Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Menjajal Patin dan Kopi Melayu di Kota Madani

25 Agustus 2018   08:18 Diperbarui: 26 Agustus 2018   22:12 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa saat setelah menjejakkan kaki di bandara  Sultan Syarif Kasim II untuk pertama kalinya, saya bertanya kepada beberapa warga Pekanbaru, di mana tempat wisata di kota Pekanbaru yang layak dikunjungi? Sebagian dari mereka garuk-garuk kepala dan mengernyitkan kening.

Kesempatan mengunjungi kota Pekanbaru selama tiga hari membuktikan sulitnya mencari tempat wisata kota di Bumi Lancang Kuning itu.

Menurut Google sebenarnya banyak tempat berpelesir, tapi saat saya tanyakan kepada orang-orang di sana, jawabannya amat minim.

Di antara yang sedikit itu, tersebut beberapa lokasi (wisata) antara lain Masjid Agung An Nur, Pasar Bawah dan Kopi Kimteng. Tersebut pula pusat oleh-oleh sebagai pelengkapnya. Lokasi lain jaraknya cukup jauh dari kota, misalnya Kerajaan Siak Sri Indrapura. Kabarnya, perlu empat jam bermobil untuk sampai ke sana.

Saya sempat menyambangi tiga di antara lokasi-lokasi tersebut. Satu tempat yang masuk incaran saya namun saya belum sempat menyinggahinya adalah Pasar Bawah. Maklum, Pasar Bawah beroperasi pagi hingga siang hari, sementara pada waktu tersebut saya sedang dalam urusan dinas.

Hari pertama di Pekanbaru, saya berkunjung ke masjid agung Provinsi Riau An Nur. Saya menuju ke sana menjelang Isya. Di rumah Allah ini, saya hanya sempat memotret tiruan Taj Mahal itu serta salat Isya.

dokpri
dokpri
Kala saya melepas sepatu di depan batas suci dan hendak memasuki masjid, seorang petugas masjid menganjurkan dengan penekanan yang cukup kuat agar saya menitipkan sepatu di tempat penitipan. 

Saya memang tidak melihat sepatu lain di sana kecuali beberapa pasang sandal. Bagi pencuri, tampaknya tak ada perbedaan antara pasar dan masjid. Yang penting ada "mangsa" yang bisa "dilahap".

Selepas Isya, saya berkeliling seputar masjid sambil menanyakan barangkali ada tempat makan khas Melayu dengan sajian ikan patinnya.

Namun yang saya temui kebanyakan warung makan Padang. Hasil telusuran saya memang menyatakan bahwa mayoritas penduduk kota ini beretnis Minangkabau. 

Wikipedia menyebutkan angkanya sebesar 37,96%. Saya pun menahan diri dari keinginan menyantap ikan dan singgah untuk mengisi perut di sebuah warung makan khas Padang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun