Mohon tunggu...
babarol
babarol Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Jurusan Fisika Angkatan 2019 Universitas Brawijaya

Memahami, Menelaah, dan Menulis setiap apa yang dapat dipelajari dari kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Devi Ulumit Tias, Pejuang Kehidupan Tanpa Kenal Kata Menyerah

29 September 2019   10:57 Diperbarui: 29 September 2019   11:38 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: facebook.com/deviulumit

"Saya suka merasakan sesuatu yang tidak biasa, yang akan saya kenang dan jadikan pelajaran untuk kehidupan selanjutnya", tutur Devi saat pendaftaran program Indonesia Mengajar(IM) delapan tahun lalu. Namanya Devi Ulumit Tias, alumnus teknik kelautan ITB yang berkesempatan menjadi pengajar muda di pelosok daerah pada tahun 2011.

Lima tahun sebelumnya pada tahun 2006, ia pernah gagal menjadi mahasiswa baru ITB karena tidak lolos SPMB. Namun, ia tetap bersikeras untuk memperjuangkan kampus gajah tersebut. 

Ibunya Badhik, seorang istri peternak ayam bernama Anang, rupanya sempat kurang berkenan jika anaknya tetap bersikeras untuk memperjuangkan ITB setelah tau bahwa anaknya banyak dibicarakan dan disalahkan karena menolak beasiswa kedokteran demi memperjuangkan ITB yang ternyata gagal ia raih. 

Kegagalan Devi kala itu juga sempat membuat geger para tetangganya karena anak pendekar silat tidak lolos SPMB. Bapak Devi, Anang, adalah seorang guru besar salah satu perguruan silat(Cimande). Devi sendiri juga sudah melatih silat sejak di bangku SMA setiap malamnya dari pukul 21.00 hingga pukul 01.00.

Awalnya, Devi hampir menyerah, namun takdir berkata lain. Sumber inspiranya menuju kampus gajah, Imam Santoso, terus memberinya motivasi untuk tidak terpuruk dalam keadaan. 

Imam pun menyarankan Devi untuk ikut bimbel persiapan SPMB 2007. Motivasi dari Imam berhasil membuat Devi bangkit dan tetap kukuh dengan pendiriannya menuju kampus gajah. 

Devi mengikuti saran dari Imam untuk ikut bimbel di kota Jember meskipun sebenarnya ia tidak punya uang untuk biaya bimbel. Namun, keputusannya sudah tidak dapat diubah. Sedangkan mengenai uang, itu semua dapat dicari.

Setelah satu tahun, pada tahun 2007, Devi dinyatakan lolos SPMB di Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan(FTSL), ITB. Devi merupakan orang keempat dan perempuan pertama dari SMAN Ambulu yang berhasil lolos menjadi mahasiswa ITB. 

Semua perjuangannya menuju kampus gajah akhirnya terbayarkan. Namun, ketika daftar ulang mahasiswa baru ITB, Devi sempat masuk ke ruang kasus karena uang yang ia bawa tidak cukup untuk membayar biaya daftar ulang. Ia tidak bisa mendapatkan keringanan biaya daftar ulang karena tidak membawa berkas-berkas yang disyaratkan. 

"Tidak masalah jika saya harus batal kuliah di ITB karena masalah biaya, saya memang tidak sanggup membayar biaya daftar ulang", kata Devi kepada ibu yang menangani daftar ulang kala itu. Kemudian, Devi diminta untuk mendaftar beasiswa sebanyak-banyaknya. 

Akhirnya, Devi mendapat beasiswa SPP selama 4 tahun dari Eka Tjipta Foundation(ETF). Namun, masalahnya tidak berakhir di situ, ia masih belum punya tempat tinggal dan biaya hidup ke depannya. 

Dari sisa uang yang ia miliki, ia mencari kontrakan paling murah yang ia temui dan bisa dibayar nyicil. Harga kontrakan yang ia dapatkan yaitu hanya satu juta tiga ratus ribu rupiah setahun.

Di awal kuliah, Devi tidak punya cukup uang untuk biaya hidup. Ia pernah tidak makan sampai 3 hari hingga keluar keringat dingin. Kemana-mana ia selalu jalan kaki sekitar 2-5 km demi menghemat uang. 

Menghabiskan uang sepuluh ribu dalam sehari bagi Devi adalah kesalahan besar. Untuk menyambung hidup, ia berjualan donat di kampus sampai ia dikenal dengan nama 'Devi donat' oleh teman-temannya. Sebenarnya, ia bisa saja mengajukan beasiswa untuk biaya hidup. Namun, ia enggan karena menurutnya ia masih mampu mencari sendiri.

