Mohon tunggu...
Lia Pram
Lia Pram Mohon Tunggu... Freelancer - a writer

"Just life, we're still good without luck. Even if you lose your way, keep taking light steps that make a click clacking sound. Take your time. There's no right, honestly perhaps everyone wants to cry. Maybe they get angry because they don't want to get sad." –Lee Jieun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa Pernikahan Seharusnya (Boleh) Menjadi Hal yang Privat

14 Januari 2020   12:07 Diperbarui: 15 Januari 2020   01:00 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com

Aku pernah menjadi salah satu orang yang tidak diundang ke pernikahan teman sendiri.

Sebenarnya tidak hanya aku, sih. Nyaris seluruhnya yang ada di lingkaran pertemanan kami tidak diundang.

Jengkel? Iya. Kecewa? Jelas.

Aku tidak bisa berhenti menduga, "Mengapa tidak ada undangan? Apakah aku pernah berbuat salah sehingga masuk kategori tidak layak undang?"

Aku memang tidak terlalu akrab dengan temanku yang “menikah diam-diam” ini. Tetapi, pikirku saat itu, “Apa salahnya, sih, mengundang teman-teman sendiri ke pernikahan sebagai salah satu bentuk... bentuk... bentuk apa, ya? Apresiasi? Apresiasi terhadap pertemana kita selama ini?”

Lucu, ya? Sewaktu aku mencoba mencari-cari alasan mengapa aku berhak mendapat undangannya, alasan yang dicari malah semakin tidak ketemu. Mungkinkah karena dulu aku sempat naksir padanya, jadi ketika tidak mendapat undangan rasanya seperti... seperti... ya, seperti itu!

Susah mendeskripsikannya, hehehe... tapi yang jelas memang sempat ada perasaan kecewa yang menggelayut selama beberapa hari pasca aku mendengar kabar bahwa ia sudah menikah.

Aku yang saat itu masih tidak habis pikir dengan tindakannya yang tidak mengundang teman-temannya kemudian curhat ke salah seorang temanku (yang juga tidak diundang).

Jawaban temanku yang satu ini begitu mengejutkan, “Aku pun kalau nikah nanti malah penginnya enggak ngundang siapa-siapa.”

Aku terdiam. Kenapa? Apakah sebegitu tidak berharganya kehadiran orang lain untuk ikut berbahagia bersamamu? Bukankah pernikahan adalah salah satu momen paling bahagia dalam hidup manusia yang semua orang harus tahu, ikut bergembira, dan merayakannya?

Mungkin karena temanku itu menangkap raut wajahku yang kebingungan dan protes, ia buru-buru menjelaskan, “Karena aku enggak mau repot.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun