Mohon tunggu...
Nur AuliaLidyanto
Nur AuliaLidyanto Mohon Tunggu... Lainnya - null

Penulis Amatir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Horor : Daily Routine

20 Juli 2021   01:00 Diperbarui: 20 Juli 2021   01:20 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku seorang siswi di SMA XXX. Hari ini seperti hari-hari biasanya. Masih pukul 06.00 pagi, saat ibu menyajikan makanan di meja dan adikku mengenakan seragam SD-nya. Ku ambil tiga buah piring dan ku letakkan di atas meja. Kami makan dengan tenang. Tidak ada pembicaraan yang berarti antara aku, ibu dan Seno, adikku. Ku kumpulkan kembali piring-piring kotor di meja dan mencucinya. Aku kembali ke kamar mengambil tas dan buku PR ku yang ku letakkan di atas kasur. Seno sudah berangkat ke sekolah bersama teman-temannya. Matahari baru saja timbul di ujung  timur. Ku lihat ibu berdiri di depan pintu , bersidekap di depan dada dan memandang tajam. Sorot matanya seperti sedang mengawasi seseorang yang mencurigakan. Ku hampiri ibu dan berpamitan. Ku ambil sepeda merk poligon berwarna biru tua yang  terparkir di depan beranda. Ku tuntun sepedaku menyusuri jalan tanah perkampungan. Kalian pasti berpikir kenapa kami berangkat sekolah sepagi ini? Jika kami berangkat lebih siang mungkin kami tidak bisa pergi sekolah hari ini atau hari-hari esoknya. Orang yang di awasi ibuku dari depan pintu slalu menunggu kami dengan kapak berkarat di depan halaman tepat jam 07.00 pagi. Seorang veteran tua yang gemar memotong daging dengan kapak.

Ku susuri jalan setapak di ujung desa dengan menaiki sepeda. Tercium aroma anyir yang busuk  saat ku lewati kebon pisang yang ada di samping jalan. Barangkali bangkai binatang yang di makan belatung atau daging manusia yang membusuk. Aku terbiasa mencium bau-bauan menjijikkan ini. Kebon pisang di desa ini telah jadi tempat pembuangan mayat tidak resmi dari korban pembunuhan dan mutilasi.

Dulu aku memiliki peliharaan, dua ekor kucing berbulu kuning yang sedikit kurus. Kucing-kucingku tidak berhenti mengeong dan merengek saat ku cabut kuku-kukunya karena aku tidak suka cakar tajam mereka. Suatu hari kucingku dipenuhi kutu yang menjijikkan di telinga dan kepalanya. karena rasa sayangku, ku bebaskan mereka dari parasit itu dengan membakar bulu mereka. Sayangnya dua ekor kucingku itu hangus seperti daging panggang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun