Mohon tunggu...
Liky Ledoh
Liky Ledoh Mohon Tunggu... Ilmuwan - peneliti

married, civil servants and interisti. masih belajar untuk fokus...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menikmati Memakai Payung Saat Hujan

15 Oktober 2016   15:51 Diperbarui: 15 Oktober 2016   15:58 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwj2mevit9zPAhXEqI8KHec4AfQQjRwIBw&url=%2Furl%3Fsa%3Di%26rct%3Dj%26q%3D%26esrc%3Ds%26source%3Dimages%26cd%3D%26cad%3Drja%26uact%3D8%26ved%3D0ahUKEwj2mevit9zPAhXEqI8KHec4AfQQjRwIBw%26url%3Dhttps%253A%252F%252Fpicsart.com%252Fi%252F192811851002202%26bvm%3Dbv.135974163%2Cd.c2I%26psig%3DAFQjCNFN6M7J1utisp-ImzVN3FkloAW8KQ%26ust%3D1476608029443377&bvm=bv.135974163,d.c2I&psig=AFQjCNFN6M7J1utisp-ImzVN3FkloAW8KQ&ust=1476608029443377

Memakai payung saat hujan mungkin biasa bagi banyak orang termasuk di Bogor. Tentu saja karena sematan kota hujan bukan sebutan yang berlebihan. Walau saat ini kita bisa menemukan seminggu tanpa hujan di Bogor, tapi semua orang bogor pasti setuju bahwa tidak ada musim kemarau panjang di bogor. Tentu saja, payung menjadi peralatan wajib bagi sebagian warga Bogor saat melaksanakan aktifitasnya.

Hal ini tentu berbeda dengan aku yang berasal dari Kupang-NTT. Salah satu daerah yang minim hujan di Indonesia. Musim penghujan setiap tahun hanya dua bulan. Itupun belum tentu hujannya setiap hari. Yang aku salut dari kami di NTT yaitu masyarakat dapat beradaptasi dengan baik seburuk apapun perubahan cuaca. Tidak heran beras bukan satu-satunya bahan makanan pokok di masyarakat. Begitupun dalam aktifitas sehari-hari pun tidak mungkin kemana-mana membawa payung. Pengecualian tentu saja para ladies yang menganggap matahari adalah musuh bagi kulit dan rambut.

Memakai payung bagi para lelaki di NTT bagaikan hal tabu. Bila anda ke sekolah atau kuliah dan membawa payung, bersiaplah di-bully habis-habisan. Jangankan pada musim panas, saat  hujanpun sangat jarang kami memakai payung. Lebih praktis berlarian menghindari hujan, menunggu hujan berhenti (jarang hujan berjam-jam) dan kalau terpaksa menumpang payung di teman cewek. Sewaktu sekolah dulu, aku termasuk  golongan minoritas karena membawa payung, itupun terpaksa bila hujan di pagi hari. Jarak rumah ke jalan umum yang cukup jauh cukup untuk membuat saya basah kuyub dan kedinginan di kelas.

Ketika melanjutkan kuliah di Bogor, aku masih merasa cukup mampu untuk menghindari hujan. Selain karena saat tiba hujan belum terlalu sering, aku masih belum beraktifitas. Saran beberapa teman untuk membeli payung pun aku tepis dengan beranggapan bahwa hujan pun akan berhenti. Strategi itupun berhasil untuk beberapa saat.

Tidak sampai sebulan untuk sadar bahwa payung itu adalah kebutuhan primer pada penduduk Bogor. Hujan deras seharian di kawasan kampus. Seperti biasa, aku berpikir hujan pasti akan berhenti. Malah terbayarkan dengan internet gratis saat menunggu di perpustakaan. Hari mulai gelap menjelang malam, perut keroncongan dan langit tiada henti menurunkan hujan. Aku terpaksa pulang saat hujan mulai reda, tapi aku tahu gerimis ini bagaikan tarikan nafas saat mendengar orang bergosip. Aku menuju toko terdekat untuk membeli payung lipat. Dan seperti dugaanku, hujan kembali deras tapi bukan lagi masalah buatku saat itu.

Ya. Saat itu masalahnya selesai. Masalah berikutnya adalah tidak ada lagi hujan sederas itu beberapa hari kemudian. Payung itu masih terbungkus rapi bagai baru dibeli. Sengaja aku labelnya tidak aku lepas, tapi aku selalu membawanya di dalam tas. Tapi jangankan panas terik, hujan rintikpun aku tidak akan membukanya. Ada rasa gengsi untuk memakai payung saat masih rintikan kecil. Saat itulah timbul lagi penyesalan karena membeli payung. Bukan harganya, tapi aku jadi membawa barang seberat hampir 500 gram di tas dan tidak pernah dipakai.

Sampai suatu saat, hujan deras mulai mengguyur kampus saat aku sedang kuliah. Aku masih berpikir hujan ini tidak akan lama jadi aku masih sempat singgah di perpustakaan menceri beberapa bahan, tapi hujan malah makin deras di sore hari. Saat itulah aku keluar dengan percaya diri membuka payung lipat itu. Satu yang buat aku senang adalah hujan malah makin deras seolah mengejek atau malah ikutan senang.

Sepatu dan celana bagian bawah basah kuyub bukan masalah buatku. Aku senang bisa memakai hujan saat yang lainnya berlindung  sambil mungkin mengutuki hujan. Jalan penuh percaya diri sambil berbicara dalam hati: “ ini payungku, mana payungmu!”. Hujan masih deras tapi ada rasa nikmat saat memakai payung itu. Memang benar bahagia itu sederhana, sesederhana sebuah payung yang melindungi pemakainya. Salam payung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun