Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Chairil Anwar dan Diponegoro dalam Kenangan

2 Agustus 2022   11:31 Diperbarui: 2 Agustus 2022   11:34 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Chairil Anwar dan Diponegoro dalam Kenangan (Sumber: www.kompas.com dan Kemdikbud)

Chairil Anwar terkenal sebagai penyair puisi. Dia pelopor Angkatan 45 dalam Sastra Indonesia.

Orang-orang berusia 40-an ke atas pasti tahu Chairil Anwar. Minimal pernah dengar di pelajaran Bahasa Indonesia.

Saat saya di SMP, pelajaran Bahasa Indonesia dibagi menjadi 2 bagian. Yang pertama, Tata Bahasa Indonesia. Dan yang kedua, Sastra Indonesia.

Di pelajaran Sastra Indonesia, Bu Cicilia mengenalkan sosok Chairil Anwar. Bahkan murid-murid diwajibkan menghafal puisi Chairil Anwar, yang berlainan. Lalu maju ke depan kelas satu per satu.

Teman-teman satu kelas ada yang memilih Antara Karawang dan Bekasi, Aku si Binatang Jalang, Senja di Pelabuhan Kecil, dan lainnya. Saya memilih puisi Diponegoro.

Diponegoro

Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar

Lawan banyaknya seratus kali

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselubung semangat yang tak bisa mati

Maju

Ini barisan tak bergenderang berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu

Sekali berani

Sudah itu mati

Maju

Bagimu negeri

Menyediakan api

Punah di atas menghamba

Binasa di atas tiada

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai

Maju

Serbu

Serang

Terjang

Umumnya, ketika seseorang akan memilih sesuatu, akan ada alasan khusus. Begitupun saat saya memilih puisi Diponegoro. Ada kisah unik yang menginspirasi.

Sebelum tugas Sastra Indonesia itu, SMP Yuwati Bhakti Sukabumi mengadakan field trip ke Yogyakarta. Selain ke Musium Affandi, kami juga mengunjungi Musium Diponegoro.

Di Musium Diponegoro, kami berkeliling sambil mendengarkan sejarah. Saat tiba di bagian belakang, Tembok Jebol, adik saya bergurau.

"Ah, masa sih bisa jebol tembok," ujarnya dengan sangsi. "Ini sih rekaya, seperti di film-film."

Malamnya, kami menginap di beberapa hotel di tengah kota Yogyakarta. Saya dan adik berada di hotel yang berbeda.

Keesokan harinya, saat kami mengunjungi Pantai Parang Trigis, teman-teman adik saya bercerita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun