Mohon tunggu...
Lia Wahab
Lia Wahab Mohon Tunggu... Jurnalis - Perempuan hobi menulis dan mengulik resep masakan

Ibu rumah tangga yang pernah berkecimpung di dunia media cetak dan penyiaran radio komunitas dan komunitas pelaku UMKM yang menyukai berbagai jenis kerja kreatif

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Koalisi Penuh Sanksi, Banyak Prahara Minim Aksi

23 Desember 2018   22:59 Diperbarui: 24 Desember 2018   12:11 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pilpres 2019 akan dilangsungkan tak sampai empat bulan lagi. 17 April 2019 pertaruhan politik dimulai. Ini istimewa, penting tapi bukan hal baru bagi petahana. Memenangkan pemilu adalah alarm disusunnya rencana program dengan pasti. Yang jelas, semua dilakukan agar negeri ini lebih baik dari sebelumnya. Tapi buat pesaingnya, Prabowo Subianto yang notabene ini sudah keempat kalinya bertarung menuju kursi pemegang komando negeri ini pilpres ini adalah arena hidup dan mati.

Senafas dengan pendekatan kampanye koalisi Prabowo di 2014, di pilpres 2019 koalisi ini mengangkat jargon moral "presiden pilihan ulama" dengan jargon moral partai-partainya yang diklaim sebagai "partai Allah". Jargon moral yang mereka angkat senada dengan himbauan "anti partai penista agama" yang sering dihembuskan Habib Rizieq Shihab. Koalisi ini juga menjadi oposisi yang proaktif dengan kritik pedas kepada kubu petahana yang seringkali asal njeplak, nyaris tanpa data dan fakta. Dengan jargon dan gerakan moral yang mereka jalankan seolah pilpres 2019 hanya ada dua kubu  yaitu kubu suci dan kubu penuh dosa. Tapi siapakah mereka di balik topeng 'suci' yang mereka pakai.

Adalah Tommy Soeharto, salah satu pewaris trah Soeharto yang rekam jejak kejahatannya bukan lagi rahasia publik. Dialah yang melakukan tukar guling tanah gudang beras Bulog di Kelapa Gading, Jakarta Utara ke PT. Goro Batara Sakti. Pada Februari 1999 ketika dua rekan persekongkolan jahatnya, kepala Bulog Beddu Amang dan pengusaha Rucardo Gelael didakwa Pengadilan NegerinJakarta Selatan, Tommy justru terbebas dari dakwaan. Ia divonis bebas. Jasa penuntut umum, Fachmi, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada November 1999. 

Pada 22 Desember tahun 2000 majelis hakim MA yang diketuai hakim agung Syafiuddin Kartasasmita memvonis Tommy bersalah atas kasus yang sama. Tommy diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp 30 miliar, denda Rp 10 juta, dan hukuman kurungan 18 bulan penjara. Tak terima  keputusan tersebut, Tommy pun mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Abdurrahaman Wahid (Gus Dur) pada 31 Oktober 2000 yang kemudian ditolak melalui Keputusan Presiden Nomor 176/G/2000. Pada 3 November 2000, sehari.setelah grasinya ditolak, Tommy melarikan diri dengan mengubah identitasnya dengan nama palsu Ibrahim . Polri meminta bantuan interpol untuk melacak keberadaan Tommy.


Bukan Tommy Soeharto namanya kalau tidak nakal dan main jagal. 26 Juli 2001, Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita pun tewas ditembak orang tak dikenal. Berselang dua minggu, 7 Agustus 2001, polisi menangkap Mulawarman dan Noval Hadad dan menetapkan mereka sebagai tersangka penembakan. Ya, kedua pelaku itu bersaksi bahwa mereka bekerja atas perintah Tommy Soeharto. 28 November 2001 Tommy pun tertangkap dan pada Juli 2002 Tommy didakwa membunuh hakim agung Syafiuddin dan divonis 10 tahun penjara. Tommy yang harusnya bebas pada tahun 2011 akhirnya cukup merasakan dibalik jeruji hanya empat tahun saja. 1 November 2006 Tommy pun bebas, sebebas merpati hingga saat ini.
Tommy dituding berbagai pihak ada di balik aksi 212 karena kedekatannya dengan Firzha Husein sebagai bendahara aksi tersebut. Nama Tommy sempat dicatut Firzha Husein hingga Tommy melayangkan somasi kepada Firzha.
Saat ini Tommy Soeharto mendirikan partai Berkarya dan bersama saudara-saudaranya bergabung dalam koalisi Prabowo-Sandi dengan jargon akan membawa kembali sistem orde baru yang mereka klaim membawa dampak positif bagi Indonesia.  Bahkan seorang Amien Rais saja mengabaikan sekeras apa usahanya melengserkan pemerintah orde baru saat itu dan memilih merangkul Tommy dan menyemai benih orde baru kembali.

Tak cukup pada seorang Tommy Soeharto, koalisi ini juga tak lepas dari intrik seorang kapitalis borjuis yang tak lain dan tak bukan adalah adik kandung Prabowo Subianto, Hasyim Djojohadikusumo.

Bagaimanakah sepak terjang seorang Hasyim?

Menurut Jusuf Kalla, Hasyim Djojohadikusumo adalah sebuah nama yang sempat membuat kacau kondisi keuangan negara. Bersumber dari Tirto.id, Hasyim membeli saham Bank Papan Sejahtera dengan menggunakan dana pinjaman dari bank lain dengan Titik Soeharto sebagai penjaminnya. Setelah saham dibeli, manajemen bank tersebut yang diisi kaum pribumi pun dirombak menjadi komposisi yang mayoritas keturunan Tionghoa. Sebenarnya dalam peraturan Bank Indonesia, meminjam dana bank untuk membeli bank menyalahi aturan. Tapi, dengan gubernur BI saat itu yang merupakan saudara ipar Hasyim dan Prabowo, Sudrajat Jiwandono, urusan pun jadi lancar. Peraturan Cuma seonggok tulisan dalam kertas-kertas yang tak penting.

Tak lama setelah akuisi tersebut, di tahun 1998 krisis moneter pun terjadi. Bank Papan milik Hasyim termasuk yang pailit dan masuk daftar BLBI. Aset dan jaminan besar-besaran dari sekian bank bermasalah termasuk bank milik Hasyim yang harus ditalangi pemerintah melambung dan membuat pemerintah kebobolan. Tak ayal pemerintah pun terpaksa menjual aset demi menutupi dana talangan untuk bank-bak bermasalah tersebut.

Pada tahun 2002 Hashim dijebloskan ke penjara karena terlibat pelanggaran BLBI di mana kredit yang seharusnya dikucurkan ke kreditor ternyata dikucurkan ke grupnya sendiri..

Dilansir dari news.detik.com, Hashim juga pernah menjadi terdakwa atas dugaan pencurian dan pemalsuan arca museum Radya Pustaka Surakarta. Ia dinilai telah melanggar pasal 28A UU No 5/1992 tentang Perlindungan Benda Cagar Budaya, dengan ancaman kurungan selama-lamanya 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp 10 juta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun