Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Karena Kita Tidak Lagi Memahat Tulisan di Batu

8 Desember 2018   11:29 Diperbarui: 8 Desember 2018   12:57 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Kompas.com

Seandainya kita masih harus menggambar cerita dengan batu runcing di dinding gua, apakah semua kita bisa tabah menjalani kerasnya cara manusia purba menyampaikan kisah mereka?

Bila kita hidup di zaman batu dan harus memahat tulisan kita pada bongkahannya, akankah kita berlapang dada mencukil sedikit demi sedikit batu cadas untuk menghasilkan sebuah karya?

Jika kita sebagaimana orang-orang suku Indian menyampaikan berita, bagaimana kita mengabadikan kode asap yang dalam sedetik menghilang ditelan angkasa?

Seumpama kita masih menatah huruf-huruf di atas daun lontar, sabarkah kita menekuri proses perendaman dan pengeringan lembaran daun siwalan hingga siap menampung buah pikiran kita?

Andai saja kita masih menulis mengikuti cara para raja, secermat apa kita akan memilih kata dan memoleskannya pada kulit-kulit binatang karena tak mudah mengelap tinta?

Sedangkan kita menjalani kehidupan ketika berbagai kemudahan mengitari kita, sehingga mudah saja kita mencorat-coret sketsa dan menghapusnya bila tak memenuhi selera.

Lalu di saat semua sarana tersedia di hadapan kita, alasan apa lagi yang masih menelikung pikiran kita untuk berkreasi dan mencipta?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun