Mohon tunggu...
Liem Khe Fung
Liem Khe Fung Mohon Tunggu... -

MIM 1977

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Sekolah Dalam Pendidikan Karakter

6 Desember 2012   04:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:06 3083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pendahuluan

Akhir-akhir ini, banyaknya kasus kriminal (korupsi, pembunuhan, penganiayaan dll.) dikaitkan dengan kurangnya pendidikan karakter. Sekolah-sekolah dituding terlalu mengutamakan pendidikan akademis sehingga sangat kurang dalam memberikan porsi untuk pendidikan karakter anak.  Banyak sudah tulisan di koran maupun jejaring sosial (facebook, tweeter, blog) mengemukankan pentingnya pendidikan karakter anak sejak dini baik secara secara formal di sekolah maupun secara informal di rumah oleh orang tua mereka. Namun mereka sangat menyayangkan bahwa pada kenyataannya pendidikan karakter yang diberikan oleh sekolah masih jauh dari cukup dan orang tua pun tidak memiliki kemampuan dan waktu untuk melakukannya.  Memang harus diakui bahwa kurikulum pendidikan nasional dalam dua dekade ini benar-benar  telah berhasil membawa anak didik pada tingkat kepintaran dalam hal ilmu pengetahuan yang jauh lebih tinggi kalau dibanding kurikulum pendidikan sebelumnya. Namun, dalam hal tingkat kecerdasan sosial atau emosionalnya dianggap masih jauh ketinggalan. Demikian pula, dalam hal moralitas, hasil pendidikan saat ini dianggap masih jauh dibawah harapan masyarakat. Akibatnya, seperti yang terjadi saat ini, ketika anak didik ini akhirnya menjadi pemimpin, mereka banyak melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti korupsi dan bentuk kecurangan-kecurangan lainnya.  Bahkan anak yang tidak terdidik karakternya akan menjadi “boomerang” bagi orang tuanya. Setelah dibiayai pendidikannya hingga menjadi “pintar” secara ilmu pengetahuan dan menjadi “sukses” secara fianansial, orang tuanya yang telah melahirkan dan membesarkan mereka mungkin justru akan dipindahkan ke rumah jompo karena “mengganggu kesibukan” mereka. Sungguh tragis bukan kalau hal ini terjadi pada kita?

Menyikapi hal diatas, penulis ingin menyampaikan buah pikirannya mengenai bagaimana sekolah dapat berperan dan ikut bertanggung jawab dalam hal pendidikan karakter anak. Memang, pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab sekolah. Orang tua dan orang  yang “dewasa” karakternya juga harus ikut bertanggung jawab. Namun, pada kesempatan ini penulis hanya akan membahas peran sekolah dalam pendidikan karakter anak didiknya.

Bukan Lagi Waktunya Untuk Berpolemik

Kalau kita membaca uraian Wikipedia mengenai “Character Education”, maka kita akan dibawa pada polemik mengenai susahnya merancang dan melaksanakan pendidikan karakter di sekolah. Bahkan kalau dianggap sebagai salah satu kurikulum, maka dikatakan oleh para pakar bahwa nantinya akan sulit untuk melakukan evaluasi hasil belajar pendidikan karakter. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau hampir semua sekolah, baik yang di Indonesia maupun di luar negeri, saat ini “menghindari” memasukkan pendidikan karakter sebagai salah satu mata pelajaran.

Penulis sendiri memahami sikap para pakar dan penyelenggara sekolah tersebut.  Hanya saja,  memahami bukan berarti menerimanya. Penulis tetap berkeyakinan keras bahwa sekolah justru dapat berperan besar dalam mendidik karakter anak didiknya. Tugas dan tanggung jawab yang tidak mudah bukan berarti lalu boleh diditinggalkan begitu saja, bukan? Tugas mulia pada umumnya memang berat untuk dilaksanakan, tapi toh kita tetap harus melakukan demi kemuliaanNya, bukan?  Sebagai konsekuensi atas keyakinan penulis bahwa pendidikan karakter perlu dan bisa dijalankan di sekolah, maka penulis akan memberikan contoh metoda pendidikan karakter di sekolah.

Karakter dan Pendidikan Karakter

Untuk memulai pembahasan, ada baiknya kita memahami dan menyamakan persepsi dahulu arti Karakter  dan Pendidikan Karakter.

Karakter dapat diartikan kepribadian (personality) seseorang yang diekspresikan dalam bentuk tingkah lakunya (behavior) sehari-hari dalam menanggapi (responding) dan menghadapi (facing) situasi atau pihak diluar dirinya. Jadi karakter seseorang baru kelihatan nyata ketika dia bersikap dan bertindak saat menanggapi dan menghadapi berbagai situasi, khususnya situasi yang sulit. Misalnya, ketika dia sedang bergegas ke sekolah dia melihat orang lain mendapat musibah di jalan, apakah dia membiarkannya dan meneruskan perjalananya ataukah dia berhenti lalu menolongnya?

Apakah Karakter itu diturunkan oleh orangtuanya  atau dipelajari oleh anak tersebut? Jawabnya, 5% diturunkan oleh orang tuanya, 95% dipelajari (angka 5% dan 95% semata-mata hanya untuk mewakili besar kecilnya porsi masing-masing dan bukan merupakan hasil penelitian.) Artinya, ketika anak itu lahir, tentunya akan ada sifat-sifat genetik bawaan dari orang tuanya. Namun, yang diturunkan hanyalah “bakal karakter” bukan karakternya. Bakal karakter itu akan menentukan kompatibilitas (kecocokan) dengan rangsangan tertentu. Misalnya, ada anak balita yang memiliki kecenderungan “keras kepala” (stubborn), namun kalau dia dididik dengan benar untuk bisa memahami dan menerima pendapat orang lain dan membedakan kapan dia harus “keras kepala” (persistent) dan kapan dia harus menerima pendapat orang lain (understanding) maka ketika dewasa dia justru bisa menjadi orang yang berkarakter baik. Anak keras kepala yang terdidik dengan baik akan menanggapi dan menghadapi suatu tantangan berat tanpa kenal lelah dan pantang menyerah (berkemauan keras dan pantang menyerah untuk mencapai tujuan yang mulia justru baik, bukan?) Contohnya adalah Thomas Alva Edison, seandainya dia tidak “keras kepala”, maka mungkin kita masih hidup dalam remang-remang cahaya lilin.

Pendidikan Karakter adalah suatu usaha untuk membentuk karakter anak mulai dari balita hingga dewasa atau bahkan selama hidupnya (longlife education) secara berkesinambungan dan konsisten dengan memberikan materi dan menggunakan metoda dan program yang disesuai dengan perkembangan kejiwaan seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun