Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berkata Baik atau Menyendiri di Kamar Saja

9 Februari 2019   16:51 Diperbarui: 9 Februari 2019   17:07 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: tribunnews.com

Merebaknya ujaran kebencian serta menyebarnya hoaks sudah berada pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Tengoklah acara-acara debat di televisi. Semakin banyak orang mengencangkan otot leher untuk menyerang keburukan pihak lawan debat. Mereka saling berebut kesempatan bersuara dan berlomba menyemburkan sebanyak-banyaknya kekurangan dan kekeliruan orang lain.

Lebih mengerikan lagi yang tersebar di media sosial. Di tempat itu, orang-orang yang (merasa) berada di satu kubu yang sama, seakan-akan beroleh legitimasi untuk menyerang kubu yang berbeda. Menyalahkan dan memaki-maki orang yang tak sepaham tanpa rasa sungkan. Entah ke mana urat malu telah mereka asingkan.

Lihatlah cuitan-cuitan yang kini banyak menghiasi media sosial. Sengaja mencari-cari "cacat" orang-orang dari kelompok lain. Lalu fokus menyusun kalimat-kalimat serangan yang mengarah kepada kekurangan "lawan". Sedikit saja salah kata langsung ditangkap sebagai sebuah "anugrah" bagi pihak yang berseberangan.

Di negeri ini seakan-akan sedang diselenggarakan sebuah kompetisi besar untuk saling menjatuhkan dengan segala cara. Dan mungkin mereka beranggapan bahwa media-media sosial dan sarana-sarana lainnya sengaja diciptakan sebagai penyalur kalimat-kalimat buruk mereka.

Di antara mereka barangkali ada yang berharap sebuah posisi atau hal semacamnya sebagai piala yang dikejar dalam "sayembara" ini. Namun tidak mustahil banyak juga yang sebetulnya tidak paham dan tidak punya tujuan tetapi ikut juga terjun langsung menambah banyak kosa kata sampah tersebar ke seluruh penjuru negeri kita.

Bukankah seharusnya kita saling menutupi aib saudara-saudara kita? Apakah ambisi politik telah menjadi segala-galanya hingga benar-benar meruntuhkan perasaan sebangsa dan sesaudara?

Siklus Kebencian dan Kemarahan
Seperti yang diberitakan oleh okezone.com, Kasatgas Nusantara, Irjen Pol Gatot Eddy Pramono menyampaikan bahwa sejak pertengahan 2017 hingga Desember 2018, sebanyak 3.884 konten hoaks dan ujaran kebencian disebar di media sosial.

Biasanya, lontaran kebencian akan berbalas kebencian pula. Sementara itu, orang yang gemar mengolok-olok orang lain umumnya emosional, mudah meledak perasaannya. Kondisi-kondisi tersebut akan menimbulkan sebuah siklus keburukan: ujaran kebencian menimbulkan kemarahan, kemarahan mendorong munculnya kebencian dan olok-olok, dan seterusnya.

Sungguh mulia orang yang diolok-olok, jika ia mampu menahan diri untuk tidak balik mengolok-olok orang yang telah mengolok-oloknya. Lebih mulia lagi bila ia justru mendoakan kebaikan bagi orang yang telah mengolok-oloknya.

Pemilihan pemimpin suatu negara adalah sebuah perhelatan luar biasa. Bukan hanya individu atau golongan tertentu yang akan merasakan baik buruknya model kepemimpinan orang  yang terpilih. Masa depan kehidupan negara dan seluruh rakyatnya dalam lima tahun ke depan menjadi pertaruhan.

Visi dan misi semua kontestan tentu berisi kata-kata yang mulia dan bernada ajakan untuk meraih kebaikan. Namun sepertinya tujuan-tujuan sempit sudah menyelubungi semua kalimat indah yang telah dengan susah payah diformulasikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun