Mohon tunggu...
Lia Wahab
Lia Wahab Mohon Tunggu... Jurnalis - Perempuan hobi menulis dan mengulik resep masakan

Ibu rumah tangga yang pernah berkecimpung di dunia media cetak dan penyiaran radio komunitas dan komunitas pelaku UMKM yang menyukai berbagai jenis kerja kreatif

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Merealisasikan Kerja Gotong Royong BPJS

24 Oktober 2019   19:33 Diperbarui: 24 Oktober 2019   19:38 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Berbicara soal program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS adalah berbicara visi mulia, penerapan dan kendalanya. BPJS memang menyasarkan program JKN ini untuk membantu rakyat kecil yang kurang mampu agar terjamin perawatan kesehatannya. Pola gotong-royong antara si mampu yang membayar iuran tetapi tidak selalu menggunakan fasilitas ini dengan si kurang mampu yang bisa menikmati fasilitas secara gratis bukan hal mudah diterapkan jika prakteknya belum semua warganegara membayar premi. Secara faktual masih ada masyarakat yang menggunakan fasilitas BPJS bersamaan dengan kartu sehat daerah tapi ada pula yang belum tersentuh jaminan kesehatan apapun.


Kurangnya pemerataan keanggotaan aktif BPJS ini juga jadi salah satu penyebab defisit anggaran. Menurut Kalsum Komaryani, Kepala Pusat Pemberdayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes Kalsum Komaryani pada Diskusi Media FMB 9 mengenai "Tarif Iuran BPJS" di kantor Kemenkominfo Senin (7/10) lalu, iuran yang diterima BPJS Kesehatan tidak sebanding dengan pengeluarannya. Hanya 50 persen peserta mandiri yang membayar iuran. Sementara itu, di tahun 2018 defisit jaminan kesehatan mencapai Rp. 18,3 triliun. Proyeksi defisit di tahun 2019 bisa mencapai Rp. 32 triliun.


"Rendahnya tingkat keaktifan peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yaitu hanya sekitar 54%, sementara tingkat utilisasi (penggunaan asuransi) sangat tinggi. Ini yang membuat keuangan BPJS Kesehatan bleeding. Ini yang harus diperbaiki," katanya.


Biasanya, kalangan pengusaha, professional atau karyawan penting lebih memilih menikmati fasilitas asuransi swasta dengan fasilitas yang mewah. Setidaknya mereka yang diberikan kelebihan finansial ini mau menjadi anggota BPJS kelas 1 yang preminya bisa mengurangi bleeding yang terjadi.
Sementara itu menurut Kalsum pihak BPJS terus memantau rumah sakit dalam pembelian obat-obatan, alat-alat kesehatan den rutin melakukan review kelas rumah sakit dan pencegahan fraud.


Kita tentu tidak mau kondisi bleeding dalam keuangan BPJS terus terjadi dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan BPJS membiayai fasilitas kesehatan di semua level fasilitator kesehatan.

Solusi yang diformulasikan BPJS untuk mengatasi masalah ini yaitu menaikkan iuran, mengurangi manfaat layanan kesehatan dan memberikan subsidi kepada peserta tidak mampu dari alokasi APBN maupun APBD.


Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menegaskan bahwa penyesuaian iuran BPJS Kesehatan merupakan pilihan terakhir untuk menjamin layanan Jaminan Kesehatan Nasional agar tetap berjalan dengan baik. Penyesuaian tarifnya pun bertahap dan tidak dikenakan pada masyarakat kurang mampu. Mereka yang mendapat subsidi layanan JKN tidak terkena imbas penyesuaian tarif ini.


Di sisi lain, ketakutan di tengah masyarakat akan kenaikan tarif BPJS ini mulai muncul. Padahal kenaikan tariff yang akan dicobakan pada angka sangat kecil terlebih dahulu ini untuk menyelamatkan kelanjutan program JKN ini sendiri bagi masyarakat. Pada akhirnya sasarannya adalah masyarakat miskin itu sendiri.


Pekerjaan Rumah pihak BPJS dan semua instansi terkait masih panjang. Faktor administratif juga menjadi beberapa kendala dalam penyehatan keuangan BPJS. BPJS harus merakukan pembersihan data anggota ganda atau mereka yang masuk kelas layanan BPJS tidak sesuai dengan kemampuan ekonominya seperti yang kaya mengikuti kelas 3 BPJS. Bahkan bisa saja fasilitas dipakai tapi anggota mengklaim dana perawatan dari asuransi kesehatan lainnya. Jadi cukup dikhawatirkan jika keanggotaan BPJS hanya untuk kamuflase saja.


Selain itu masalah kependudukan bisa juga menghambat pembaruan sistem administrasi keanggotaan BPJS yang berakibat penolakan pembayaran iuran. Ini bisa menjadi penyebab kerugian BPJS semakin membengkak.


Sebelum BPJS ini menjadi program wajib yang dijamin dengna law enforcement, sebaiknya masyarakat memahami dulu mengapa mereka butuh jaminan kesehatan nasional. Pada perkembangannya nanti, tertibnya pembayaran premi BPJS bisa berimbas pada terhambatnya pembayaran uang kuliah, pengurusan surat-surat hingga cekal luar negeri. Wow, tentunya kita tak mau merasa terpaksa pada hal yang sebenarnya kita butuhkan bukan?


Semoga BPJS bisa mewujudkan program gotong royong ini demi kesehatan masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun