Mohon tunggu...
babarol
babarol Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Jurusan Fisika Angkatan 2019 Universitas Brawijaya

Memahami, Menelaah, dan Menulis setiap apa yang dapat dipelajari dari kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu: My Mom is a Super Woman

23 Desember 2022   02:02 Diperbarui: 23 Desember 2022   02:04 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu, katanya ia adalah malaikat penjaga yang sengaja dikirimkan Tuhan untuk menjaga kita di dunia. Ia yang tak selalu lembut dan kadang suka marah-marah, tetapi memiliki kasih yang tiada tara. Itulah Ibuku yang dulu sempat kukira bahwa aku bukan anak kandungnya. Hampir setiap hari ibuku suka sekali marah-marah dan aku selalu disuruh bantu kerja di sawah sementara teman-temanku dengan asyiknya bisa bebas bermain.

Ya, itulah Ibuku. Ia seorang guru, ibu rumah tangga, dan juga petani. Kala pagi, ibuku bangun sebelum Matahari menyingsing, menyiapkan tungku perapian untuk membuatkan masakan bagi kita (aku dan bapakku). Ketika aku berangkat sekolah, ibuku juga berangkat sekolah dan baru pulang ketika Matahari sudah bertengger di atas kepala. Selepas itu, ibuku hanya beristirahat sejenak dan kemudian lanjut ke kantor yang tak berlantai, tak berdinding, dan tak beratap. Ia bisa melakukan apa saja sebagai seorang petani, bisa menanam, bisa menyiangi rumput, bisa memanem, bisa memupuk, dan masih banyak lagi. Tak berhenti di situ, setelah pulang dari ladang pun ibuku masih sempat menyiapkan makan untuk kami apabila masakan pagi sudah habis atau perlu tambahan lauk.

Ibuku seorang yang tangguh. Ia tak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga yang merawat keluarga dengan baik, tetapi ia juga bisa melakukan hampir semua hal. Ia bisa mengajar, bisa berbagai pekerjaan sawah, bisa memasak aneka makanan yang lumayan lezat, bisa menjahit, bisa membuat kandang, bisa merajut, dan masih banyak lagi. Hebatnya lagi, ia mendidikku dengan kedisiplinan dan siap akan segala hal. Nampaknya, ia ingin aku menjadi sosok yang bisa hidup di manapun karena ia tahu bahwa dunia ini penuh dengan ketidakpastian.

Ibuku Seorang Guru

Ilustrasi Guru (padek.co)
Ilustrasi Guru (padek.co)
Ibuku mengajar di sebuah Sekolah Dasar (SD) di pinggiran Kabupaten Jember sejak ia masih kuliah. Bertahun-tahun ia bekerja sebagai guru honorer bahkan hingga saat ini. Gajinya setiap bulan tak lebih dari Rp500.000,- dan ia tetap ikhlas menjalani profesi tersebut. Namun alhamdulillah, sejak tahun lalu akhirnya ibuku mendapatkan sertifikasi guru sehingga gajinya meningkat sekitar satu juta setengah. Ya, nilai itu memang masih di bawah UMR Kabupaten kami, tetapi itu jauh lebih baik daripada sebelumnya. Terkadang aku heran, kenapa ibuku rela menjadi guru hingga dua puluh tahun lebih padahal gajinya masih jauh dari kata cukup. Mungkin, ibuku berpikir bahwa profesi guru bukan melulu ia lakukan sebagai pekerjaan yang asal dapat gaji. Namun, ia melakukan itu sebagai bentuk perjuangan untuk mencerdaskan anak bangsa.

Ibuku Seorang Ibu Rumah Tangga

Ilustrasi Ibu Rumah Tangga (brilio.net)
Ilustrasi Ibu Rumah Tangga (brilio.net)

Meski berkarir sebagai seorang guru, ibuku juga wanita sejati. Ia mengabdikan diri melayani suami dan merawat anak dengan penuh arti. Ia melakukan dan memberikan apa yang ia bisa meski itu nampak sederhana. Setiap pagi dengan semangat ia menyiapkan sarapan dan bekal untukku dan bapak. Pola makanku selalu teratur ketika di rumah, sehari tiga kali dan penuh dengan gizi. Ibuku jarang sekali masak daging karena harganya mahal. Namun, asupan proteinku selalu terpenuhi dengan telur mata sapi setengah matang kesukaanku yang selalu ia siapkan setiap hari. Bahkan, ibuku sampai memelihara ayam dan bebek agar tidak perlu beli telur sehingga lebih hemat. Jika ingin telur asin, itu sangat mudah karena ibuku selalu membuat telur asin dari hasil telur bebek-bebek kami. Tidak banyak memang bebek dan ayam yang dipelihara, namun itu jauh lebih dari cukup untuk keluarga kami.

Pernah suatu hari, aku sangat ingin makan soto. Namun, kami tak punya uang untuk beli daging. Akhirnya, tak kurang akal ibuku menyiapkan bumbu dan kuah soto serta mengganti dagingnya menjadi blonceng (labu panjang). Haha, jadinya malah soto sayur blonceng deh, hehe. Untuk sayur pun, ibu juga jarang beli karena ia menanam sendiri di pekarangan rumah, mulai dari blonceng, gambas, sawi, kemangi, daun kenikir, cabe, tomat, dan masih banyak lagi. Bukan main, semua makananku terjamin sehat karena semua hasil produksi dan olahan sendiri. Soal beras juga jangan ditanya, kami hampir tidak pernah membeli beras karena selalu memanfaatkan hasil panen padi setiap tahunnya. Masalah bumbu pun juga terjamin karena ibuku tidak pernah menggunakan bahan penyedap untuk masakan harian. Begitu keren dan totalitasnya ibuku menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga, bukan? Ya, meski salah satu alasan mendasarnya adalah penghematan, tapi langkah yang ia ambil amat keren.

Ibuku Seorang Petani

Gambar Petani (gatra.com)
Gambar Petani (gatra.com)
Jika kusebut ibu dan ayahku seorang petani, mungkin orang mengira bahwa kami punya sawah, padahal sebenarnya tidak. Sawah yang biasanya kami tanami sebenarnya hanyalah sawah milik orang lain yang kami sewa. Yang mana hasil panennya sendiri kadang masih belum bisa menutupi biaya sewa dan perawatan tanaman. Dalam hal ini, aku pun sering heran kenapa orang tuaku menyewa sawah ya, padahal malah buang-buang tenaga dan hasilnya tak seberapa. Namun, itulah orang tuaku, bagi mereka usaha itu lebih baik meski hasilnya tak seberapa. Bapakku hanya lulusan SMP sedangkan ibuku seorang sarjana. Sebenarnya, bapakku bisa bekerja dengan penghasilan yang jauh lebih layak dengan merantau. Namun, bagi orang tuaku kebersamaan lebih berarti meski dengan kesederhanaan. Akhirnya, ibuku pun rela menjalankan peran sebagai seorang petani juga untuk membantu bapakku.

Ibuku Serba Bisa

Ilustrasi Wanita Serba Bisa (its.ac.id dari freepik)
Ilustrasi Wanita Serba Bisa (its.ac.id dari freepik)

Tak hanya sebagai seorang guru, ibu rumah tangga, dan petani, ibuku juga mahir dalam berbagai bidang. Keterbatasan keluarga kami membuat kami cakap dalam banyak hal demi menghemat pengeluaran. Ibuku pandai membuat kandang baik itu kandang ayam, kandang bebek, kandang marmut, dan lain-lain. Bahkan, kandang hasil karya ibuku lebih bagus daripada kandang yang dijual di pasaran, hehe. Ibuku membuat kandang sendiri karena ibu tak mau menyusahkan bapakku yang sudah cukup lelah dengan banyaknya pekerjaan di sawah dan sebagai buruh tani. Tak hanya itu, ibuku juga pandai menjahit. Kebetulan, kami punya mesin jahit kuno yang dulunya punya mbahku. Pernah suatu ketika, ibu tak sanggup membelikanku kemeja untuk seragam sekolah. Namun kebetulan, ibuku punya kerudung yang warnanya sama dengan seragam sekolahku. Akhirnya, ibuku menjahitnya dan merubahnya menjadi seragam sekolah. Beberapa peralatan sekolahku juga merupakan karya ibuku sendiri, seperti tempat pensil dan tas misalnya yang merupakan hasil rajutan dari ibuku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun