Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membangun Dinasti Politik dari Reputasi Baik

31 Juli 2020   16:10 Diperbarui: 3 Agustus 2020   04:16 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi popular vote. | sumber: Freepik.com

Dan yang terakhir adalah penilaian subjektif, bobot. Ini berkaitan dengan kapasitas 'isi' sang kandidat dan minatnya terhadap dunia politik.

Sekalipun kandidat belum berpengalaman untuk jabatan yang disasar, namun ada pengalaman menyukseskan tokoh orang tua atau saudara. Relasi-relasi dengan berbagai pihak serta membangun jejaring koordinasi adalah modal sebagai pejabat publik.

Saat memangku jabatan, kandidat pun tidak berjalan sendiri. Parpol akan mengawal kandidat mereka. Ada penaset-penaset parpol yang akan rutin memberikan masukan-masukan.

Selain itu, keuntungan dari dinasti politik adalah menghemat biaya kampanye. Parpol tidak perlu membangun figur publik seorang kandidat dari nol. Masyarakat sudah mengenal kandidat karena hubungannya dengan tokoh publik terkenal.

Dinasti politik juga menjadi alat yang ampuh untuk memenuhi kuota 30% kursi untuk wanita. Sebab dunia perpolitikan umumnya didominasi laki-laki dan kurang dilirik oleh kaum wanita.

Pentingnya Regenerasi Pemimpin

Masyarakat cenderung curiga saat anak, isteri, atau sanak saudara seorang tokoh publik terkenal ikut diangkat. Padahal nepotisme belum tentu salah.

Nepotisme menjadi salah jika tugas sebagai seorang pejabat dilakukan asal-asalan. Mencari keuntungan sendiri dan tidak mementingkan rakyat.

Dahulu, menjadi pejabat dikejar-kejar banyak orang. Saat ini menjadi pejabat kurang diminati, apalagi kehidupan pejabat yang dipublikasi, dan diawasi ketat oleh KPK.

Walaupun gaji pejabat-pejabat tersebut sangat menggiurkan, namun biaya yang dikeluarkan untuk kampanye pun tidak sedikit. Gaji besar pun jadi impas dengan modal yang perlu diinvestasikan terlebih dulu agar mendapatkan posisi tersebut.

Selain itu, menjadi pejabat publik perlu melalui parpol. Walaupun parpol kekurangan SDM, namun tidak juga memudahkan seorang pemula untuk langsung populer. Pemula-pemula harus melewati 'kroco-kroco', yang sekalipun tidak memiliki kekuasaan apapun namun mampu menyaring pemimpin-pemimpin berbakat.

Nepotisme, tertangkapnya pelaku-pelaku korupsi, dan eksklusifitas parpol adalah faktor-faktor yang merusak citra parpol. Akibatnya parpol jarang dilirik dan kekurangan SDM. Hal ini membuat parpol tidak dapat kontinyu melakukan regenerasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun