Mohon tunggu...
Money

Ekonomi Indonesia Pasca-referendum Britain Exit (Brexit)

14 Desember 2016   07:58 Diperbarui: 14 Desember 2016   08:59 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

LATAR BELAKANG

Pembicaraan mengenai issue Britain Exit (Brexit) saat ini masih hangat terdengar. Inggris menggelar referendum pada 23 Juni 2016 silam untuk memungut suara rakyat Inggris mengenai wacana penarikan diri dari organisasi bangsa-bangsa Eropa yang dikenal dengan Uni Eropa. Hasilnya Inggris Raya akhirnya memutuskan untuk melepaskan diri dari Uni Eropa.

Hal-hal dasar yang melatarbelakangi keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa ini di antaranya karena pengaruh citra adikuasa Inggris yang merupakan negara adidaya di masanya dahulu, Inggris memang terkenal sebagai “negara tanpa matahari terbenam” karena wilayah jajahan Inggris menyebar ke seluruh penjuru dunia, jadi matahari akan selalu terbit di salah satu wilayah jajahan tersebut. Jadi, mindset rakyat Inggris sudah terbentuk demikian. Bahwa tidak perlu menjadi anggota dari organisasi dagang Uni Eropa kalau Inggris sendiri sudah merupakan negara adikuasa. 

Hal dasar berikutnya yang turut melatarbelakangi Brexit ialah kebijakan Uni Eropa mengenai imigran yang berdampak pada terlalu bebasnya orang asing yang memasuki Inggris. Selain itu, perkara Grexit (Greek Exit) juga disinyalir menjadi latar belakang Inggris Raya untuk mengikuti langkah negara Yunani tersebut untuk keluar dari Uni Eropa. Sebelumnya, Greek (Yunani) mengalami krisis moneter tak terkendali yang kemudian menuntut negara-negara di Uni Eropa untuk membantu dalam hal finansial. Hal ini dirasa memberatkan bagi Inggris. Itulah kemudian Inggris memutuskan keluar dari organisasi ini karena Uni Eropa dirasa tidak profitable.

Referendum ini jelas akan mempengaruhi perekonomian Inggris. Dan mungkin juga akan berdampak pada perekonomian dunia. Tidak terkecuali perekonomian Indonesia.

PENGERTIAN

Brexit adalah sebuah issue yang populer belakangan ini berkenaan dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Melalui sebuah referendum yang dikeluarkan untuk menarik suara rakyat Inggris mengenai issue tersebut, pada 23 Juni 2016 diperoleh hasil jumlah warga Inggris yang memilih keluar dari Uni Eropa mencapai 17.410.742 orang (52 persen) berbanding dengan memilih tetap bergabung dengan Uni Eropa sebanyak 16.141.241 orang (48 persen).[1]

Wacana mengenai akan keluarnya Inggris dari Uni Eropa ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Namun, baru belakangan ini menjadi populer karena adanya referendum terebut. Dari awal Inggris memutuskan untuk bergabung dengan Uni Eropa, sudah ada pro kontra dari masyarakat Inggris antara setuju untuk bergabung dan menolak untuk bergabung. Inggris baru bergabung dengan Uni Eropa pada 1973. Awalnya Uni Eropa didirikan pada 1952 dan  hanya beranggotakan enam negara, Inggris bukan termasuk dari keenam negara tersebut. Alasan masyarakat yang kontra terhadap keputusan bergabungnya Inggris pada Uni Eropa adalah karena Uni Eropa merupakan organisasi dagang negara-negara Eropa yang dinilai memiliki status di bawah Inggris. Mereka berpikir seharusnya Inggris menjalin hubungan kerja sama dengan negara adikuasa seperti Amrika Serikat daripada dengan negara-negara di kawasan Eropa. Apalagi dengan Perancis dan Jerman yang merupakan musuh ideologi mereka.[2]

Meskipun demikian tetap saja Inggris bergabung dengan Uni Eropa dan berhasil memperkuat perekonomiannya melalui pasar dari organisasi yang kini berjumlah 28 negara tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, Uni Eropa dirasa memberatkan bagi Inggris, Uni Eropa membutuhkan pengorbanan besar, salah satu pengorbanan terbesar Inggris adalah berkurangnya kedaulatan nasional, yang harus ditransaksikan dengan kepentingan Eropa secara menyeluruh. Kedaulatan nasional tergerus dengan dibangunnya entitas supranasional baru, yang melibatkan negara-negara kecil anggotanya, yang sarat dengan beban ekonomi nasional, hutang luar negeri, dan angka pengangguran yang besar. Hal ini menyulitkan Inggris untuk melesat dengan potensi ekonominya yang besar.

Kebijakan Uni Eropa yang terlalu ramah dalam imigrasi mendorong niat Inggris keluar dari Uni Eropa. Hal ini tampak di kalangan mereka yang sangat tidak toleran terhadap orang asing, dengan berbagai perbedaan latar belakang, seperti kondisi ekonomi, pendidikan, agama, dan kultur. Dewasa ini terdapat 5,4 juta imigran, sekitar 8,4% dari total penduduk Inggris. Inggris menjadi penerima imigran terbesar kedua setelah Jerman dengan 7,5 juta imigran atau 9,3%. Sebanyak 5,23 juta imigran diprediksi membanjiri Inggris sampai tahun 2030.[3]

EKONOMI INDONESIA PASCA BREXIT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun