Dari transparansi jendela kaca, kutatap langit yang terasa dekat, walau jauh di sana.
Kuputar sudut pandangku beberapa puluh derajat ke arah Timur, berlanjut lagi ke arah Barat.
Bukan, bukan untuk melanjutkan momenku menikmati pemandangan, melainkan sekadar untuk memastikan bahwa tak ada lagi debu menempel pada bidang kaca jendela di hadapanku itu. Kuusap perlahan beberapa areanya, dengan kain lembut lembab.
Selesai sudah.
Kini saatnya aku menikmati pemandangan dari tembusnya pantulan bening kaca.
Langit masih biru. Awan putih berarak rapi.
Tiba-tiba aku rindu pelangi, yang sering kutemui di masa kecil. Di masa kini, kurasa pelangi adalah sesuatu yang langka dijumpa pada semesta.
Namun itu toh tak membuatku lupa pada selendang mayang bianglala tujuh warna tersebut.
Rumusnya tak bisa ditawar:Â mejikuhibiningu. Merah-hijau-kuning-hijau-biru-nila-ungu.
Optik kromatik memantik pesona cantik.
Tak ada pernah ada karut marut kala Ia melukis pelangiÂ
Kemarilah pelangi, menari bersama hati ini....