Mohon tunggu...
Lika Aulia Indina
Lika Aulia Indina Mohon Tunggu... -

Forest..Forest..Forest

Selanjutnya

Tutup

Nature

Teknologi Pertanian yang Terabaikan

22 Oktober 2013   09:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:11 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

“Desa kami ada di atas, sedangkan sumber mata air kami berada di bawah desa kami. Sulit sekali ketika musim kemarau kami harus mengairi sawah kami. Jagung kami pun banyak diserang hama batang dan hama tongkol” Begitu penuturan Bapak Hilarius Bano seorang petani sekaligus PPL desa Femnasi kabupaten Timor Tengah Utara.

Peristiwa di desa Femnasi merupakan salah satu potret pertanian yang sedang dialami Indonesia. Perubahan iklim menjadi salah satu penyebab yang dipersalahkan dalam penurunan produksi pertanian di Indonesia.

Anomali cuaca yang tak menentu menjadikan musim kemarau yang lebih panjang, akibatnya petani gagal panen karena kekeringan. Musim hujan pun menjadi lebih pendek tetapi curah hujan tinggi, menyebabkan petani gagal panen karena bencana banjir. Perubahan iklim juga mengakibatkan meledaknya hama penyakit yang menyerang berbagai macam tanaman pertanian dan tanaman pangan.

Gencarnya isu perubahan iklim semakin hari menjadi topik pembicaraan diberbagai kalangan. banyak hal yang telah di lakukan, tetapi problema ini tak kunjung selesai. Apa benar perubahan iklim ini menjadi satu-satunya faktor menurunnya produksi pertanian?. Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan kondisi pertanian saat ini, salah satunya yaitu teknologi pertanian.

Ironis, di tengah segala kemajuan teknologi yang pesat di negeri ini, harusnya semua sektor pun ikut merasakan sentuhan teknologi untuk mengikuti segala kecanggihannya. Namun berbeda halnya dengan sektor pertanian seolah-olah kental dengan sesuatu yang kuno dan ketinggalan zaman.

Rasaya cara ataupun alat yang digunakan petani untuk bertani dari zaman dahulu sampai sekarang sama saja. Padahal zamannya sudah beda, iklimnya pun sudah berbeda, apakah bisa cara yang sama dipakai untuk keadaan iklim yang berbeda?? Dahulu saja orang kirim surat, sekarang sudah zaman sms atau email. Apakah tidak bisa teknologi pertanian semakin maju sama halnya dengan surat yang berubah menjadi sms atau email?

Miris sekali negara yang disebut sebagai negara agraris, tekonologi pertaniannya tebelakang. Harusnya kita iri dengan tekonologi sektor lain yang semakin canggih. Kondisi petani saat ini ibarat prajurit yang melawan musuhnya menggunakan bambu runcing sedangkan musuhnya menggunakan nuklir.

Dalih petani lah yang harus beradaptasi dengan iklim, maka upaya adaptasi perubahan iklim harus diutamakan. Salah satu adaptasi yang harus ditingkatkan yaitu teknologi pertanian. Jangan sampai sektor pertanian yang erat kaitannya dengan kebutuhan primer manusia menjadi terabaikan dan ternomor duakan.

Terkait dengan teknologi pertanian berarti bicara pula dengan sistem produksi. Faktanya para petani di Indonesia masih menggunakan ala-alat pertanian tradisional, mungkin saat ini pun masih ada petani yang membajak sawahnya dengan kerbau. Bukan berarti yang tradisional itu tidak benar, dan yang modern itu sesuatu yang benar. Bukankah suatu sektor yang teknologinya maju akan semakin tinggi nilai tambahnya.

Fakta di atas relevan dengan penuturan Y.Sukoco (1992) dalam bukunya berjudul Pertanian Masa Depan, yang merupakan hasil terjemahan dari buku Farming for The Future, An Introducion to Low Internal Input and Sustainable. Dalam buku tersebut menyatakan bahwa “Sebagian besar pengetahuan yang diterapkan para petani berasal dari pengalaman mereka sendiri dalam bidang pertanian dan juga dari nenek moyang mereka serta sesama petani. Melalui kegiatan penelitian dan pengembangan informal, meraka, petani menghasilkan pengetahuan baru dan menciptakan teknologi baru.”

Ketika teknologi pertanian yang diciptakan para petani melalui eksperimen informalnya diinovasikan dengan eksperimen formal para para ilmuan, mahasiswa, ataupaun pemerintah pasti akan lebih mumpuni menghadapi persoalan perubahan iklim. Dan bukan suatu yang mustahil kemajuan teknologi pertanian bisa menjadi salah satu bentuk untuk adaptasi perubahan iklim.

Berangkat dari permasalahan di atas misalnya, sumber mata air dengan kemajuan teknologi bisa untuk di alirkan ke daerah yang lebih atas. Salah satu teknik penyimpanan jagung pun bisa mengadovsi bentuk-bentuk teknologi seperti rumah kaca, seperti yang telah dilakukan para petani di Villa Hutan jati, Parung Panjang. Bukankah itu menjadi salah satu bukti bahwa teknologi pertanian bisa dijadikan sebagai bentuk adaptasi perubahan iklim.

Ketika teknologi pertanian bisa menjadi solusi, upaya inovasi teknologi pertanian harus terus dikembangkan. Karya-karya peneliti dan mahasiswa bisa jadi salah satu bentuk pengembangan. Bahkan pengalaman petani, atau cara turun menurun dari nenek moyang pun bisa di inovasikan untuk menjadi lebih baik.

Masalahnya bukan belum ada teknologi pertanian di Indonesia, tetapi masih sedikit. Kalau pun sudah ada, pemerataan petani untuk mendapatkan info teknologi masih lemah.  Hal yang terpenting setelah adanya inovasi teknologi adalah pemanfaatan dan informasi teknologi pada seluruh kalangan petani, baik itu petani kecil maupun buruh tani.

Sampai saat ini teknologi pertanian yang sudah ada terbatas pada kalangan tertentu. Sehingga penting segala kebijakan pemerintah yang menyangkut pertanian harus “pro petani”. Termasuk hak untuk mendapatkan informasi dan teknologi baru pun mutlak harus didapatkan petani.

Masalah yang tak kalah penting selain inovasi teknologi pertanian, hak petani untuk mendaptakan informasi teknologi pertanian adalah bentuk teknologi pertanian. Bentuk teknologi pertanian tentunya harus yang ramah lingkungan. Jangan sampai teknologi pertanian yang diusung menjadi salah satu upaya adaptasi perubahan iklim menjadi penyebab timbulnya masalah baru.

Apapun yang diupayakan untuk merubah kondisi pertanian saat ini harus mengedepankan sisi ekologi, agar ekosistem lingkungan tetap terjaga. Sehingga keadilan iklim bisa terjadi dan petani pun menjadi sejahtera. Sudah saatnya sektor pertanian tidak menjadi sektor yang termarginalkan. Bukankah jika kondisi pertanian dan pangan kita aman, negara kita pun akan aman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun