yang receh ini.

Pernyataan yang Ditaklukkan oleh Statement

Bulan Bahasa (Ilustrasi: kompas.com)
Bulan Bahasa (Ilustrasi: kompas.com)
Setiap kali menjelang atau memasuki bulan Oktober, saya sering membayangkan gencarnya gempuran istilah-istilah yang berasal dari bahasa asing kepada pengguna bahasa Indonesia. Akibat yang saya rasakan, kini banyak istilah asli bahasa Indonesia yang justru menjadi "asing".

Kita tentu memahami arti kata "pernyataan". Kata itu bukan baru saja muncul. Ia telah lama ada bersama kita. Namun, berapa banyak orang yang masih menggunakannya? Rasanya ia akan kalah jauh jika ditandingkan dengan kata "statement" dalam hal frekuensi penggunaannya dalam komunikasi menggunakan bahasa Indonesia.

Maka, kata "pernyataan" menjadi semakin asing di telinga dan mata kita lantaran semakin jarang digunakan, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Dan istilah "statement" seakan-akan telah menjadi bagian resmi bahasa Indonesia. Mungkinkah suatu hari nanti kita harus mengukir sebuah nisan bagi kata "pernyataan" karena ia benar-benar tinggal kenangan?

Saya mengingat kata "statement" telah sekian lama mencuat. Ia telah menggejala sejak puluhan tahun silam. Diperkenalkan oleh orang-orang dari generasi terdahulu. Lantas, kelihatannya, kaum muda dengan senang hati mengikutinya.

Bahkan kini dunia telah nyaris tanpa sekat lagi. Dan kondisi dunia yang hampir tak berbatas merupakan lahan amat subur bagi kencangnya pertumbuhan "statement-statement" yang baru.

Jika dirunut lebih jauh akan banyak sekali istilah-istilah yang senasib dengan kata "pernyataan".  Ia kalah telak oleh "statement". Juga kata "menikmati" telah takluk kepada "enjoy". Dan berderet kata-kata domestik yang telah dan akan bertekuk lutut oleh desakan yang dilakukan kembaran mereka yang berasal dari negeri seberang.

Saya khawatir suatu saat nanti kita harus menyiapkan sebuah kuburan massal untuk membaringkan secara abadi jasad "pernyataan" dan kawan-kawannya. 

Saya hanya berharap agar tidak ada tsunami yang lebih besar yang akan mengubur hidup-hidup banyak istilah dalam bahasa persatuan kita.

Sebagai Pemanis Saja

Sebagai sebuah pemanis dalam suatu pembicaraan atau sepotong tulisan, istilah-istilah asing sesekali dibutuhkan. Pun untuk mengungkapkan kondisi yang mungkin sulit jika hanya mengandalkan bahasa Indonesia. Namun bila penggunaannya menjadi sebuah konsistensi dan dengan jangkauan yang semakin luas, saya menjadi agak cemas.

Kecemasan semakin kentara kala mengamati cuitan-cuitan para netizen di dunia maya, juga beberapa ucapan banyak orang dalam kehidupan nyata. 

Bahasa-bahasa teknis dunia teknologi dan informasi dengan kecepatan sangat tinggi merebak kencang. Merambah cepat ke mana-mana. Menambah cepat perkembangan populasi istilah-istilah asing dalam bidang yang lain yang telah ada sebelumnya.

Sedemikian cepat kata-kata asing menjadi akrab dengan telinga dan mata kita. Penggunaannya demikian masif. Tak heran jika dalam waktu singkat tak lagi menjadi sesuatu yang asing.

Maka, ketika padanan bahasa Indonesia-nya lahir sekian lama berselang, kata-kata yang datang dari manca negara dan sudah mendarah daging itu nyaris tak tergantikan.

Sebagai contoh, betapa sulit kata "unduh" bisa menggantikan "download". Juga misalnya kata "upload" akan digantikan oleh kata "unggah". Kata-kata berbahasa asing itu telah melekat kuat di benak masyarakat. Di luar itu, banyak lagi contoh-contoh yang lain.

Akhirnya, istilah-istilah domestik yang dicipta dengan maksud untuk menggantikan istilah-istilah asing justru menjadi "asing". Ya, mereka menjadi "makhluk asing" di negeri mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun