Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Upaya Mengangkat Literasi Bangsa di Bulan Kemerdekaan

16 Agustus 2019   05:01 Diperbarui: 16 Agustus 2019   05:15 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: tribunnews

Masih ingatkah Anda akan posisi minat baca negeri kita di kancah dunia? Masih terbayangkah betapa merajalelanya hoaks di media? Disinyalir salah satu penyebab maraknya hoaks adalah minimnya tingkat literasi masyarakat.

Pada masanya, para pejuang telah mengangkat senjata dan berdiplomasi hingga menghasilkan kemerdekaan bangsa dari penjajahan fisik bangsa-bangsa lain. Kini saatnya perjuangan merebut kemerdekaan bidang-bidang lainnya. Salah satu sisi ketidakmerdekaan rakyat di negeri kita tentu saja dalam bidang literasi. Dua petunjuk nyata telah saya beberkan sebagai pembuka tulisan ini.

Nah, akankah kita terus merayakan hari kemerdekaan dengan kegiatan "yang itu-itu" saja? Panjat pinang, lomba balap karung, memasukkan pensil ke dalam botol dan pertandingan sepak bola Bapak-Bapak berdaster? Sebagai ungkapan kegembiraan menyambut hari kemerdekaan bangsa, tentu saja kegiatan-kegiatan itu sah-sah saja. Apalagi sudah menjadi tradisi di sebagian besar masyarakat dan rakyat pun menikmatinya.

Namun rasanya tak ada salahnya juga jika acara-acara gegap gempita itu diselingi kegiatan yang (mudah-mudahan) bisa menaikkan taraf literasi kita. Setelah 74 tahun merdeka dari penjajahan fisik oleh bangsa-bangsa lain, sudah saatnya kita memerdekakan diri dari penindasan oleh diri kita sendiri.

Buku-buku Bergelantungan pada Batang Pinang

Bulan Agustus mana yang tidak ada perlombaan panjat pinang di pelosok-pelosok negeri kita? Rasanya tidak pernah ada dalam sejarah bangsa kita. Setiap Agustus kita banyak disuguhi pemandangan barang-barang bergelantungan di tengah lapangan. 

Kita bisa mendapati peralatan dapur semacam ember dan gayung, perlengkapan sehari-hari seperti payung dan baju, serta kebutuhan anak-anak berwujud tas sekolah hingga sepeda.

Zaman yang semakin modern bisa jadi turut me-"modern"-kan hadiah-hadiah lomba panjat pinang. Sebut misalnya telepon genggam atau mungkin juga ada hadiah berupa paket kuota internet atau sebentuk drone.

Namun sejauh ini saya belum melihat hadiah-hadiah berbau literasi tergantung di batang-batang pinang berlumur pelumas hitam. Sebuah keindahan jangka panjang akan tersaji bila buku-buku bacaan berkualitas dari berbagai genre tulisan melambai-lambai tertiup angin.

Mudah-mudahan anak-anak menyambut gembira bila ayahnya berhasil meraih sebuah buku cerita petualangan Winnie the Pooh bersama kawan-kawannya di Hutan Taman. Siapa tahu ada juga yang bisa mendapatkan novel yang tengah tayang filmnya semacam "Bumi Manusia". 

Atau jangan-jangan ada anak remaja yang tergelitik dan mulai tertarik untuk belajar menulis jika melihat buku motivasi atau teknik menulis terjangkau tangannya dari pucuk batang-batang pinang.

Bapak-bapak Mendongeng di depan Anak-anak Mereka

Masyarakat kita memang sangat merindukan dunia hiburan. Maka tak jarang manusia berlomba membikin acara lucu-lucuan, seperti yang marak dalam tayangan televisi. Acara-acara yang sering kali tidak lucu tapi tetap mendatangkan tawa.

Momen tujuh belasan pun tak luput dari upaya lucu-lucuan. Salah satu bentuk atraksi guyonan yang kerap menjadi agenda tujuh belasan adalah lomba merias wajah, dilakukan oleh para suami terhadap istri mereka masing-masing. 

Umumnya lomba semacam ini mendatangkan gelak tawa penonton. Apalagi bila sang perias ditutup matanya. Saya pun menyukai lelucon yang tersaji di arena ini.

Nah, bila sesekali lombanya diubah menjadi lomba mendongeng yang dilakukan para ayah terhadap anak-anak mereka, mungkin masyarakat tidak hanya akan beroleh guyonan. Benih kecintaan anak-anak---dan juga ayah-ayah---kepada buku bisa mulai disemai dalam ajang ini. Jangan khawatirkan tiadanya faktor hiburan. Saya yakin para ayah akan banyak menampilkan adegan kocak yang mungkin tidak dibuat-buat.

Berikan masing-masing ayah sebuah buku cerita pada tanggal 16 Agustus. Lalu besok paginya kita tunggu di lapangan kelurahan atau di ruas-ruas jalan kampung para bapak menampilkan adegan-adegan seru, kocak dan mudah-mudahan mendatangkan inspirasi saat menyampaikan cerita yang terkandung dalam buku.

Koin Berlumur Oli Bisa Ditukar Buku Cerita

Lomba yang satu ini selalu bikin ngakak siapa pun yang menyaksikannya. Bagaimana bisa menahan tawa melihat mulut dan bagian-bagian wajah anak-anak berlepotan cairan hitam nan licin di sana sini. Sejauh yang saya amati, pengikut lomba ini kebanyakan dari kalangan anak-anak.

Lomba menggigit koin memang sangat seru. Anak-anak mengumpulkan sebanyak-banyaknya koin yang tertancap pada permukaan buah jeruk bali atau buah lainnya yang dilumuri oli. Tentu saja sebagian oli berpindah tempat dari semula menempel di kulit jeruk bali ke kulit muka anak-anak pengumpul koin.

Biasanya perolehan koin akan dihitung dan anak-anak akan mendapatkan "imbalan" berupa makanan dan minuman ringan sesuai dengan jumlah dan nilai koin yang mereka kumpulkan. Sudah pasti hasil keringat mereka langsung ludes tak bersisa dalam sekejap mata.

Agar memori kegembiraan mereka bertahan lebih lama, bagaimana kalau hadiahnya diganti dengan buku-buku cerita? Tidak perlu buku-buku berharga mahal. Cukup buku-buku cerita atau majalah anak-anak bertahun terbit lama yang telah banyak terdiskon harganya.

Mungkin anak-anak akan kecewa karena yang mereka bayangkan adalah keripik keju atau teh kotak. Namun dalam usia ini, adakalanya mereka perlu "dipaksa" bergaul dengan buku agar mereka menjadi terbiasa berkawan dengan sumber ilmu. Semoga kelak anak-anak tidak lagi antipati terhadap buku karena setelah ini yang terbayang dalam benak mereka saat memegang buku bukan beban mengerjakan PR saja.

Tentu saja kegiatan-kegiatan semacam itu tidak seketika mendongkrak peringkat literasi Indonesia pada bulan-bulan berikutnya. Namun setidaknya tradisi bagus bisa mulai ditanamkan pada mereka. 

Bila kegiatan-kegiatan yang mendekatkan masyarakat kepada bacaan sudah rutin dilakukan, setidaknya sekali dalam setahun, semoga pergaulan orang dengan dunia buku semakin menjadi hal biasa. Bukankah jika kita rajin menanam dan memelihara, kelak kita akan memanen buahnya?

Referensi: 1, 2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun