Dari sisa uang yang ia miliki, ia mencari kontrakan paling murah yang ia temui dan bisa dibayar nyicil. Harga kontrakan yang ia dapatkan yaitu hanya satu juta tiga ratus ribu rupiah setahun.
Di awal kuliah, Devi tidak punya cukup uang untuk biaya hidup. Ia pernah tidak makan sampai 3 hari hingga keluar keringat dingin. Kemana-mana ia selalu jalan kaki sekitar 2-5 km demi menghemat uang.Â
Menghabiskan uang sepuluh ribu dalam sehari bagi Devi adalah kesalahan besar. Untuk menyambung hidup, ia berjualan donat di kampus sampai ia dikenal dengan nama 'Devi donat' oleh teman-temannya. Sebenarnya, ia bisa saja mengajukan beasiswa untuk biaya hidup. Namun, ia enggan karena menurutnya ia masih mampu mencari sendiri.
Saat tingkat dua kuliah, ia memilih Jurusan Teknik Kelautan sesuai dengan hati nuraninya. Suatu hari, ia memberanikan diri untuk bertemu dengan kaprodi Teknik Kelautan untuk meminta pekerjaan.Â
Dengan kemampuan yang ia miliki saat itu, Devi diberi kesempatan sebagai staff luar biasa Tata Usaha Teknik Kelautan. Setelah itu, ia tidak lagi berjualan donat.Â
Job desk nya saat itu ialah membantu segala bentuk pelayanan mahasiswa, merapikan dokumen administrasi, dll. Kontrak tersebut, ditandatanganinya hingga satu tahun ke depan.
Suatu ketika saat masih di tingkat dua kuliah, pernah ada tiga orang dosen yang menawari Devi bekerja di sebuah perusahaan konsultan milik mereka, namun ia hanya menerima salah satu dari ketiga  tawaran dosen tersebut yang menurutnya paling inspiratif. Ia bekerja sebagai asisten engineer di perusahaan konsultan tersebut.Â
Saat itu, ia menjalani beberapa peran sekaligus di samping sebagai seorang mahasiswa, mulai dari staff TU jurusan Teknik Kelautan, asisten engineer, pengurus unit beladiri kampus, ketua divisi himpunan mahasiswa Teknik Kelautan, guru privat, asisten laboratorium, dan asissten dosen.Â
Setelah setengah tahun bekerja, ia dipercaya untuk memegang proyek sendiri oleh dosennya dan ia pun menerima. Aktivitasnya tersebut sangat padat sehingga membuatnya jarang tidur setiap harinya. Biaya hidupnya pun tercukupi dari pekerjaannya tersebut.Â
Bahkan, ia bisa mengirim uang kepada orangtuanya dan membiayai kedua adiknya untuk kuliah. Jika menurut sebagian orang kuliah membutuhkan biaya besar, bagi Devi kuliah justru mendatangkan peluang besar menuju kehidupan yang lebih baik.
Di sela-sela kesibukannya, ia menyempatkan waktu sebagai reader di salah satu panti tuna netra di kota Bandung. Di sana ia berbagi cerita, membacakan dongeng, membantu mengerjakan tugas sekolah, dsb.Â