Air laut yang bersih umumnya berwarna hijau atau biru di bagian tepinya, dan bening hingga bisa melihat apa yang ada dibawah laut. Tetapi sebagian tepi air laut Jakarta berwarna hijau tua, keruh dan kotor. Baunya pun macam-macam. Bukan hanya bau laut, tetapi juga bau sampah, kotoran, dan sebagainya.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Karena di sebagian wilayah pesisir, menjadikan laut sebagai tempat pembuangan sampah dan kotoran. Bahkan mereka tidak segan membangun toilet menggunakan bambu dan kayu. Lalu  beberapa pabrik di pesisir, membuang limbah ke kali yang mengalir ke laut. Jadilah laut hijau yang bahkan melihat tangan di dalam air pun tidak bisa. Tetapi, Jarak beberapa meter ke tengah laut, warnanya sudah biru dan bening. Tidak ada bau sampah, limbah, dan kotoran.
Karena air laut semakin meningkat sehingga menggenangi rumah-rumah warga ketika pasang, dibangunlah sebuah tembok tinggi untuk membatasi air laut seperti bendungan. Sekitar tahun 2018-2019 dinding tersebut sudah menjulang di pinggir Pantai sehingga tidak ada lagi tepi Pantai.
Ironisnya, masyarakat setempat sudah membudidayakan laut sebagai tempat pembuangan sampah, lalu membangun toilet dari kayu dan bambu. Namun, toilet tersebut dihancurkan oleh pemerintah, dan memasang poster besar di dinding pembatas sebagai larangan untuk tidak membuang sampah ke laut.
Tetapi, Upaya tersebut gagal.
Upaya terakhir adalah memfasilitasi truk sampah agar tidak ada lagi yang membuang sampah di laut. Namun, supir truk sampah meminta upah melalui iuran warga, dan tidak ada satu pun yang ingin memberi andil dalam iuran tersebut. Sehingga fasilitas truk sampah menjadi tidak berguna. Dampaknya, sampah menumpuk di sisi dinding pembatas.
Karena bau yang menyengat dengan jumlah sampah yang banyak, akhirnya masyarakat membuang sampah tersebut ke laut, karena tim pengangkut sampah tidak kunjung membuangnya. Sedangkan edukasi saja tidak akan mencegah warga setempat untuk membuang sampah di laut.
Ini bukan hanya PR pemerintah, tetapi juga PR masyarakat setempat untuk menangani situasi tersebut
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H