Saat tingkat dua kuliah, ia memilih Jurusan Teknik Kelautan sesuai dengan hati nuraninya. Suatu hari, ia memberanikan diri untuk bertemu dengan kaprodi Teknik Kelautan untuk meminta pekerjaan. 

Dengan kemampuan yang ia miliki saat itu, Devi diberi kesempatan sebagai staff luar biasa Tata Usaha Teknik Kelautan. Setelah itu, ia tidak lagi berjualan donat. 

Job desk nya saat itu ialah membantu segala bentuk pelayanan mahasiswa, merapikan dokumen administrasi, dll. Kontrak tersebut, ditandatanganinya hingga satu tahun ke depan.

Suatu ketika saat masih di tingkat dua kuliah, pernah ada tiga orang dosen yang menawari Devi bekerja di sebuah perusahaan konsultan milik mereka, namun ia hanya menerima salah satu dari ketiga  tawaran dosen tersebut yang menurutnya paling inspiratif. Ia bekerja sebagai asisten engineer di perusahaan konsultan tersebut. 

Saat itu, ia menjalani beberapa peran sekaligus di samping sebagai seorang mahasiswa, mulai dari staff TU jurusan Teknik Kelautan, asisten engineer, pengurus unit beladiri kampus, ketua divisi himpunan mahasiswa Teknik Kelautan, guru privat, asisten laboratorium, dan asissten dosen. 

Setelah setengah tahun bekerja, ia dipercaya untuk memegang proyek sendiri oleh dosennya dan ia pun menerima. Aktivitasnya tersebut sangat padat sehingga membuatnya jarang tidur setiap harinya. Biaya hidupnya pun tercukupi dari pekerjaannya tersebut. 

Bahkan, ia bisa mengirim uang kepada orangtuanya dan membiayai kedua adiknya untuk kuliah. Jika menurut sebagian orang kuliah membutuhkan biaya besar, bagi Devi kuliah justru mendatangkan peluang besar menuju kehidupan yang lebih baik.

Di sela-sela kesibukannya, ia menyempatkan waktu sebagai reader di salah satu panti tuna netra di kota Bandung. Di sana ia berbagi cerita, membacakan dongeng, membantu mengerjakan tugas sekolah, dsb. 

Ada salah seorang penghuni panti tersebut yang pernah Devi dampingi sejak kuliah hingga lulus. Devi sering ikut ke kampus saat kuliah hingga pelaksanaan tes CPNS. 

Ia membantu membacakan soal ujian, menuliskannya, hingga melengkapi berkas-berkas untuk keperluan tes CPNS. Sekarang, sosok yang didampingi Devi tersebut menjadi seorang guru di sekolah luar biasa di kota Bandung.

Setelah empat tahun, akhirnya Devi berhasil lulus tepat waktu dengan nilai di atas rata-rata. Ada beberapa pihak yang menawarinya pekerjaan bergaji tinggi dan beasiswa pendidikan ke luar negeri. 

Namun, takdir berkata lain. Devi memutuskan untuk terjun sebagai seorang pengajar muda di pelosok daerah melalui program Indonesia Mengajar. Akhirnya, ia menjalani satu tahunnya tersebut di pelosok daerah untuk mengabdi pada negeri.

sumber: facebook.com/deviulumit
sumber: facebook.com/deviulumit

Seusai menjalani pengabdian di pelosok negeri, Devi ditawari untuk kembali ke pekerjaan lamanya sebagai engineer di perusahaan milik dosennya serta dipercaya untuk mengelola perusahaan sendiri. 

Karena dosen tersebut sudah dianggapnya sebagai Bapak sendiri, akhirnya Devi menerima tawaran tersebut untuk mengelola perusahaan hingga saat ini. 

Dalam menjalani pekerjaannya, ia pernah menangani 15 proyek sekaligus dalam satu waktu, padahal normalnya engineer hanya memegang satu atau paling banyak dua proyek dalam satu waktu.  

Walau pada akhirnya ia melepas satu proyek, namun 14 proyek lainnya dapat ia tangani dengan hasil yang memuaskan. Ia melepas satu proyek tersebut  karena takut hasilnya akan tidak maksimal. 

"Intinya sih, penting untuk mengetahui dan menerima kemampuan sendiri agar tidak membuat keburukan bagi orang lain", kata Devi saat diwawancarai via whats app pada 14 Juli 2019.

Saat ini, di usianya yang menginjak 32 tahun, ia sedang menempuh pendidikan magister di ITB dengan jurusan yang sama sembari mengajar di almamaternya tersebut di samping mengelola perusahaan bersama suaminya. 

Ke depannya, Devi berharap bisa semakin baik dalam menjalankan semua peran dan mengelola orang-orang di kantor dengan bijaksana. Setelah menyelesaikan program magisternya, Devi berencana untuk menempuh program doktoral ke luar negeri bersama suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun