Mohon tunggu...
El Wurru
El Wurru Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Membaca dan menulis adalah dua aktivitas yang menyatukan satu harapan : Belajar dari setiap karya. Webblog : http://sanobar-i.blogspot.com/ Follow : @LidyaSanobari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mempelai dalam Kubur

1 Februari 2012   07:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:12 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Beberapa bulan lalu aku berkenalan dengannya. Ia mengaku namanya C’llo. Itu saat pertama kali aku keluar dari tempurung desa untuk mengecap pendidikan lebih banyak di lembaga yang namanya Kampus.

C’llo lebih dulu menikmatinya, lima semester tlah berlalu. Di sini kami bertemu. Perkenalan kami yang pertama, bukanlah sebuah gubrakan yang mengubah detakan jantung lebih kencang.

Tidak ada yang special saat melihatnya. Bahkan menatapnya lebih lama tidak membuat darah mengalir lebih deras. Sedikit memujinya, dia cowok yang cukup dekat dengan siapa saja, sehingga aku bangga bila ada di dekatnya dan ada sedikit iri hati melihatnya bersama teman lain. Memang C’llo bukan pria yang terlalu gampang untuk jatuh cinta atau mudah membagi kemesraan dengan cewek-cewek yang di kenalnya. Ia murni bersahabat dan terbuka.

Tubuh C’llo terlihat tidak terlalu kekar, badan tidak terlalu gemuk, tinggi badan apa adanya, dan dia memilih Fakultas Teknik Mesin untuk dipelajarinya selama empat tahun.

C’llo tidak hanya ahli Mesin, tapi dia juga kuat menghadapi masalah, tegas dalam bicara dan satu lagi dicintai banyak wanita, mungkin kecuali aku saat itu. Tapi aku jelous kalau dia didekati banyak wanita. Ah, itu bukan cinta.

Dia sahabatku, jadi tidak ada perasaan yang lebih sama seperti cowok lain yang sedang dekat denganku. Kelihatannya Dia pria yang bertanggungjawab dan sopan, ia tahu bagaimana menghargai wanita dengan porsi yang tepat. Ia pintar merahasiakan cinta di hatinya. Ia tidak memilih salah satu diantara cewek yang ada untuk lebih dekat dengannya. Tetapi aku, lebih banyak waktu bersamanya. Kursus. Makan siang. Main Badminton. Basket. Itu yang kami kerjakan tiga kali seminggu. Ditambah satu kali seminggu pertemuan para pemuda. Dan satu kali seminggu juga untuk latihan teatrikal. Kalau di total 7x1 minggu aku bertemu dengan C’llo.

Badminton permainan yang asyik buatku. Permainan ini cocok untuk menguji keuletan, kewaspadaan dan kelincahan masing-masing. Tidak jarang membuat aku tertawa terbahak saat bola kecil itu dengan mudahnya menembus net dan C’llo melongoh karena bolanya lolos dari waspada badnya. Lalu dia menyesali kekalahannya dan dengan gigih berusaha membalasnya.

Proses waktu telah membentuk kami menjadi sahabat yang solid. Kalau menghadapi masalah dia cenderung lebih kuat, tegar dan tidak gampang menyerah. Sedangkan aku lebih memilih meneteskan airmata sebelum berbagi dengannya. Bersahabat dengan C’llo, bagiku adalah suatu kekuatan. Dia juga tidak segan untuk menegur kesalahanku. Dia cukup diandalkan dalam pergaulan maupun kelincahannya mengerjakan tugasnya. Orang teknik memang sedikit lebih gesit daripada orang akuntansi seperti aku. Tapi akuntan dan teknis sama-sama teliti. Ketegasannya yang akan membuat airmataku menetes tanpa komando. Dan bahunya selalu tersedia untuk aku bersandar. “ku punya dua bahu, tidak terlalu kekar memang tetapi selalu tersedia untuk sahabat sepertimu”, katanya berlagak sastrawan. Sebagai sahabat, ia membelai rambutku dan sesekali menatapku lebih lama, entah karena suka. Tidak ada yang salah. Itu hal yang wajar bagi pria dan wanita.

Seiring berjalannya waktu, tak diduga jantungku berdetak tak beraturan. Ya, tebakan kalian mungkin benar, benih cinta dihati mulai tumbuh. Tapi jujur, tidak ada sedikitpun getaran pertanda cinta dihati. Entahlah, mungkin butuh waktu lagi.

Tak pernah terpikir untuk bicara cinta di siang hari. Atau tanpa rencana untuk membunuh matahari dan menghadirkan bulan purnama, lalu bicara soal cinta. Ataupun tanpa perantara di antara kami untuk katakan cinta, tapi yang jelas ini siang hari, waktunya untuk duduk tenang, mengibaskan buku mengharap sedikit angin. Tapi bukan itu yang terjadi. C’llo dan aku duduk lesehan berhadapan sambil menunggu pesanan kami akan diantar. Hari ini, tanggal 3 Maret dia berulang tahun yang ke-22, aku boleh pesan apa saja untuk merayakan ulang tahunnya. Sedangkan di kos teman-teman menyiapkan acara lain untuknya secara rahasia, mungkin sekadar teplokan telur bercampur tepung. Usia 22 tahun sudah matang. Ini tahun ke-2 persahabatan kami. Entah karena mimpi atau tidak sabar menunggu, C’llo tanpa basa-basi, mengungkapkan perasaannya padaku, “Rena, aku mencintai kamu. Apakah kamu mau menjadi pacarku”?

Gubrak…

Jantung berdebar tak karuan, buat aku salah tingkah sesaat, sehingga aku keluarkan kata-kata yang tak pantas, “Apa kamu sudah gila”. Lebih baik mari kita pulang ke rumah.

Sekuat cinta yang mungkin lama disembunyikannya, ia membela dirinya bahwa ia tidak gila, ia sedang waras dan ia serius mengutarakan beberapa potong kata itu yang buat aku tak banyak bicara. Mungkin kalian berpikir, aku tidak beretika atau tidak menghargai perasaan dia. Tapi ijinkan aku memasuki khayalan Anda dan coba bayangkan.

Anak-anak ibuku, selalu mendapat omelan dari papaku, saat kami keluar untuk sekedar menonton pertunjukan. Jalan berdua bersama cowok itu hal yang tidak dilazimkan bagi kami. Seperti aturan tidak tertulis dalam keluarga kami. Tetapi aturan itu tidak membuat kami tunduk sepenuhnya. Suatu hari kami tidak bersedia nonton bukan karena taat, tapi karena takut ketahuan.

Ayah marah kepada Kakakku karena ketahuan pacaran, terpaksa dia putuskan hubungan lalu pergi jauh ke luar kota. Mantan pacar kakakku menyesali sikap papaku, sampai sekarang. Ya sampai sekarang.

Aku dapat omelan dari papa saat melihatku pacaran. Aku orang yang cuek, santai tapi diam-diam mencucurkan airmata karena ulah papaku. Karena itu aku juga memutuskan hubungan kami, demi papa. Mungkin kalian benar, aturan papa sedikit tidaknya mempengaruhiku bersikap terhadap cowok apalagi bicara cinta. Sikap papaku membuatku kikuk apabila ada pria yang mendekatiku atas nama cinta. Bisa di bilang ini karena kesalahan papa. Ya, membenarkan diri adalah hal wajar, lagipula alasannya logis. Kuputuskan dua minggu untuk merenungkan kata cinta C’llo. Dua tahun menjadi sahabatnya bukan waktu yang singkat dan tak sia-sia. Ini saatnya untuk menjalin hubungan yang khusus. Aku dan dia. Sebenarnya, secara tidak langsung dia memintaku untuk menjadi kado ulang tahunnya. Tapi maaf itu tidak bisa terjadi.

Tanggal 20 Maret. Ia mengulangi kalimat yang sama. Pada waktu yang tepat, lebih dewasa. Hingga akhirnya aku resmi menjadi kekasih C’llo. Cinta pertama. Tanpa omelan papa. Tanpa takut ketahuan. Aku beranjak lebih dewasa, dan melihat dunia yang luas. Dunia cinta. Laksana putri dalam dongeng yang pertama kali bertemu anak manusia dan baru mengenal kata kencan. Setidaknya itulah diriku.

Dua tahun kami menjalin relasi khusus, saat itu juga ia berhasil menyandang gelar sarjananya dan siap menularkan ilmunya. Akhirnya kami berpisah tempat, dia pergi untuk bekerja karena mendapat kontrak dari perusahaan Negara dan aku tetap melanjutkan studi. Pacaran jarak jauh hanya bermodalkan saling percaya. Saling percaya tidak menjadi jaminan tanpa konflik. Semakin aku percaya semakin muncul konflik baru, konflik tentang prinsip, konsep, visi, ia punya kekasih yang lain, tentang komunikasi dan sejenisnya. Terpikir dalam benak untuk meninggalkannya, dan mengakhiri hubungan ini, tapi berpikir juga bahwa bukan itu caranya. Konflik harus diselesaikan.

Tepatnya tahun ke-5 hubungan kami, ia datang melamarku langsung kepada orangtua. Dan satu kejutan menegangkan aku dapat dari C’llo saat lamaranku usai, satu ciuman yang selama ini kami simpan serapi-rapinya.

Seiring dengan ciuman pertamanya, ia berbisik “kamu akan jadi istriku dan hanya aku yang boleh jadi suamimu”. Sedikit egois. Titik airmata jatuh, karena aku tahu berat perjuangan kami menjaga sekedar untuk tidak ciuman selama pacaran. Usai lamaranku, papa membangga-banggakanku, ia senang kepadaku dan menyayangiku karena menuruti orangtua kata beliau, karena memang aku tidak pernah memperkenalkan C’llo kepada papaku, hanya saudara-saudaraku dan mamaku yang tahu hubungan kami.

Sepertinya ia tidak sabar untuk menikahiku, enam bulan setelah lamaran, ia datang memintaku untuk menikah. Sejatinya, sebagai wanita aku merindukan hari yang istimewa itu. Orangtuakupun setuju saat aku diskusi, dan kami bersama menetapkan tanggal 20 Maret sebagai hari pernikahan kami, hari jadian kami, sekaligus berharap kalau anak kami kelak lahir tepat bulan Maret, bulan cinta kami. Sedikit bermimpi ditambah dengan doa, mungkin bisa terwujud. Amin.

Acara pernikahan kami rencanakan secara sederhana tapi romantis. Foto pra-wedding akan di laksanakan tgl 3 Maret bertepatan dengan hari ulang tahun C’llo, dekorasinya harus nuansa putih dan merah maron, design undangan aku handle. Setelah semuanya disepakati berserta dananya, masing-masing bekerja sesuai tugasnya. Satu minggu sebelum hari H, C’llo ke kantornya untuk menyelesaikan tugas sekaligus memastikan cutinya. H-3, ia akan kembali. Di ruang tunggu bandara, tak lupa ia menghubungi papaku, dan terlebih aku untuk memastikan acara persiapan. “Dua puluh menit lagi pesawat akan lepas landas”, katanya mengabari. Dia butuh waktu 45 menit untuk tiba di rumah.

Kami tidak sabar untuk menunggu hari H, lebih tepatnya aku. Sedikit menegangkan, tetapi harapan lebih kuat dari ketegangan. Aku terus membayangkan bagaimana hari itu, hari pernikahan kami akan berlangsung.

_***_

Biasanya, C’llo selalu lebih inisiatif untuk memberi kabar. Tetapi sekarang sudah menit ke-90 ia belum ada kabar. Mungkin ia membawa kejutan buatku. Sekedar ciuman di kening. Aku memang tidak pernah membayangkan lebih jauh, bahwa C’llo akan menikahiku. Tiga hari lagi akan berlangsung. Aku tidak sendiri lagi. Satu tahun atau lebih, kami tidak hanya berdua. Beberapa hari lagi resmi punya ipar, mertua… dan beberapa tahun lagi.. punya anak. Itu keluarga baruku.

Telpon masuk menyadarkanku dari lamunan. Bukan “Honey”ku yang telpon. Apakah ini kejutan? Terdengar suara seorang perempuan di balik telpon, bicarakan tentang suatu kecelakaan pesawat yang baru saja terjadi. Calon suamiku di Rumah sakit. “Sesaat setelah lepas landas, pesawat tertutup kabut gelap hingga terjatuh di Perairan Selat Lombok, 52 korban tewas di tempat, 49 orang luka parah dan segera di larikan ke RS setempat, dan penumpang lainnya luka ringan”, katanya terburu-buru. Aku berharap pihak RS keliru melihat nomor telpon karena ada nama yang mirip dengan nama C’llo. Tapi di saat yang sama aku juga meneteskan airmata dan berteriak tanda tak percaya, hingga seisi rumah mendengarnya.

Di RS, bukannya aku diarahkan ke ruang ICU tapi ke ruang mayat. Aku semakin tak yakin, tapi hatiku rasanya hancur menyaksikan beberapa mayat tergelepar di sana. Benarkah salah satu di antara mereka adalah C’llo? Aku terus melangkah seiring keraguanku, ada harapan bahwa C’llo tidak termasuk di dalamnya.

Di ruang itu sudah ada Tean, adik C’llo. Melihat Tean dan beberapa keluarga membuat aku hilang keseimbangan, Aku mencoba berlari dan membuka kain penutup tubuhnya, wajahnya sudah kaku, terlihat sedikit senyum, airmataku tak bisa dibendung lagi aku berteriak memanggil namanya, mengharap dia terbangun untuk siap menikah denganku.

Setengah jam aku akhirnya tak sadarkan diri. Semoga ini semua mimpi. Aku menyadari semuanya benar. C’llo telah meninggal. Pergi untuk selamanya. Kerinduanku menantikan hari pernikahan akhirnya tidak sampai. Pada hari pemakamannya, Almarhum C’llo dikenakan jubah yang sudah disediakan untuk pernikahan kami. Akupun mengenakan gaun warna merah maron, siap menjadi pengantin perempuan baginya. Kami mengenakan cincin yang diantarkan tepat pada hari pemakamannya. Bukan untuk naik ke pelaminan, tapi menuju ke tempat pemakanan. C’llo terlihat makin sempurna, hingga aku tidak rela melepasnya. Dan terus meneteskan airmata. Aku sangat mencintainya. Hanya dia yang boleh menjadi suamiku. C’llo, mempelaiku dalam kubur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun