Mohon tunggu...
Muhammad Umar
Muhammad Umar Mohon Tunggu... Konsultan - Mari merawat imajinasi!

Mari merawat imajinasi! hasilketikantangan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pantai, Senja, dan Perasaan yang Berdebar-debar

26 Januari 2020   10:00 Diperbarui: 2 Februari 2020   20:37 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Barrie Taylor from Pixabay (Pixabay.com)

Jika ada orang yang tidak peduli politik, aku adalah salah satunya. Aku lebih memilih mendatangi lelaki yang baru saja kukenal di aplikasi kencan daring daripada harus mendonasikan suaraku kepada salah satu pasangan presiden. 

Aku tak peduli siapa yang akan memimpin bangsa ini. Toh, sudah beberapa kali aku mengikuti pemilihan umum, tidak ada perubahan yang berarti bagiku kecuali umurku yang menua. Ungkapan yang mengatakan suara anda sangat berarti adalah omong kosong. Bukankah sudah diketahui siapa yang menang?

Dari aku lahir sampai sudah bekerja, penguasa di negeri ini hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu. Mereka bekerja untuk kelompoknya. Apa ini yang dimaksud dengan oligarki? Sedangkan rakyat, semakin hari, semakin dipersempit ruang geraknya. Padahal ruang kebebasan dijamin oleh undang-undang. Rasa-rasanya lebih baik pergi berlibur. Ada harapan yang besar pada liburan kali ini. Tentu  bukan pada pemerintah yang sering kali menjejali janji lalu mendustai. Harapanku sederhana, semoga aku mendapat jodoh saat berlibur.

Sudah berkali-kali hubunganku diakhiri sepihak. Alasan yang sama. Katanya, aku terlalu sibuk. Terlalu jual mahal. Alah, padahal kalian semua yang mudah menyerah. Tak mau memperjuangkan perempuan. Bukankah semua perempuan ingin diperjuangkan?

Biar kuberi contoh, Jika lelaki ingin memiliki perempuan jelita, tentu ia harus bekerja keras karena biaya perawatan perempuan tidak murah.  Jika para lelaki ingin memiliki perempuan yang pintar, tentu saja lelaki itu harus pintar, bukan? Agar pembicaraan mereka satu frekuensi. 

Menjadi orang pintar bukan perkara mudah. Jika ingin memiliki perempuan berharta, tentu saja dia harus juga berpunya. Ada kerja keras untuk menjadi berpunya. Ah, sudah sebegitunya kondisi zaman ini. Jika hal di luar itu terjadi, itu hanya di cerita fiksi. Jika bukan cerita fiksi, itu adalah anomali.

Ah, sudah cukup aku melamun dalam kabin pesawat. Pramugari sudah mengabarkan bahwa pesawat akan segera mendarat. Kupandangi lautan lepas di luar jendela pesawat dan rasanya aku sudah tak sabar bertemu pantai serta melepas bosan setelah setahun penuh membanting tulang dan memeras otak mengurusi pekerjaan yang takkan pernah usai. Apa yang terjadi di kantor saat ini, biar saja lah. Aku hanya menggunakan hak sebagai babu korporat.

Sesuai apa yang telah aku dan lelaki itu sepakati. Kita akan bertemu

"Hari pertama kita ke Kafe artchive saja," katanya mengusulkan tempat. Aku tak keberatan.

Barang-barangku sudah kutempatkan di hotel pukul 11 lalu. Sore ini aku keluar hotel untuk bertemu Aldi untuk pertama kalinya. Aku merias diriku sedemikian rupa agar terlihat pantas. Aku dan Aldi sudah menjalin komunikasi selama 3 minggu. Dari percakapan melalui pesan singkat dan aplikasi kencan online, tampaknya ia orang yang supel dan artsy . Dia selalu mengetahui dengan detail topik pembicara. Bahkan sampai segala jenis peralatan rias wanita.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun